Bab 5 Pelajaran

1633 Words
“Siap, Nona Muda!” Empat pengawal mendatangi wanita muda itu. Sembari menunggu perintah selanjutnya, mereka kemudian menatapku dengan mata galak. “Apa yang kamu lakukan?” Ibu melangkah maju dan menggenggam tanganku untuk menghentikanku. “Hei, Jalang! Keluar kau dari sini! Jika tidak, mereka akan mengusirmu bersama-sama.” Wanita muda itu mengancam dan menunjuk ke arah ibu. “Beraninya kamu!” Ibu melotot mendengar ucapan wanita muda itu. Dia tidak takut akan ancaman wanita muda itu sedikit pun. “Oke. Mari kita lihat apakah kamu masih bisa bersikap begitu setelah ini!” Wanita muda itu mendengus dingin dan memerintahkan para pengawal di sekitarnya, “Kalian dengar ucapanku kan? Lakukan apa yang ku suruh sekarang juga. Aku yang bertanggung jawab atas apa yang terjadi.” “Baik, Nona muda.” Keempat pengawal menjawab perintah wanita itu dan pada saat yang sama, mereka bersiap melakukan sesuatu kepada ibu dan aku. Aku mengepalkan tinjuku erat-erat dan siap bertarung. “Apa yang kalian berempat lakukan? Mereka adalah Nona Muda Zizi dan Tuan Muda Ferry! Apakah kalian benar-benar ingin mengusir mereka?” Furi berdiri untuk menghentikan para pengawal. “Ck. Nona muda apanya? Bukankah dia jalang yang telah hamil diluar nikah dan ditinggalkan?” Begitu Furi berkata begitu, seseorang dari kerumunan dengan suara yang sangat lantang mengejek ibu. Kalimatnya seperti api yang memicu kemarahan di hatiku. “Matilah kau!” Aku mengarahkan pandanganku pada Kevin dan menatapnya dengan tajam. Hanya ada hal yang aku pikirkan sekarang, “Aku tidak tahan lagi! Beraninya kau mempermalukan ibuku berulang kali, b******n!” “Aduh, aku takut sekali. Ancaman anak liar sepertimu benar-benar menakutkan.” Ejekan Kevin menyebabkan ledakan tawa dari orang-orang di sekitarnya. “Karena kamu cari mati, makan akan aku kabulkan.” Aku melangkah menuju Kevin. Tapi, setelah mengambil dua langkah, aku dihadang oleh empat pengawal. “Pergi kalian! Jangan halangi aku! Jika tidak, jangan salahkan aku untuk melakukan kekerasan!” “Bukankah kau sudah terbiasa menghadapi orang-orang yang bersikap kasar padamu dengan kekerasan? Jadi lakukan seperti yang biasa kau lakukan.” Suara Kevin datang mendekat. Dia melanjutkan, “Cepat dan kalahkan ‘Tuan Muda’ ini. Jika ada yang bisa membuatnya memuntahkan darah, makan akan aku berikan hadiah 150 juta rupiah per orang. Jika hanya melukainya saja, maka akan ku berikan 300 juta rupiah, dan jika bisa membunuhnya, maka akan ku berikan 450 juta rupiah!” Empat pengawal di depanku melotot dan menatapku dengan tatapan menyala saat mendengar ucapan Kevin. Salah satu dari mereka langsung bertindak dan meninju wajahku. Namun, aku lebih cepat dari mereka. Aku segera menggenggam pergelangan tangannya, mengangkatnya, dan memukul perutnya dengan keras. Setelah tubuhku berubah karena liontin itu, aku tidak hanya menjadi kuat, tetapi juga sangat gesit. Gerakan-gerakan ini bisa aku lakukan secara alami. ‘Kacha’ Bisa ku dengar suara tulang rusuk patah saat aku memukul perut salah satu pengawal. “Ah!” Pengawal itu berlutut di tanah sambil memegangi perutnya dan berteriak seperti babi yang digorok. Aku kemudian menendang kepala pria itu, dan pria itu langsung pingsan. Tiba-tiba saja, keadaan di sekitar terasa sunyi. Tak ada seorang pun yang berani membuka mulut dan bergerak. Suasana ini begitu hening hingga jarum jatuh pun bisa terdengar. Mata semua orang tertuju padaku dengan mulut yang terbuka lebar sehingga aku bisa memasukkan dua telur ke dalam mulut mereka. “Jika ada yang berani menghentikanku lagi, ini yang akan terjadi pada kalian.” Aku menunjuk pengawal yang meringkuk di tanah dan berkata kepada tiga pengawal lainnya. Mereka bertiga saling memandang. Seolah-olah mereka berkomunikasi melalui kontak mata. Kevin yang takut tiga pengawal itu akan mundur pun berteriak lagi, “Hei, kalian! Bunuh dia untukku! Akan ku gandakan bonusnya!” Ketika mendengar kata-kata itu, para pengawal serempak berkata, “Ayo lakukan bersama!” Setelah berbicara, mereka bertiga mengerumuniku dan menyerangku. “Aku sudah memberi kalian kesempatan sebelumnya. Tapi, karena kalian tidak tahu cara menghargainya, maka jangan salahkan aku!” Aku mengangkat kaki dan menendang orang yang menyerangku secara langsung. Pada saat yang sama, aku melompat ke depan dengan sekuat tenaga dan memutar tubuhku 180 derajat di udara. Aku menyilangkan kakiku dan menendang d**a dua orang yang menyerangku. Beberapa pukulan aku lakukan dalam satu napas. Seperti air yang mengalir, hanya dalam beberapa detik, aku berhasil menghajar mereka bertiga dan membuat mereka tak berdaya untuk menyerangku lagi. Melihat hal ini, semua orang yang hadir pun tercengang. Mereka tidak percaya akan apa yang sedang terjadi di depan mata mereka. Terlepas dari reaksi mereka, aku berjalan menuju Kevin. Dia telah berani mempermalukan ibuku, maka aku akan memberinya sebuah pelajaran. Pada saat yang sama, aku juga ingin menunjukkan kepada semua orang yang hadir bahwa kami tidak dapat diganggu. “A-Apa yang kau lakukan?” Kevin menatapku yang semakin berjalan mendekatinya tanpa gentar. “Hm, menurutmu, apa yang akan lakukan?” Aku terus berjalan dan menjawab pertanyaan Kevin dengan sinis. “Anak liar, apa kamu tahu apa akibatnya jika kamu berani memukulku?” “Hah!” Aku mencibir mendengar ucapan Kevin. Untuk apa dia bertanya seperti itu? Dia tak ada bedanya dengan Tuan muda Zaky. Apakah anak-anak kaya seperti mereka selalu mengajukan pertanyaan bodoh seperti itu? Aku benar-benar tidak tertarik untuk menjawab pertanyaan Kevin sama sekali. “Dengar baik-baik, anak haram. Kakekku adalah kepala keluarga Cendana. Jika kau berani menyentuhku, maka–” ‘Plak’ Aku tidak menunggu Kevin selesai berbicara dan langsung menamparnya. “Apa yang akan kau lakukan, hm?” Aku bertanya. “Selesai kau, anak aram! Sekali lagi aku beri tahu, kau akan benar-benar selesai!” Kevin mengancamku di depan banyak orang karena dia marah dengan apa yang baru saja aku lakukan. “Oh ya?” Aku mengulurkan tanganku, meraih jarinya, dan mematahkannya dengan kuat. “Aduh! Sakit! J-Jariku patah! Jangan patahkan lagi! Jariku akan patah!” Kevin menarik napas dan melompat kesakitan. “b******n, lepaskan anakku!” Aku mendengar teriakan tajam dari belakangku dan melihat wanita muda, yang meminta seseorang memukulku, berlari ke arahku. “Keluar! Hadapi aku sekarang!” Aku melotot ke arahnya dan berteriak memintanya untuk mendekatiku. Wanita muda itu gemetar ketakutan dan terhuyung-huyung berjalan ke arahku. Terlihat sekali dia berusaha keras agar tidak terjatuh ke tanah. “Anak kecil, biarkan anakku pergi. K-Kita bisa diskusikan dengan kepala dingin.” Wanita muda itu sedikit membungkuk dan berkata dengan nada yang jauh lebih enak didengar dari sebelumnya. “Mendiskusikannya?” Aku tertawa mendengar ucapan wanita itu dan mencibir, “Sekarang kau ingin membahasnya? Apa yang kamu lakukan sebelumnya, hah?” Ketika aku berbicara, aku kembali menekan jari Kevin, membuatnya berteriak kesakitan, “Aduh! Sakit! Jangan dipatahkan lagi!” Ketika wanita muda itu mendengar tangisan putranya, ekspresinya menjadi lebih cemas. “Apakah kamu bisa membiarkan putraku pergi?” “Minta maaf pada ibuku dulu. Jika tidak, aku tidak akan mau berdiskusi denganmu!” Aku berkata dingin. “Minta maaf? Itu–” Wanita muda itu mengerutkan kening. Terlihat jelas sekali dia tampak ragu-ragu meminta maaf kepada ibuku. ‘Kraak’ Aku menekan jari tangan Kevin dengan sangat keras, dan bisa ku dengar tangannya langsung patah. “Ahhh! Tanganku–” Kevin berteriak kesakitan karena rasa sakitnya sangat luar biasa. “Kau b******n!” Wanita muda itu berteriak dan hendak melangkah maju. Aku kembali menggenggam jari Kevin yang lain dan menatap wanita muda itu dengan dingin. “Mau coba memakiku lagi?” “Tidak. Jangan! Tolong jangan patahkan lagi–” Wajah Kevin menjadi pucat ketakutan, dan dia memohon belas kasihanku. Wanita muda itu menangis dan memohon, “Aku minta maaf. Tolong lepaskan anakku. Aku minta maaf.” Kemudian, dia berbalik untuk melihat ibuku dan kembali berkata, “Maafkan aku dan anakku.” Setelah dia selesai berbicara, tanpa menunggu ibu merespons, dia menoleh ke belakang dan berkata, “Aku sudah meminta maaf. Lepaskan anakku sekarang.” “Itu yang kau sebut permintaan maaf? Yang benar saja!” Aku menatapnya dan bertanya dengan dingin. “Aku sudah bilang aku minta maaf! Apa lagi yang kamu inginkan?” Wanita muda itu berteriak padaku. ‘Kraak’ Aku menjawab pertanyaannya dengan tindakan. Aku kembali mematahkan jari Kevin yang lain. “Ah! Jariku patah satu lagi! Sakit!” Kevin menangis dengan keras. Dia sangat berbeda dengan Tuan Muda Zaky yang berteriak-teriak saja dan tidak menangis. Reaksinya lebih menarik. “Kevin!” Wanita muda itu menangis dengan keras. Aku, yang tidak berencana untuk berakhir seperti ini, kemudian memegang jari ketiganya untuk ku patahkan lagi. Ketika wanita muda itu melihat gerakanku, dia sangat ketakutan sehingga wajahnya menjadi pucat. “Jangan! Jangan patahkan lagi! Aku minta maaf! Aku benar-benar minta maaf!” Setelah berbicara, dia berbalik dan membungkuk sembilan puluh derajat ke arah ibuku, “Zizi, maafkan aku! Aku salah. Tolong biarkan putramu melepaskan Kevin.” Kali ini, permintaan maafnya sangat tulus, tetapi itu tidak membuatku puas. Tapi, ibu, yang berhati baik, menatapku dan memohon, “Ferry, lepaskan dia. Lupakan saja apa yang mereka sudah ucapkan.” “Baiklah, Bu.” Aku tersenyum pada ibu, melepaskan jari-jari yang kupegang, dan berkata dengan dingin, “Ingat pelajaran kali ini. Lain kali, jika kau masih melakukan hal yang sama, aku akan mematahkan dua jari. Ingat itu!” Aku mengatakan ini kepada Kevin dan juga orang-orang lainnya. Ibu sudah bekerja keras untuk membesarkanku, dan aku tidak akan pernah membiarkannya dihina sekecil apa pun. Bahkan jika itu adalah keluarganya sendiri yang mempermalukannya. Melihatku melepaskan Kevin pergi, wanita muda itu buru-buru berlari ke arahnya. Aku berjalan menuju ibu. Tetapi, sebelum mencapai ibu, sebuah suara lantang terdengar di belakangku, “Bu, panggil paman! Aku ingin membalas dendam! Aku harus membalas dendam!” “Balas dendam?” Aku menoleh ke arah wanita muda dan Kevin yang gemetar ketakutan. “Tidak! Jangan dengarkan dia! Dia hanya asal bicara. Jangan bawa ke hati.” Wanita muda itu buru-buru menjelaskan dan berteriak kepada pembantu rumah tangga di sekitarnya, “Apa yang kalian lakukan? Dokter! Hubungi dokter. Cepat!” “Siapa yang mau ke dokter?” tanya seorang pria yang datang dari lantai bawah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD