Bab 3 : Cerita si orang kaya

1053 Words
Follow ** : @im_yourput ### Moza membantu Niki untuk membersihkan lukanya dengan air, agar tidak terinfeksi. Kebetulan, Mereka tak sengaja melihat daun sirih, Moza dengan cepat memetik beberapa helai sebelum ditumbuk dan ditempelkan kepada luka yang mendiami lengan Niki. Beberapa kali, Moza melihat Niki menahan diri untuk tidak meringis. Hal itu membuat Moza ngeri sendiri, ngapain juga dia menahan diri untuk tidak meringis, Padahal disini cuma ada dia dan Moza. "Kalau emang sakit, yaudah bilang sakit, jangan dipendam, gak enak." Ucapan Moza membuat Niki berdecih. "Lakukan tugasmu, jangan banyak berbicara." Jawab Niki. Moza menggeleng, "Aku kan cuma mau memberitahumu, kalau kamu memang mau mengeluh sakit, yaudah dikeluarkan, jangan ditahan." Niki memilih diam, tidak lagi membantah ucapan Moza. Tak lama, kelinci abu-abu itu datang membawakan mereka wortel dan juga kubis. Moza tersenyum melihatnya, setelah berhasil menutup luka Niki menggunakan daun tersebut. Moza menghampiri kelinci itu, lalu mengambil wortel dan kubis yang tak seberapa. "Terimakasih, Aku jadi merepotkanmu." Ucap Moza pada si kelinci. Kelinci itu menggeleng lucu, "Tidak apa-apa, persediaan makananku masih ada." Moza kembali tersenyum. "Terimakasih." Ucapnya lagi sekali, Nik yang melihat interaksi itu, hanya menggeleng lalu kembali menatap kearah lain. Si Kelinci tampak tak suka melihat tatapan Niki yang tadi. Dia mengadu pada Moza, "Ada apa dengan pria itu? Kenapa dia menatap kearah kita dengan angkuh?" Moza terkekeh. "Wajahnya memang seperti itu, jangan cepat tersinggung, kembalilah aku akan membuatkan makanan untuknya." Ucap Moza. Gadis itu menatap Niki yang masih melemparkan pandangan kearah lain. Wajah Niki memang terlihat angkuh dan tegas, Moza sangat tidak heran kenapa si kelinci bisa berpikir demikian. Siang ini hujan, untung saja setelah kelinci pergi, Moza memotong wortel dan kubis dengan pisau kecil yang hampir saja karatan disana. Moza berharap ada garam atau gula yang bisa dia gunakan sebagai penyedap makanannya. Kalau memang tidak ada, Moza akan membuat makanan manis. Karena wortel dan kubis itu manis baginya. Sembari menyiapkan api dengan kayu bakar yang tadi pagi ia cari disekitar gubuk. Moza mulai memanaskan air menggunakan kendi gantung. Moza biasanya melihat kendi seperti ini difilm fantasy tentang penyihir. Karena sangat mirip tempat para penyihir memasak ramuan mereka. "Apa yang sedang kau buat?" Suara Niki membuat Moza hampir terperanjat, Bahkan kini Niki berdiri dibelakangnya, menahan Moza agar tidak terjatuh. "Ada apa denganmu?" Tanya Niki yang untungnya, berhasil menangkap Moza. "T-tidak ada, kau duduklah, biar aku siapkan makan untuk kita." Moza mengutuk dirinya yang gugup karena berada didekat Niki. Astaga! Ada apa dengannya, kenapa jantungnya berdebar, darahnya juga berdesir. Moza menggeleng, mengenyahkan semua pikiran anehnya terhadap Niki. Moza meyakinkan diri, kalau kelakuannya ini karena tak sengaja mengecup bibir Niki ketika dia tidur. Sementara itu, Niki malah sibuk menatap sekitarnya. Kabut mulai turun ketika Hujan mereda, atmosfer mulai Dingin menusuk tulang. Niki bisa melihat Moza menghangatkan dirinya dengan berada didepan tungku api. Niki yang turut merasa kedinginan, akhirnya mendekat kearah Moza. Membuat Moza memberikan jarak diantara mereka. "Kenapa? Kau tidak suka aku berada disini?" Tanya Niki sinis. Moza menggeleng, "Diamlah disini, aku mau memeriksa makanannya." Moza yang awalnya berjongkok disekitar tungku api, bangkit untuk melihat dan mengaduknya. Moza menghela nafas lega karena berhasil menemukan garam, walau terlihat sudah sangat lama berada disana. Setidaknya Garam tidak akan cepat rusak dan masih bisa dipakai. Ada tiga mangkuk dengan dua sendok yang bisa digunakan mereka. Tentu, semua itu terbuat dari kayu, Karena Moza rasa, Pemburu itu membuatnya sendiri. "Kamu mau mencicipinya tidak?" Moza menunduk, untuk bertanya pada Niki yang masih berjongkok didepan tungku api. "Boleh." Moza menyerahkan sendok berisi air dan kubis. Niki mencobanya dalam suapan Moza. Namun, sedetik kemudian Niki merasa agak aneh dengan rasanya. "Bukannya hanya ada garam? Kenapa rasa kubis ini manis?" Niki bertanya-tanya. Moza menggeleng, "Mungkin karena Kubisnya segar, kata mamaku kalau ingin makanan enak, terutama kubis. Kita harus mencari yang segar." Jawabnya. Niki mengangguk pelan, Setelah itu Moza menarik sendoknya untuk digunakan kembali mengaduk makanan. Hal itu tak luput dari pandangan Niki, ada angin apa, dia tiba-tiba merasa damai melihat Moza yang seperti ini. Setelah cukup lama menunggu dalam keadaan keroncongan, Akhirnya makanan mereka jadi. "Silahkan dinikmati." Moza mempersilahkan Niki untuk makan duluan. Niki mengangguk, mengambil sendok lalu menyuapkan sup yang hanya berisi kubis dan wortel itu. "Rasanya biasa saja, Kurang penyedap rasa. Tapi cukup aku akui, ini lumayan mengingat keadaan kita dihutan sekarang." Moza memutar bolamatanya, lalu makan dengan lahap. Niki tersenyum tipis melihat Moza yang sama sekali tidak terusik makan, tanpa harus menyembunyikan sifat aslinya. Berbeda dari kebanyakan perempuan yang pernah ia temui dipesta makan malam pengusaha. "Makanlah pelan-pelan, nanti kamu tersedak." Peringat Niki, melihat Moza yang begitu rakus saat makan. "Ck, iya." Balasnya sembari berdecak. Padahal sebenarnya, Moza terlalu gugup diperhatikan oleh Niki. Sorot  Matanya yang tajam membuat Moza merasa tatapan itu menusuknya. Suasana hening, ketika mereka berdua masih asik mengisi perut yang terasa lapar. Dari kemarin mereka memang belum sempat mengisi perut karena tidur dari pagi sampai malam, itupun tertidur kembali karena masih lelah. Moza menatap Niki, setelah berhasil menghabiskan dua mangkuk. Dilihatnya pria yang masih tenang dengan makanannya itu. Moza penasaran, kenapa Niki bisa nyasar di hutan dengan luka yang begitu banyak? Sadar diperhatikan, Niki menatap siapa yang memperhatikannya, "Ada apa?" Tanya Niki tanpa ragu. Moza hampir salah tingkah, namun setelah itu dia menutup dengan pertanyaan, "Kenapa kamu bisa berada dihutan?" Niki tampak terdiam mendengar pertanyaan Moza. Agaknya, lelaki itu belum siap menceritakannya pada Moza. Gadis itu merutuki dirinya karena telah bertanya. "M-maaf a-aku t-tidak bermaksud--" "Tidak apa-apa, aku tau kamu pasti begitu penasaran." Moza menyengir, memperlihatkan deretan giginya. Niki menghabiskan suapan terakhir sebelum akhirnya mengatakan pada Moza, "Aku adalah calon raja." Moza hampir tertawa mendengar ucapan Niki. "Silahkan kalau mau tertawa dan tidak percaya, tapi itu kenyataannya." Moza tertawa kecil, "Maaf, Aku bukannya tidak percaya kamu calon raja, tapi negri kita kan dipimpin oleh presiden, bukan raja." Niki malah melemparkan senyum remehnya, mendengar ucapan Moza. "Raja dunia bisnis, Aku ini anak dari Ethan Ranggi." Moza mengerjabkan matanya. "Siapa itu Ethan Ranggi?" Ucapnya bertanya-tanya. "Ayahku." Jawab Niki. "Margaku Ranggi, Bukankah kamu familiar dengan marga itu?" Moza menggeleng. Niki berdecak sebal, "Sudahlah, biarkan saja, aku memang menduga kalau kamu tidak tau." Moza menyengir. "Singkat cerita, Ibuku telah tiada, Ayahku jadi seorang workaholic yang membuat Perusahaan mereka semakin maju dan berkembang pesat." Moza memperhatikan ucapan Niki. "Sampai akhirnya, Pamanku yang tamak itu ingin menguasai harta ayahku, Dia ingin menyingkirkanku dengan memberi pengaruh buruk kepada ayah." Pandangan pria itu lurus kedepan. Membuat Moza tampak sendu. "Dia mengatakan pada Ayah, kalau akulah penyebab Ibu meninggal. Namun, Ayah selalu menghiraukan ucapan Pamanku, Hingga saat aku berumur 20 tahun, Ayah sakit-sakitan dia ingin aku menggantikan posisinya." Moza tampak bisa menebak apa yang terjadi selanjutnya. "Sudah cukup, aku tau apa yang terjadi selanjutnya, Memang ya kehidupan orang kaya kadang tidak dapat dimengerti." Niki tersenyum mendengar ucapan Moza.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD