Bab 2 : Niki dan Kecupan pertama

1002 Words
Follow ** : @im_yourput ### Suara burung yang berkicau, saling bersahut. Mata yang terpejam itu seakan memiliki tenaga untuk membukanya. Entah kenapa, rasa tubuhnya sangat berat. Dia tidak mengerti mengapa hal itu bisa terjadi. Namun, satu hal yang pasti, dia masih sangat ingat, bagaimana paman ingin menyingkirkannya menjadi pewaris. Dadanya mendadak sesak, Si lelaki tampak tak menyadari bahwa seseorang sedang tidur sembari memeluk dadanya. Seekor kelinci tampak berdiri didepannya. Si lelaki tak menghiraukan, barulah ia terkejut melihat seorang gadis memeluknya. "SIAPA KAU?" Lelaki itu memekik terkejut, tangannya yang terluka, terasa kebas ketika hendak menyentuh si gadis. Tidur gadis itu tampak terusik, mendengar pekikan lelaki. Perlahan, kelopak mata itu terbuka, "Ah, kau sudah bangun rupanya." Gadis tersebut segera menjauh dari dadanya, namun masih berada diatas pangkuan lelaki itu. "Sini, aku ingin melihat lukamu." Lelaki itu tampak diam, membiarkan Moza mulai melihat luka pada lengannya. "Astaga! Pagi ini kenapa dingin sekali." Keluh Moza. Wajar saja dia mengatakan hal tersebut jika Moza hanya mengenakan kaos putih lengan pendek. Lelaki tampak tak peduli, "Lukamu akan membaik kok, Oh ya berikan sweater itu, aku kedinginan." Ujar Moza dengan santainya. "Terimakasih." Moza mengenakan sweater itu dengan senang, Akhirnya dia tidak kedinginan lagi. "Kelinci, kamu tau tempat yang bisa ditinggali didekat sini gak?" Si lelaki tampak mengernyit, melihat Moza yang berbicara pada kelinci. "Kau bisa bicara pada Hewan?" Moza berbalik untuk menoleh lawan bicaranya, dengan tidak ragu, Moza menganggukan kepalanya. "Aneh ya? Tidak apa-apa, orang biasanya mengatakan hal itu padaku." Melihat senyum gadis dihadapannya ini, Entah kenapa dia juga ikut menarik kedua sudut bibirnya. "Disini ada pondok lama, aku rasa pondok itu tak berpenghuni. Kalian berdua bisa beristirahat disana." Ucap si Kelinci. Moza tersenyum mendengarnya, Dia bangkit dari pangkuan lelaki tersebut. Membuat sang empu sedikit menahan erangan karena pergerakan Moza yang begitu tiba-tiba. "Tunjukan kami jalannya." Pinta Moza pada si Kelinci. Moza membantu lelaki tersebut untuk bangkit. Dengan hati-hati, dan sudah terhitung berapa kali lelaki itu meringis karena Moza tak sengaja menyentuh lukanya. "Hei, namaku Moza, namamu siapa?" Tanya Moza, sembari memapah lelaki tersebut. "Niki." Jawab lelaki itu tanpa ekspresi. Moza mengangguk, dengan hati-hati dia memapah Niki. Dia tidak ingin lelaki itu kembali terluka, karena Moza ingin sekali menyeret lelaki itu. "Disini, Kau bisa tinggal disini sementara waktu Moza." Gadis itu tersenyum mendengar ucapan kelinci. "Terimakasih." "Sama-sama." Moza menoleh kearah Niki, mendengar lelaki itu menjawab membuatnya berdecak, "Seharusnya yang berterimakasih padaku itu kamu!" Ujar Moza. Moza mendudukan Niki disebuah kursi panjang, mirip gazebo, hanya saja tidak memiliki atap. "Diam disini saja." Ucap Moza pada Niki. Niki tak menjawab, membiarkan Moza mengambil langkah selanjutnya. Dilihatnya Moza melangkah masuk kedalam gubuk kecil tersebut bersama si kelinci. Niki awalnya tak percaya, Moza bisa berbicara dengan Hewan. Tapi, melihat kelinci abu-abu itu terus mengikuti Moza. Barulah dia percaya kalau Moza memang bisa bicara pada Hewan. Gadis itu sangat unik dimatanya, Sekaligus aneh. Entah kenapa Niki bisa mngerang karena diduduki oleh gadis tersebut. Namun, seulas senyum terbit diwajah tampannya. Walau ada banyak goresan luka diwajahnya, tetap saja, Niki terlihat masih tampan, dengan kulit putih khas asia, Hidung mancung, mata sipitnya. Pada awal, Mozapun sudah mengakui kalau Niki adalah lelaki tampan. Meski beberapa kali gadis itu mencoba mengelaknya, sama seperti sekarang, disaat kelinci bertanya pada Moza. "Bukankah dia memang tampan?" Ucap si kelinci. Moza menggeleng pelan, "Tutup mulutmu, nanti dia bisa dengar." Si kelinci malah tertawa. "Dasar gadis bodoh! Dia mana bisa mendengar suaraku, dia hanya bisa mendengar suaramu." Moza terkikik. "Maaf aku hanya bergurau." "Astaga, Serius, ranjangnya cuma satu." Moza memekik terkejut melihat ranjang yang akan mereka tempati, hanya satu. "Kau tidak berpikir macam-macam kan Moza?" Tanya si Kelinci. "Kalau maksudmu ada sesuatu, Ya mungkin aku akan berpikir demikian." Mata gadis itu masih menerawang ranjang yang terbuat dari dipan dengan bulu hewan yang menjadi alasnya. "Semoga kau suka, ini rumah milik pemburu yang mengasingkan diri dulu, jauh sebelum kau datang kesini." Ucapan si kelinci membuat Moza bergidik. "Lalu, Dimana sekarang pemburu tersebut?" "Sudah mati." Jawab Kelinci. Moza bergidik, "Oh, Astaga, bagaimana kalau dia sampai bergentayangan disekitar sini?" "Tenanglah, Si pemburu itu bunuh diri di danau tempat awal kalian bertemu tadi." Kembali, ucapan si kelinci membuat jantung Moza hampir saja copot! "Mengapa kau tidak memberitahukannya padaku!" Pekik Moza. Kelini menggeleng, "Mana aku tahu, kau tidak bertanya." Sementara diluar itu, Niki sempat terperanjat mendengar suara pekikan Moza didalam sana. ### "Ranjangnya hanya satu." Moza masih memperhatikan bagaimana reaksi Niki, mendengar kalau sekarang mereka harus tidur seranjang. "Lantas, dimana masalahnya?" Tanya Niki acuh. "Ck, kita akan tidur seranjang!" Moza berdecak, ada apa dengan lelaki ini, kenapa dia sama sekali tidak masalah kalau mereka nantinya tidur seranjang. Niki menggeleng pelan, "Tidurlah disana, aku akan tidur dibawah, berikan aku selimut bulu itu." Ucapnya. Mata Moza berbinar, "Benarkah? Wah aku kira kau tidak mau mengalah dan akan membiarkanmu tidur seranjang denganku." Ucap gadis itu dengan polosnya. Niki berdehem, "Aku tidak bisa menjamin, kalau kita tidur seranjang, aku bisa saja memperkosamu." Ucapnya santai. Moza mendadak menutup tubuhnya, menyilangkan kedua tangannya didepan d**a. "Kau terlalu jujur!" Balas Moza. Niki mengendikan bahunya, "Kalau aku menyimpannya sendiri, aku takut kamu malah tidak waspada." Niki tersenyum geli, melihat wajah Moza berubah takut. "Tenanglah, aku tidak akan menyentuhmu, kecuali kamu yang minta disentuh." Moza berdecih, "Aku tidak akan pernah disentuh!" Kekehnya. Niki kembali pada raut wajahnya yang datar dan tanpa ekspresi. Membiarkan Gadis itu mengeluh karena ucapannya tadi. "Aku akan menunggu sampai kau mau disentuh." Ucap Niki sebelum memejamkan mata dan berbaring. "ISH! KAU MENYEBALKAN!" Pekik Moza kesal. Suara jangkrik dimalam yang gelap, membuat Moza tidak tenang tidur. Apalagi setelah mendengar cerita mengenai tempat ini. Moza benar-benar menyesal telah jauh bertanya. "Niki." Panggil Moza pelan. Suara dengkuran halus terdengar bergema, Moza menghela nafas. Astaga, lelaki ini bisa juga mendengkur seperti itu. Diamatinya wajah tampan yang tampak damai tertidur itu. Moza bisa melihat, Niki bukan pria sembarangan. Moza bahkan tidak mengerti, kenapa mereka bisa bertemu. Dalam kondisi seperti ini, Tepatnya Niki yang saat ini terlihat berantakan dan penuh luka. Moza kembali berpikir, apa nasib Niki sama dengannya? Menghindar dari keluarga yang seharusnya menjadi tempat mereka berlindung. Moza tidak menyadari, karena terlalu lekat menatap Niki, Dia hampir saja terjatuh dari atas dipan. Chup! Astaga! Bibirnya tak sengaja menyentuh bibir kenyal Niki yang penuh luka. "Manis." Ucap Moza setelah berbaring kembali dan menatap langit-langit gubuk, yang diterangi lampu petromak lama. Moza malah senyum-senyum sendiri, dan akhirnya bisa terlelap. Ternyata kecupan singkat yang tidak disengajanya, malah membuatnya tidur dengan lelap pada akhirnya. Moza kembali tersenyum dan menyentuh bibirnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD