Bab 6 Orang Yang Sama

1669 Words
“Ayah, ini aku!” Kevin, yang mendengar suara pria itu, berteriak keras. Setelahnya, ada suara langkah kaki yang berjalan cepat di tangga, dan nampak dua pria paruh baya berjalan menaiki tangga satu per satu. Pria yang berjalan di depan adalah pria yang menjemput kami sebelumnya. Dia adalah saudara laki-laki ibuku. Dalam perjalanan ke sini, ibu memberitahuku bahwa namanya Rama Yanuar. Sedangkan, pria di belakang, yang mengenakan sepasang kacamata berbingkai emas dan membawa kotak obat, adalah seorang dokter. “Ayah! Tanganku!” Kevin merengek dan tidak bisa menahan dirinya untuk tidak menangis. Rama mengerutkan kening. Pria yang membawa kotak obat di belakangnya melangkah maju dan berkata, “Tuan Rama, jari Kevin sepertinya patah. Biar kubantu mengobatinya dulu.” “Silakan, Dokter,” jawab Rama dengan sopan. Dia lalu menoleh ke arah wanita muda itu dan bertanya, “Apa yang terjadi?” “Mas Rama, untung kamu datang. Jika saja kamu terlambat datang, bisa-bisa kita diintimidasi sampai mati oleh w***********g dan putranya yang liar itu!” Wanita muda itu mengeluh kepada Rama sembari menunjukku dan Ibu. Rama menoleh ke arahku dan bertanya dengan dingin, “Apakah benar kamu yang melakukannya?” Aku menjawab dengan singkat, “Ya!” Seketika, wajahnya muram, dan dia memelototiku. Aku balik memelototinya tanpa rasa takut. Keadaan langsung kembali mencekam. Hanya suara helaan napas tercekat dari para penonton dan tatapan sinis yang saling aku dan Rama tujukan satu sama lain. “Cepatlah! Tuanku sedang sekarat!” Sebuah suara tiba-tiba memecahkan suasana yang mencekam. “Dokter Kamil, cepatlah! Pergi dan lihat Tuan Besar!” Wajah Rama tiba-tiba berubah ketika dia mendengar itu, dan dia berlari ke ujung koridor. Sedangkan Dokter Kamil menyingkirkan kotak obat dan berlari menuju ruangan Tuan Besar. “Ayah!” Ibu menangis tersedu-sedu dan mengikuti mereka berdua. Aku pun mengikuti mereka dengan cepat. Ketika aku berjalan ke pintu, aku melihat seorang pria tua di ruangan itu. Dengan rambut beruban, piyama kelabu tua, dan tubuh yang renta, keadaannya terlihat cukup baik. Hanya saja, dia tidak memiliki ekspresi apapun di wajahnya. Dia hanya menatap kosong ke sembarang arah dan terus mondar-mandir di pintu. “Hati-hati!” ucapku saat aku melihat seseorang ingin menerjang pria tua. Aku khawatir dia akan jatuh dan terluka, jadi aku buru-buru melangkah maju untuk memegang lengannya. Tangannya sangat dingin. Dia seperti bukan orang, tapi patung es. Orang tua itu tidak menanggapiku dan terus melihat ke sembarang arah. “Jika kamu tidak masuk, maka menyingkirlah! Jangan menghalangiku untuk melihat orang tua itu untuk terakhir kalinya!” Suara wanita muda itu datang dari belakangku. Detik berikutnya, dia melewati pria tua itu dan memasuki kamar tidur. Aku tertegun dan bertanya dalam hati, ‘A-Apa yang terjadi? Mengapa wanita itu bisa melewati tubuh kakek? Bukankah dia manusia?’ “Siapa yang membiarkanmu masuk? Cepatlah pergi dan jangan menghalangiku untuk melihat Tuan Yanuar!” Suara Dokter Kamil datang dari arah kamar tidur. Orang-orang yang baru saja datang juga mundur satu per satu. Aku melirik ke kamar dan melihat seseorang terbaring di tempat tidur menghadapku. Aku kembali tertegun dan berucap dalam hati, ‘Rambut beruban? Piyama kelabu tua? Wajah yang lumayan terawat?’ Aku melihat kakek yang sedang aku genggam tangannya kemudian melihat pada orang yang berbaring di ranjang. Rasa dingin melompat langsung dari tulang kaki ke kepalaku. Mereka orang yang sama! Pada saat ini, aku merasakan tubuh kakek gemetar dan sosoknya menjadi kabur, seolah-olah dia akan segera menghilang dari mataku. Aku berpikir sejenak. Orang-orang yang mundur dari kamar tidur bisa melewati tubuh kakek satu per satu. Tidak ada penghalang antara tubuh mereka dan tubuh kakek. Artinya…. Tiba-tiba, aku merasa ada yang menarik Kakek Yanuar yang sedang aku pegang, dan itu membuatku gugup. Aku meraih pergelangan tangan Kakek Yanuar dengan erat, dan intuisiku mengatakan bahwa roh kakek sedang diambil oleh sesuatu. Tebakanku adalah Kakek Yanuar yang berbaring di dalam mungkin akan meninggal. “Maaf. Saya sudah mencoba yang terbaik,” ucap Dokter Kamil dari arah kamar tidur. Kemudian, terdengar suara Ibu yang meraung memilukan, “Tidak! Ayah, ini Zizi. Tolong buka mata ayah dan lihat aku! Ini putrimu, Zizi!” Dokter Kamil berjalan keluar dari dalam dengan Rama yang mengejarnya dari belakang. “Dokter Kamil, apakah tidak ada jalan lain? Selama kita bisa menyelamatkan ayah saya, keluarga Yanuar akan membayar Anda berapapun harganya.” “Tuan Rama, saya benar-benar sudah mencoba yang terbaik.” Dokter Kamil menggelengkan kepalanya dengan ekspresi yang tampak tak berdaya. “Anda sebaiknya segera mempersiapkan pemakaman Tuan Yanuar sesegera mungkin.” “Yah, mau bagaimana lagi? Hanya itu yang bisa kulakukan sekarang.” Rama menghela nafas dan menerima kenyataan ini. Setelah mereka berdua keluar, aku menyeret roh kakek ke kamar tidur. Aku melihat Ibu menangis sedih. Ketika dia melihatku masuk, dia berteriak dengan suara serak, “Ayah, ini cucumu. Dia datang menemuimu. Ayah, bukalah matamu untuk melihatnya.” Aku mendorong roh kakek di tanganku ke tempat tidur dan mencoba membawanya kembali ke tubuh kakek yang berada di tempat tidur. “Kakek, tolong kembalilah ke tubuh aslimu,” aku berteriak dengan cemas. Tetapi, setiap kali aku mendorong roh di tanganku ke sisi kakek, roh itu akan terpantul kembali oleh kekuatan yang tidak bisa dijelaskan. Apa yang bisa aku lakukan? Aku tiba-tiba teringat dengan Teknik Cahaya Suci. Apakah aku harus menggunakannya untuk menyembuhkan penyakit kakek lebih dahulu dan kemudian coba lagi? Saat memikirkan hal ini, aku tidak lagi ragu-ragu dan segera kupegang tangan kakek di tempat tidur. Aku menutup mataku dan bermeditasi di hatiku sembari berucap, ‘Teknik Cahaya Suci!’ Detik berikutnya, aura cerah muncul ke permukaan. Kali ini, aura itu muncul tidak seperti sebelumnya. Setelah aura membentuk tingkat tertentu, ia kemudian dengan cepat terbagi menjadi dua. Satu berkumpul di atas tempat tidur, dan yang lainnya ada di atas roh yang ada di sebelahku. Rohnya jadi semakin jelas di bawah cahaya terang, dan ia akhirnya terpadatkan sehingga ia tampak sama seperti manusia pada umumnya. Inikah yang dinamakan memperbaiki jiwa? Tanpa sadar, aku menemukan penemuan yang mengejutkan! Tanpa diduga, Teknik Cahaya Suci tidak hanya dapat menyembuhkan orang, tetapi juga bisa memperbaiki jiwa. ‘Oke, oke. Jangan terlalu kagum. Kita belum tahu apa yang akan terjadi setelahnya,’ ucapku dalam hati. Tiga menit kemudian, kedua aura itu menghilang di saat bersamaan. Tetapi, kakek yang berbaring di tempat tidur tidak juga bangun, dan roh kakek yang ku pegang di tangan juga masih ada di sisiku. “Kakek, kembalilah ke tubuhmu,” aku berbisik di telinga kakek di sampingku. Kakek sepertinya mengerti apa yang ku katakan dan dia pun berbaring ke tubuh aslinya. Aku menyaksikan tubuh mereka menyatu dan merasa sangat gembira. Namun, tiba-tiba saja rohnya terpental keluar oleh kekuatan tak terlihat saat ia menyatukan kepalanya dengan tubuh aslinya. ‘Apa yang bisa kulakukan?!’ Aku mengerutkan kening dan merenung sejenak. Tetapi, sekuat apapun aku berpikir, aku tidak menemukan solusi apapun. Sudahlah! Aku akan terus berusaha sebaik mungkin meski itu tampak sia-sia! Aku berubah pikiran, berjalan maju ke depan, dan menekan roh kakek dari kepala ke kaki ke tubuh aslinya. Setiap kali aku terpental, aku terus menyatukannya dengan cara menampar dahi kakek. “Ferry, apa yang kamu lakukan? Ini kakekmu! Hentikan!” Ibu, orang pertama yang mengetahui apa yang aku lakukan, segera menghentikan perbuatanku. “Apa yang b******n itu lakukan? Beraninya dia memukul kakek?” “Sialan! Jika kau memukul kakek lagi, aku akan membunuhmu!” “Hei, b******n! Meskipun kakek tidak bisa bergerak, beraninya kau memukulnya? Apa kamu benar-benar lelah hidup?” Setelah yang lain mengetahui apa yang aku lakukan, mereka mengutuk dan mengancamku satu demi satu. Aku tidak peduli dengan mereka dan terus menampar dahi kakek. “Jangan sentuh ayah!” Terdengar suara histeris Rama datang dari luar pintu. Pada saat itu, aku tiba-tiba merasakan sentuhan ringan di telapak tangan, dan tubuh kakek gemetar karenanya. Kakek terbatuk dua kali dan perlahan membuka matanya. ‘Dia kembali!’ batinku. Aku sangat gembira dan berteriak, “Cepat hubungi dokter untuk memeriksa kakek!” “Ayah, kau sudah bangun? Dokter, cepat datang dan periksa ayahku! Ayahku sudah bangun!” Ibu juga ikut berteriak. “Dokter Kamil, cepat! Cepat panggil Dokter Kamil!” Setelah Rama menyelesaikan instruksinya, dia juga datang ke samping tempat tidur dan bertanya kepada kakek, “Ayah, bagaimana keadaanmu?” Kakek menyentuh dahinya dan menjawab, “Sedikit pusing saja. Tidak ada yang lain.” Rama menoleh ke arahku dan menatapku dengan tatapan sengit, “Jika sesuatu terjadi pada ayah, aku tidak akan membiarkanmu pergi!” “Aku baru saja melihatnya memukul kakek dengan tangannya. Jika ada yang terjadi pada kakek, jangan biarkan dia pergi!” “Anak b******n ini benar-benar tidak manusiawi! Dia bahkan berani memukul kakek! Dia tidak boleh dibiarkan pergi!” “Benar! Dia harus menerima ganjaran atas tindakannya!” Orang-orang di sekitar menuduhku satu demi satu. Aku melihat mereka dan berkata, “Bisakah kalian semua menggunakan otak kecil kalian ketika berbicara? Seperti yang kalian lihat, jika bukan karena aku, apakah kakek bisa bangun seperti sekarang?” “Menyingkir! Dokter Kamil sudah datang. Cepat dan menyingkir!” Pada saat ini, Dokter Kamil, yang telah pergi beberapa menit yang lalu, diundang kembali. Dia membuka kotak obat dengan tergesa-gesa dan mengeluarkan stetoskop. Dia kemudian mulai memeriksa tubuh kakek secara teliti. Dia memeriksa kakek mulai dari mendengarkan denyut nadinya, memeriksa pergerakan pupil matanya, dan lainnya. Setelah serangkaian pemeriksaan, Dokter Kamil menunjukkan ekspresi ngeri di wajahnya dan berucap, “Ini… Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?” “Dokter Kamil, apa yang terjadi? Apakah keadaan ayah tidak baik?” Rama bertanya. Dokter Kamil tidak menjawab pertanyaan Rama dan hanya bergumam pada dirinya sendiri, “Denyut nadi, detak jantung, dan pernapasannya normal. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?” “Dokter Kamil, ada apa dengan Ayah? Apakah Anda ingin mengatakan sesuatu?” Rama bertanya dengan penuh semangat. “Saya… tidak tahu.” Dokter Kamil menggelengkan kepalanya. “Apa maksudmu? Kamu tidak tahu?” Rama sangat tercengang mendengar jawaban Dokter Kamil. “Tampaknya, semua organ yang ada di tubuh Tuan Yanuar terlihat normal. Jika Anda ingin pemeriksaan lebih lanjut, Anda sebaiknya ke rumah sakit dan memeriksanya lagi dengan peralatan yang lebih canggih.” “Lalu, apa yang kamu tunggu? Cepat siapkan mobil dan bawa Ayah ke rumah sakit!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD