bc

Altschmerz

book_age16+
1
FOLLOW
1K
READ
possessive
dominant
drama
bully
others
school
lonely
surrender
brothers
sisters
like
intro-logo
Blurb

Tentang kehidupan yang dialami oleh saudara kembar, hidup didalam rahim yang sama namun perlakuan yang berbeda.

Masing-masing memiliki kesakitan yang sama, Xabara Xavier dengan sakit yang tak ditunjukan namun berbahaya dan Xabiru Xaviera dengan sakit yang ditutupi yang tak kunjung sembuh.

Keduanya memiliki harapan yang saling bertolak belakang. Bara yang meminta Biru untuk bertahan dan menunggu sedangkan Biru yang meminta Bara untuk melepaskannya.

Kehidupan rumit yang mereka jalani secara tak sadar sudah saling menyakiti dirinya masing-masing, berusaha mencari alasan untuk harapan mereka yang tak kunjung mereka dapatkan.

⚠️ Banyak mengandung bahasa kasar, kekerasan makanya aku pasang rate 18+ atau dewasa. Jadi yang tak suka kekerasan mohon untuk mundur ya

chap-preview
Free preview
Dinginnya Malam
Rambut hitam yang tergerai indah, dimainkan oleh angin malam yang mengacak-ngacaknya tanpa ampun, taburan bintang di langit malam terlihat indah, meski tak seindah suasana hati gadis yang tengah mendongak menatap hamparan laut bintang itu. Suara kendaraan yang sibuk berlalu lalang menjadi pengantar suara di keheningan malam hari ini. Suara helaan nafas terdengar, berusaha mengeluarkan rasa sesak yang luar biasa menggerogoti hatinya. Berusaha mengeluarkan beban berat yang dipikul kedua pundak ringkihnya, mengabaikan rasa sakit yang nyata diwajahnya yang lebam dan mulai membiru. Keadaan yang sangat mengenaskan untuk gadis berusia 17 tahun. "Aku, sudah tidak kuat." Bisik-nya kepada angin malam berusaha menyampaikan rasa lelahnya entah kepada siapa. Menatap kosong kebawah sana, dimana semua orang dan kendaraan terlihat berukuran kecil mengingat dirinya tengah berdiri dipinggir gedung setinggi 32 lantai itu. Yang siap menghancurkan tubuh kurusnya jika dia tak sengaja terjatuh dan berakhir di lantai paling bawah, tapi, itulah yang diinginkan gadis itu sekaligus tujuan utama dirinya berada disini. Untuk merasakan rasa sakit itu. 'Dasar anak tak tahu diri! Mati saja sana, kau hanya menyusahkan ku saja!' Ucapan penuh kebencian dan amarah itu kembali terngiang, pukulan keras tanpa hati bersarang ditubuh dan wajahnya tanpa ampun. Dia hanya bisa terdiam bak patung jika dirinya sudah mendapatkan pukulan itu karena tidak mengetahui apa kesalahan yang telah ia perbuat sehingga wanita yang ia panggil Ibu itu murka kepadanya. 'Sialan! Gara-gara kamu, Bara mendapatkan nilai rendah! Kau memang tak tahu di untung, enyah saja kamu!' Gadis itu tersenyum miris saat bayangan itu kembali muncul, luka yang lama belum sembuh Ibunya sudah kembali memukulinya hanya karena Bara --kembarannya mendapatkan nilai jelek.Bara memang adalah adiknya akan tetapi nilai Bara baik jelek maupun bagus tak ada sangkutan dengannya. Namun, dirinya kembali sadar, setiap orang lain melakukan kesalahannya tubuhnya yang akan terluka. Setiap orang lain melakukan kemenangannya, masih tubuhnya lah yang menjadi sasarannya. Intinya, mau itu Bara atau bahkan orang lain yang melakukan kesalahan. Tetap saja tubuhnyalah yang terluka. Tak adil bukan? 'Lihat, lihat! Dia datang. Apa tidak gerah setiap hari memakai jaket dan juga masker? Apalagi rambut panjangnya tak selalu diikat, membuatnya terlihat menyeramkan.' Tak pelak setiap harinya, cibiran dengan topik yang sama selalu terdengar saat dirinya melewati mereka. Mencibir, menghina bahkan tak jarang melakukan bullying ia dapatkan hanya karena ia selalu memakai pakaian tertutup, masker yang menutupi sebagian wajahnya dan rambut panjangnya yang tergerai untuk membantu menyembunyikan luka lebam diwajahnya. Bukan tanpa alasan dirinya berpakaian seperti itu, keadaan yang memaksa dirinya untuk menyembunyikan semua luka yang tergores ditubuhnya. Kurang baik apalagi dirinya? Namun seperti sudah menjadi takdirnya, kesakitan selalu menghampirinya. Lagi-lagi mereka hanya menilai apa yang mereka lihat, tanpa perlu repot-repot mau menanyakan alasan mengapa dirinya seperti ini. Tapi itu lebih bagus, ketimbang mereka bertanya lalu disebarkan kembali dengan kata-kata yang melebihi dari yang ia ucapkan. Hingga kesabarannya mulai hilang, dan langkah kakinya menuntun dirinya untuk pergi dan berdiri dipinggir gedung tinggi ini. Dengan alasan menemui seseorang untuk mengelabuhi staff dari gedung ini. Tentu saja, jika dia membeberkan rencananya untuk mengakhiri hidupnya disini, ia akan ditahan dan disuruh pulang lalu kembali luka ditubuhnya bertambah. "Maaf, aku memilih menyerah. Aku sudah tak kuat akan semua yang tubuhku rasakan. Aku ... Menyerah." Gumamnya lantas memejamkan kedua matanya bersiap meloncat untuk merasakan sensasi melayang di udara sebelum rasa sakit yang lebih fatal mendera tubuhnya. Setidaknya setelah itu ia tidak akan merasakan sakit kembali, itu yang menjadi tekadnya semakin bulat untuk terjun bebas digedung ini. 'Aku tidak akan merasakan sakit lagi.' Kalimat itu ia ucapakan berulang kali dalam hatinya sebagai mantra. Sebelah kakinya mulai ia angkat siap untuk menjadi burung walau hanya sesat. Siap mengakhiri masalahnya, dan siap menghilangkan beban yang ia pikul meski dengan cara yang salah. Berdoa? Bahkan dirinya sudah beberapa kali berdoa dengan harapan yang sama, namun entah Tuhan marah pada dirinya atau bagaimana. Doanya tidak pernah terkabulkan. Jadi ia memutuskan untuk mengambil jalan yang dibenci Tuhan, toh Tuhan saja sudah marah padanya. Dan, angin kencang itupun menerpa wajahnya yang penuh lebam dengan kencang. Dan suara benturan pun terdengar nyaring di heningnya malam itu. 'Selamat tinggal, Bara.' Brak!

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Claimed By My Stepbrother (Cadell Security Series)

read
450.8K
bc

Their Powerful Hybrid Mate

read
80.1K
bc

Surprising The Boss (True Love Series Book 4)

read
136.9K
bc

The Prince's Rejected Mate

read
550.3K
bc

The Ryland Boys

read
820.4K
bc

Claimed by the Alpha: Amber Eyes series 1

read
688.8K
bc

TEASING MY 7 HOT ALPHA STEPBROTHERS AT THE ROYAL ACADEMY

read
3.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook