T E N T A N G L I O N T I N

2050 Words
Dalam jumlah hari yang telah dilalui kini jiwanya semakin membaik, lebih tepatnya Frada berpikir jernih lagi mengenai semua ini. Dia menerima tawaran ayahnya menjadi COO di SKA Corp walau usianya masih sangat muda. Frada pun tidak lantas bermalas-malasan untuk tidak melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Universitas Saint-Petersburg. Sebuah lembaga pendidikan yang paling disegani di seluruh Eropa menjadi salah satu keinginan Frada. Namun, dia baru saja mengajukan cuti di tahun ini dan berniat akan melanjutkan jika Xander sudah menjabat sebagai CEO SKA Corp. "Frada," suara tidak enak di telinga, yang merupakan asisten pribadinya menyerobot masuk. "Kau tahu, hari ini sudah jam 9. Kau terlambat sayang." "Ya, aku tau. Lagipula Papi tidak menyuruhku untuk datang cepat." Frada mengangkat kedua bahu, sambil menyemprotkan hairspray ke ujung rambut panjangnya. Eva. Berdiri sambil mencengkram buku agenda kecil, dia merasa gelisah karena ini hari pertama Frada di perusahaan. "Memang Tuan besar tidak memintamu untuk datang cepat, dia bermaksud agar kau santai Frada. Santai yang seperti…," "Jangan cerewet!" Frada bangkit. "Aku tahu apa yang aku lakukan ini sudah benar, mereka tentu akan menungguku. Bukan begitu?" Sejak hari itu, di mana pernikahannya dengan Tristan batal. Frada menjadi seseorang yang lebih giat dalam bekerja, bisnis yang sedang dikembangkan kembali akan bangkit. Ya, Frada yakini itu. Kemudian Frada mengambil mantel yang tergantung di lemari. Warna pastel yang menjadi kesukaan Tristan, entah apapun yang sedang dialami dalam hari-harinya Frada akan terus mengingat sosok mantan kekasih. Tanpa menunggu Eva, Frada keluar dengan didampingi 2 Bodyguard bertubuh besar dan tegap. Mereka segera berlari kecil ke arah mobil saat Frada telah berada di depan pintu. Namun, justru Frada berlari ke garasi untuk mengambil mobilnya yang lain. Apa yang sudah direncanakan secara matang, Frada telah menyiapkan kunci di dalam kantung mantel. Dia segera menghidupkan mesin mobil, tak lama dia langsung menyerang dua penjaga. Frada nekat dan hampir menabrak pengawal pribadinya. Mobil sport keluaran terbaru itu melintas bebas di jalanan, Frada tersenyum senang karena akhirnya hari ini bisa bebas dari belenggu Nathan. Namun, Frada teringat akan pesan Xander jika dia harus tetap menjalani hidup ini dengan benar. "Bukankah dia juga gagal meyakinkan Papi? Memasukkan wanita Indonesia itu ke keluarga Ivanska? Sial!" Frada berteriak, dia kesal karena ucapan Xander sangat tepat. Hanya Nathan yang akan membawanya pada kehidupan seorang Frada dan semangat yang baru. "Baik," Frada mengepalkan tangan. "Kau bisa Frada! Jangan khianati dirimu sendiri dengan menyusahkan hatimu! Ok, Tristan bukan masalah lagi! Dia… Sudah mati!" Namun Frada memukuli stir mobil, dia telah berusaha mendapatkan cara untuk bebas. Kemudian Frada meraba-raba tas untuk mengambil sesuatu, kemudian mencari korek api. Tak lama dia menyalahkan ujung rokok, lalu menghisapnya dalam-dalam. Satu hingga tiga kali, Frada teringat apa yang selalu Tristan katakan. 'Rokok membawa banyak penyakit'. Ah sial. Frada tetap menghisap benda itu dengan memejamkan mata, bermaksud mengusir semua suara yang ada di kepala. Setelah puas bersantai dengan sebatang rokok, Frada segera menuju ke SKA Corp. Bersamaan sebuah panggilan datang, Eva. "Ya, ada apa?" "Memang kau ini selalu membuatku dalam kesulitan! Ayahmu menunggu, kau di mana?" Eva seperti berbisik, dan Frada tidak peduli hal itu. "Secepatnya, tunggu saja!" Frada langsung mengakhiri, dia memutar arah mobil. Rupanya Frada memang tidak bisa lepas dari Nathan. Pria satu itu sangat berkuasa penuh atas dirinya, sejak kecil sosok itu selalu ada untuknya. Bahkan Frada hanya akan berangkat ke sekolah jika Nathan ada di rumah. Mengumpulkan niat untuk kembali ke kantor sudah Frada lakukan, dia memutar arah mobil ke tempat yang sudah dijanjikan. Gedung induk yang terletak di tengah kota Moskow, namun saat akan kembali jalan Frada tidak sengaja hampir menabrak seseorang. Untung Frada menyadari hal itu dengan cepat, dia langsung turun dan mencoba untuk menghampiri seorang wanita. "Hei, kau baik-baik saja?" Frada berjongkok, dia merapikan rambut yang sempat berantakan. "Tidak apa-apa Nona, saya… Baik-baik saja." jawab wanita dengan paras cantik, bibir terbelah dan mata abu-abu. "Kau yakin? Tapi… Sepertinya kau… Terluka." melihat siku itu terluka, Frada sempat panik. Dia tidak ingin wanita itu mengalami luka dalam di bagian tubuh lain. Seperti terburu-buru, wanita itu langsung membersihkan sisa noda di telapak tangan juga lutut. "Sungguh, aku baik-baik saja." "Sebentar!" Frada memastikan, dengan telapak tangan mencoba menahan. Frada langsung mengambil obat di dalam mobil, dia hanya ingin memastikan wanita itu hanya mengalami luka kecil. "Sini, biar aku obati luka mu!" Wanita itu mengikuti, Frada berdiri di sisi badan mobil sambil menyiapkan kapas juga cairan pembersih luka. "Aku hanya ingin tahu apa kau tidak mengalami masalah serius atau tidak." "Maaf, tapi benar aku baik-baik saja. Dan… Tidak perlu diobati Nona! Aku… Buru-buru." ucap wanita itu pelan. Bahkan memaksa saja Frada tidak bisa, dia pun membiarkan. Namun, saat wanita itu berbalik arah Frada sempat melihat liontin yang sangat dikenal. Dia pun memberanikan diri mencegah langkah itu jauh, Frada memperjelas penglihatannya. Liontin naga mengelilingi segitiga, terdapat warna berlian hitam yang menyatu pada bagian kepala naga dan di tengah-tengahnya. "Ini… Pemberian dari… Suamiku di hari pernikahan kami." ucap wanita berambut pirang, dia tahu Frada sedang memperhatikan kalungnya. Tiba-tiba saja Frada tersedak ludahnya sendiri, dia merasa sakit kepala dan ingin muntah. "Oh begitu, ya… Itu… Sangat bagus, maksudku… Liontin itu bagus." "Terima kasih," wanita itu tersenyum manis. "Maaf Nona…," "Frada, kau panggil saja aku Frada!" "Oh, baiklah Frada. Aku… Feodora. Kita sama-sama memiliki nama depan huruf F." jawab wanita itu membetulkan posisi tas jinjingnya. "Ha… Ya, F. Huruf F." tawa Frada sangat terpaksa, karena dia masih fokus pada kalung yang dipakai Feodora. "Baiklah, aku harus pergi. Semoga kita bisa bertemu kembali, Frada." wanita itu bergegas pergi, tidak lupa melambaikan tangan. Tatapan Frada kosong, dia juga tidak sengaja menjatuhkan kotak obat. Lalu kemudian dia menangis tanpa kejelasan. "Ah Frada, berhenti! Bisa saja ada orang lain memiliki kalung itu! Ya… Bukan hanya Tristan. Berhenti memikirkannya, Frada!" Kemudian Frada membungkuk pada kap mobil, dia menangis sesenggukan. Belum pernah dia menemukan kalung yang sama seperti milik Tristan, walau tidak menutup kemungkinan jika benda itu didesain oleh orang yang sama. Dan kemudian suara panggilan datang dari ponselnya di dalam mobil, Frada langsung menghapus air matanya dan mencoba untuk tahu siapa dibalik panggilan itu. Nathan. Ayahnya sudah lama menunggu, itu pasti. "Ya Pi, ada apa?" "Sweety, kau di mana?" tanya Nathan dengan suara bass nya. "Ah aku… Um… Bentar, aku ingin membeli sesuatu untukmu. Ini aku akan segera datang." panggilan berakhir, Frada menghapus air matanya dan merapikan tatanan wajah. Dan kemudian Frada menuju toko guci, dia ingin menghadiahi Nathan dengan guci indah. Walau tak sebagus di rumah, setidaknya Frada benar-benar mempunyai alasan terlambat. [...] Satu jam berlalu, pikiran entah terbang ke mana yang jelas Frada tidak fokus akan apa yang ada di depannya. Berkas yang telah ditandatangani oleh Nathan menjadi momok membosankan, dia pun enggan membaca bahkan menyerahkan semua itu pada Xander. "Aku tidak tahu harus apa dengan berkas itu." Kemudian Xander menarik map berada di atas meja, dia mencermati semua yang tertulis di sana. "Kau harus mempelajari ini sebelum menjadi COO di SKA. Kau paham?" Frada hanya menatap dengan pandangan serius ke arah Xander. "Ya, aku paham. Kira-kira kapan aku bisa… Cuti Kak?" "Cuti? Yang benar saja, Frada. Kau baru mulai bergabung dengan kami sepekan lalu." Xander protes, dia pun tahu apa yang sedang dialami adiknya. "Ok, begini. Bagaimana jika kita jalan-jalan sebentar? Hanya kau, dan aku." ajak Xander sungguh-sungguh. Yang Xander pikir Frada akan tersenyum senang, namun nyatanya tidak. Justru Frada menyisihkan bibirnya miring. "Baiklah, aku akan mentraktir. Apapun yang ingin kau beli, aku yang bayar." Tawaran yang selalu membuat Frada tidak pernah menolak, tetapi kali ini dia menggelengkan kepala. "Aku hanya ingin tidur seharian." Entah semangat Frada luntur setelah dia melihat liontin yang sama dengan Tristan di leher seorang wanita. "Kak, apa aku bisa bertanya sesuatu?" "Apa saja!" Xander mempersilakan. "Kalung, yang… Tristan pakai, apa… Kakak tau dia pesan di mana? Siapa desainer nya?" tanya Frada menahan napas, sebenarnya tidak ingin orang lain tahu jika masih memikirkan sosok itu. "Kalung? Sebentar," Xander mencoba mengingat sesuatu dan terbesit ingin membuat sebuah kebohongan. "Yang biasa Tristan pakai?" Frada seketika menegakkan punggung dari kursi ruang rapat. "Iya, benar. Berlian hitam itu… Yang asli." Menerima hal itu Xander langsung berpikir keras, mengapa Frada ingin tahu. "Ah, aku tidak tahu Frada. Kau pikir aku harus tahu semua apa yang dilakukannya dan benda apa saja milik Tristan?" Tentu Frada kehilangan lagi semangatnya, dia kembali menjatuhkan wajah dia meja ditumpu oleh kedua tangan. "Aku hanya bertanya." Walau Xander tidak memberikan jawaban, dia memiliki ide untuk datang langsung ke toko perhiasan. Liontin itu pernah diperbaiki di sana, Tristan pernah bercerita tentang hal itu. Namun, ciri nya Xander telah lupa. Bagaimana wujud dari kalung itu. "Memangnya bentuk dari kalung itu bagaimana?" tanya Xander santai, dia tidak memberikan tanda apapun. "Seperti naga yang melingkar pada berlian hitam di kepala dan di tengah-tengah segitiga itu. Besar berlian itu seperti potongan biji almond." jelas Frada pelan, dia masih penasaran. Tetapi ambisinya telah hilang. Lalu Xander bangkit sambil menjumput berkas di meja. Pikirannya bekerja untuk memikirkan tentang apa yang dikatakan oleh adiknya. Kalung? Naga dan segitiga? Benar-benar ini sangat sulit. "Sore ini kita bertemu, kau harus belajar!" "Ya, Kak Xander." jawab Frada pelan, samar suaranya terdengar sesak. [...] Sementara, waktu terus berlalu dan Xander bergegas pergi ke suatu tempat di mana merupakan toko perhiasan terbesar di Moskow. Dia tidak ingat bentuk liontin tersebut karena Tristan tidak pernah menunjukkan ciri yang pasti. Dia disambut oleh salah seorang yang merupakan manajer toko, Xander pun tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Dia menyebutkan ciri dan maksudnya, tak lama Xander diajak bertemu dengan seseorang yg penting di toko itu. Orang dengan keahlian menggambar mewujudkan maksud Xander tentang liontin tersebut. "Aku hanya ingin tahu apa… Liontin itu dibuat di sini?" Kemudian sang manajer mengamati desain tersebut. "Sepertinya ini liontin dari pasukan elit suatu negara dan mungkin saja tidak dibuat di sini." Pasukan elit? Xander ingin tertawa namun bingung. Mengapa Tristan memiliki benda berharga tersebut? Haruskah Xander berpikir lain dan lebih keji? "Kira-kira… Anda bisa menceritakan kapan benda ini dibuat?" "Baik, sebentar!" salah seorang wanita mengambil buku besar tersimpan rapi di lemari, salah satu dari ratusan buku itu membuat perasaan Xander tidak karuan. Perlahan buku besar itu terbuka dan menunjukkan ratusan bahkan ribuan desain liontin, Xander tentu kebingungan. "Kira-kira… Bagaimana saya mencarinya?" "Anda tidak usah khawatir Tuan," wanita itu mengambil laptop nya. "Saya akan mencari dengan nomor seri." "Bagaimana caranya kau mencari? Aku… Tidak tahu nomor seri di sana." tanya Xander tidak paham, mengapa manajer itu tetap saja mencari dengan nomor seri yang tidak tercantum di dalam sketsa. Lalu Xander diam sambil melihat kesibukan itu, mereka pun menemukan bentuk yang pas liontin tersebut. "Tuan, ini yang Anda cari." Dari sketsa itu memang sangat mirip, Xander lupa namun juga mengingat bentuk naga melilit bentuk segitiga. "Ya, benar. Tapi… Ini… Yakin milik sebuah organisasi?" "Ya Tuan, sepertinya ini bukan berasal dari Rusia." Betapa Xander tidak mempercayai ini. Yang dia tahu Tristan hanya anak seorang penjual buah di pinggir jalan, bahkan keahlian dalam bela diri didapatkan dari Nathan ketika Tristan menjadi pengawal pribadi di keluarga Ivanska. Sungguh, Xander tidak memahami semua itu. Dia mulai pening, kemudian mengalihkan pandangannya ke suatu arah. "Kira-kira… Siapa pemilik utama kalung itu?" "Pemilik utama yang sah? Sayangnya itu sangat dilindungi, kami hanya bisa menemukan bentuk yang 90% sangat mirip." manajer itu berkata, dia mengeja keterangan dengan tulisan Rusia. Apa arti semua itu? Xander bingung, dia menduga jika Tristan telah mencuri benda itu dari seseorang. Yang Xander tahu, Tristan mencari uang untuk pengobatan ibunya. Kemungkinan besarnya Tristan telah merampas benda itu. "Baiklah, terima kasih." Xander pamit, dia tidak ingin membahas hal ini di depan orang asing. "Sama-sama Tuan Ivanska. Selamat datang kembali." ucap manajer itu sambil tersenyum ramah. Sebuah keadaan sulit jika Xander menemukan fakta lain, atau Tristan melakukan perbuatan tidak benar. Itu akan membuat Frada semakin terpuruk, tetapi kemudian Xander merasa penasaran dengan nama lengkap Tristan. "Orang itu, kenapa… Punya identitas lain? Kenapa dia bisa memiliki liontin tersebut?" Tidak mungkin. Xander mencecar dirinya sendiri agar tidak berpikiran buruk mengenai sahabatnya. 10 Tahun lamanya dia telah mengenal Tristan, sejak Nathan membawanya gabung ke SKA Corp menjadi pemimpin keamanan di perusahaan. "Aku akan cari tahu ini sendiri, dan Frada tidak boleh tahu tentang ini!" Xander bahkan tidak mengingat ke mana pintu utama toko, dia sedang fokus tentang temannya. Meski tidak membawa kabar yang akurat, Xander pergi untuk menemui Frada sore ini. Dia hanya ingin menjalin hubungan kerja lebih profesional dengan adiknya, karena Frada sudah saatnya menggantikan posisi COO di SKA Corp.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD