BAB 2

1187 Words
    Alunan suara musik klasik menggema di sebuah kamar. Deretan potret Balerina tergantung indah hampir di setiap bagian dinding.     Salah satunya adalah yang menggunakan costum leotard putih dengan hiasan tutu yang juga berwarna senada. Foto itu diambil tepat tiga puluh menit sebelum pentas dimulai. Tepatnya dua tahun  yang lalu. Dimana sorak sorai dibarisan penonton kian menggema di telinga. Aroma harum dari panggung berkelas internasional memanjakan hidung hampir setiap balerina yang menunggu gilirannya tampil. Gadis cantik itu mulai berpose dengan sangat manis ketika jepretan kamera dari bundanya tepat mengenainya.     Tapi sebaik-baiknya rencana yang disusun manusia, tidak akan pernah bisa merubah takdir yang diciptakan tuhan. Hingga dengan dasyatnya, semua bencana itu terjadi. Menjadikan panggung megah hanyalah sebuah impian yang tidak mungkin tercapai. Menghancurkan hasil dari bertahun-tahun usaha untuk sebuah mimpi.     "Desti, Nanti telat ngantor!" Wanita itu menghapus setitik air mata yang jatuh tanpa dia minta. Memang masih sesakit itu jika mengingat mimpinya yang tinggal selangkah lagi, tapi harus  gagal dengan begitu tragisnya.     "Iya bunda, Desti udah rapih kok" Wanita itu memang selalu bersemangat ketika hendak berangkat ke kantor. Mengingat di sana ada laki-laki pujaanya membuat energinya seolah bertambah ribuan kali lipat. Hal itulah yang membuat Ibundanya akhirnya mengizinkannya bekerja kantoran.     "Pagi mbak Desti!" Seperti biasa Niken salah satu karyawan di Green kafe yang memang menyatu dengan tempat desti Tinggal akan menjadi orang kedua yang menyapanya setiap pagi menjelang.     "Pagi juga Niken, gimana pentas princess jelita kemarin?" Niken mengacungkan kedua jempolnya dengan sangat bersemangat.     "Bagus dong, juara dua mbak"  Ucapnya bangga. Desti ikut senang dibuatnya. Jika tidak diburu waktu untuk berangkat kerja, wanita itu sudah pasti akan mengobrol ber jam-jam dengan karyawanya itu menanyakan lebih detail tentang lomba menari yang diikuti putri semata wayang Niken. Sebab tidak pernah ada yang berubah. Segala macam yang berhubungan dengan panggung, akan menjadi minat terbesarnya.     "Nanti sore kita ngobrol lagi yah, udah mau telat" Ujar wanita itu buru-buru sambil memakai stilleto hitam miliknya. Hari ini ada meeting, jadi terpaksa Desti harus memakai sepatu tinggi itu. Biasanya dia lebih menyukai memakai flat soes.     "Siap mbak Desti, hati-hati di jalan" Teriak Niken entah masih didengar wanita itu atau tidak.     "Desti mana Ken?" Marina tergopoh-gopoh keluar dari kamar putrinya.     "Udah naik taksi bun barusan."     "Obatnya ketinggalan, aduh gimana dong? Kamu tahu alamat kantor anak itu gak?"     "Tahu bun, tapi kalau gak jam istirahat kan gak boleh masuk." Marina semakin kawatir.     "Semoga saja Desti gak papa " Ucap Marina cemas. "Nanti sebelum jam istirahat tolong kamu anterin yah!" Sambungnya lagi. Niken mengangguk. Terlihat ikut kawatir juga. Bagaimanapun wanita itu sudah menganggap Desti seperti kakaknya sendiri. Bossnya itu memang terlalu baik hati, mau menerima dirinya yang hanya lulusan SD saja. ***     Regarta tampak asyik bermain dengan bola warna-warninya ketika Desti masuk ke ruangan Dika mengantarkan berkas yang diminta bossnya itu. Wanita itu tidak tahan untuk tidak menggoda bayi gembul dan lucu itu. Lagipula sepertinya Boss gantengnya itu sedang serius dengan pekerjaanya.     Desti berjongkok agar lebih dekat dengan bayi menggemaskan itu. Belum sempat tangannya menoel pipi gembul yang sedari tadi memanggil minta dicubit, Regarta terlebih dahulu merentangkan kedua tangannya minta di gendong. Desti gemas sekali dibuatnya.Tanpa pikir panjang wanita itu langsung meraih bayi ganteng itu kedalam gendongannya dan menciuminya bertubi-tubi. Membuat anak kecil itu terkikik kegelian. Hal itu tidak luput sedikitpun dari pandangan Dika.     Laki-laki itu bahkan sudah meninggalkan pekerjaannya demi menikmati pemandangan yang begitu sangat hangat dipandang matanya. Regarta itu bayi pemilih, tidak semua orang bisa menggendongnya. Biasanya hanya anggota keluarga dan beberapa rekan dekat yang memang sudah mengenalnya. Bayi itu akan mengamuk bila di dekati orang lain, tapi Lihatlah sekarang. Bayi gembul itu langsung merentangkan tanganya begitu didekati Desti. Hal itu sedikit menggelitik ke dalam relung hati Dika. Walaupun lagi-lagi kembali disangkalnya.     "Rega ganteng kamu gemesin banget sih.." Lagi. Kali ini giliran leher bayi gembul itu yang jadi sasaran ciuman bertubi-tubi dari Desti. Membuat Regarta kembali tertawa kegelian sambil sesekali menarik rambut Desti membuatnya sesikit berantakan dan anehnya justru terlihat sangat sexy di mata Dika.     "Ekhemm.." Sengaja laki-laki itu mengeluarkan suara untuk menyudahi aksi desti yang membuatnya terlihat semakin sexy. Mencoba menghentikan berbagai fikiran liar yang dengan kurang ajarnya memenuhi relung otak Dika. "Eh, kirain masih sibuk pak. " Desti hendak meletakan kembali bayi gembul itu ke area bermainnya tapi urung terjadi karena regarta menangis tidak mau lepas dari gendongan Desti. Bayi itu bahkan memeluk leher Desti begitu erat.     Melihat itu Dika bangkit dari duduknya dan menghampiri mereka. Mencoba mengambil alih Regarta dari gendongan Desti tapi bayi itu malah menangis semakin kencang.     "Rega gak boleh nakal, sini sama daddy. Tante Destinya lagi kerja sayang." Kalimat lembut itu terdengar begitu merdu di telinga Desti. Membuat pikiranya melayang membayangkan yang tidak-tidak.     Dika semakin mendekat dan mengusap kepala Rega. Berusaha membujuk bayi itu untuk lepas dari gendongan Desti. Tapi hal itu justru membuat Desti mabuk kepayang. Bayangkan saja, jarak kurang dari 20 centi meter. Otomatis membuat aroma tubuh laki-laki itu tercium dengan sempurna. Bercampur dengan bau keringat yang justru tercium sangat segar. Membuat Desti ingin sekali berteriak. " Pak Dikaaa ayo kita ke KUA!!"     "Jangan dipaksa pak nanti makin nangis " Ujar wanita itu lembut. Berusaha sekali mengenyahkan fikiran liarnya yang sedikit demi sedikit mulai terbentuk di kepala.     "Tapi kamu masih banyak kerjaan kan?" Ujar Dika sedikit tidak enak.  Desti tersenyum sambil mengusap punggung Regarta yang masih sesenggukan. Hal itu justru membuat Dika mematung dan dengan dasyatnya terpesona. Kenapa karyawan genitnya bisa sesexy ini sekarang? Atau jangan-jangan dia pakai pelet? Fikiranya mulai melantur. Terlebih ketika hidungnya menghirup wangi strawberry yang begitu manis dari tubuh Desti.     "Lihat pak, dia ngantuk ternyata." Desti terkekeh dan Dika masih terdiam sambil terpesona. Sementara bayi gembul itu mulai memejamkan matanya dalam gendongan Desti.     "Kamu agak pucat, lagi sakit?" Ujar laki-laki itu lembut. Membuat jantung Desti mau meledak rasanya.     "Cuma agak masuk angin aja pak." Jawab wanita itu berbohong. Mulai sedikit kawatir karena tubuhnya sudah mulai merasakan gejala dari episode sakitnya. Semoga saja tidak terjadi di hadapan Dika. Desti tidak mau terlihat menyedihkan dihadapan laki-laki yang dikaguminya.     "Maaf pak ada tamu!" Ujar Janis sedikit keras karena dari tadi wanita itu mengetuk tidak ada balasan dari bossnya, Akhirnya dia memutuskan untuk masuk saja. Dan langsung disuguhkan dengan pemandangan keluarga kecil bahagia yang seperti sering dia lihat di poster rumah sakit tempatnya memeriksakan kandungan. "Ohh iya suruh mas-" "Assalamu'alaikum Dika ini aku." Dika belum sempat menyelesaikan kalimatnya ketika tiba-tiba lidahnya kelu melihat sang mantan tersenyum manis di depan pintu.     Dan satu hal lagi yang membuatnya salah tingkah. Posisi tangannya yang sedang ikut mengelus punggung Regarta dalam gendongan Desti pasti terlihat begitu romantis dimata orang lain. Lihat saja! Janis sekarang sedang memandang kearahnya sambil tersenyum geli.     Rusak sudah imagenya sebagai laki-laki yang setia. Tapi kalau dipikir-pikir untuk apa lagi laki-laki itu masih menjaga imagenya di depan mantan kekasihnya itu. Bahkan dari apa yang digenggam oleh Fika sudah bisa ditebak tujuan gadis manis itu menyambangi tempat Dika bekerja.     "Ohh Fika, silahkan masuk. Sorry lagi agak Ribet nih Regarta gak mau lepas dari gendongan pacar Aku. Terlalu nyaman mungkin." Ucapan laki-laki itu sontak menbuat ketiga wanita diruangan itu terbelalak kaget. Desti bahkan masih belum mengatupkan bibirnya yang terbuka akibat serangan mendadak dari boss gantengnya itu. "Aduhhhh bisa gak tidur tar malem. Kepikiraaan..." ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD