Bab 2

1065 Words
Mereka mulai memasuki wilayah perkantoran. Banyak gedung-gedung pencakar langit di sana. Kota Seoul merupakan wilayah pilihan Kang Dae Jung mendirikan perusahaannya. Mobil berbelok ke arah gedung tinggi yang tidak bisa dihitung jumlah lantainya dari mobil yang dinaiki oleh Aydan dan Dara. Jelas lebih tinggi dari perusahaan Adhitama dan NJO yang ada di Medan. Mereka masuk ke parkiran di salah satu baris VVIP berwarna biru lantainya. Jae Sun memperbolehkan mereka turun. “Akhirnya kita sampai. Maaf aku membawa kalian ke basement terlebih dahulu karena aku ingin memperkenalkan perusahaan ini dari bawah,” ujar Jae Sun. “Iya, Paman. Kami akan mengikutinya.” “Kau punya sandal tanpa tumit?” tanya Jae Sun menatap kaki Dara bertumpu di sandal setinggi 5cm itu. “Ah, ada. Dara akan menukarnya.” Wanita itu segera ke bagasi dan mencari sendal tepleknya. Jae Sun memikirkan beban tubuhnya akan membuat kaki Dara lelah menopang bobot pribadi dan perutnya. “Min Joon, di sana adalah ruangan keamanan pertama. Tugas mereka adalah memantau cctv di arena parkir dan bagian luar gedung,” jelas Jae Sun menunjuk ke arah pos penjagaan yang memiliki ruangan terbuat dari kaca ekstra tebal dan tidak bisa ditembus oleh peluru apa pun. Cctv juga ada di setiap pilar yang menyanggah gedung ini. “Berapa lantai gedung ini, Paman?” “Awalnya gedung ini hanya 8 lantai saja, tetapi karena kebutuhan semakin tinggi maka almarhum papamu menambah lantai menjadi 20 lantai.” “Tinggi sekali,” sahut Aydan tersenyum. “Yah, dia hanya takut kalau kurang tempat, akhirnya setelah menjalani beberapa tahun setelah kepergian Dae Jung, 5 lantai di atas kami sewakan dan uangnya menambah kas perusahaan,” ujarnya. “Ah, begitu. Jadi kita pakai 15 lantai saja?” “Ya, benar.” Aydan mengangguk paham. Pantas saja parkiran di sini ada dua lantai. Sebab kemungkinan karyawan menggunakan kendaraan roda dua dan roda empat sangat besar. Dara selesai menukar sendalnya dengan sepatu selop berwarna hitam. Lagian tidak terlalu kelihatan juga dia pakai sandal, sebab bajunya panjang. “Kau pakai cadar selama di sini?” tanya Jae Sun ragu. “Memangnya ada yang salah dengan cadar?” tanya Aydan balik ke Jae Sun. “Ahaha, menurutku kalau di Indonesia itu semua tidak aneh, tetapi dia akan jadi pusat perhatian.” Dara menatap suaminya, keputusan ada di tangan Aydan. “Tidak masalah, dia juga tidak setiap hari di perusahaan.” “Oke, ayo pergi!” ajak Jae Sun mengarahkan mereka ke ruang pengamanan yang telah ditunjuknya tadi untuk memperkenalkan Aydan pada mereka. Begitu mereka bertiga melangkah, sontak beberapa orang datang dari lift. Mereka berpakaian serba hitam dan menggunakan alat komunikasi di telinganya. Mereka berjalan di belakang dan depan Jae Sun. “Selamat siang, Pak!” “Siang, semua aman?” tanya Jae Sun. “Ya, Pak. Kalau boleh saya tahu, Bapak mau ke mana?” tanya pria yang berjalan di samping Jae Sun. “Ke ruang keamanan.” “Baik!” mereka mengawasi sekitar dan memastikan bahwa bos dan tamunya aman. Aydan merasa mereka sangat berlebihan, tetapi itulah kehidupan. Di mana kaki berpijak, disitulah langit dijunjung. Lain lubuk, lain ilalang, beda wilayah makan beda cara bersikapnya. Pekerja keamanan dalam ruangan melihat bos mereka dalam perjalan ke ruangan. Sontak mereka yang sedang bersantai dan makan mie instan langsung menutup mie dan menyemprotkan pengharum ruangan agar tidak merusak indera penciuman Jae Sun saat masuk. Pintu otomatis terbuka meski tanpa diminta. Jae Sun beserta keponakannya berdiri di depan pintu. Aroma itu tetap saja terselip di balik wangi bunga mawar yang terhirup. Jae Sun masuk, wajahnya dingin dan mencari biang masalah dari penciumannya. “Meski kau menyimpan bangkai dengan baik, aromanya pasti akan terendus oleh makhluk lain,” sindirnya. Pria yang sedang mengunyah mie tadi langsung menelan mienya dan menyeka bibirnya. Mereka mengucapkan kata sapaan pada Jae Sun dan pria itu membalasnya singkat. “Apa ada masalah?” tanya Jae Sun. “Tidak ada, Pak!” jawab salah satu dari mereka. “Bagus. Terus bekerja dengan baik, berikan dedikasi terbaikmu dan raih gelar karyawan top setiap tahun agar bisa mendapat bonus tambahan.” “Siap, Pak!” jawab mereka serentak kemudian melihat ke arah Aydan dan Dara. “Saya ke sini ingin mengajak jalan calon penerus perusahaan ini. Dia adalah Kang Min Joon, anak dari Kang Dae Joon, Kenali dia, jangan buat kesalahan padanya dan istrinya, Dara Anita,” papar Jae Sun. “Siap, Pak!” “Bila menemukan mereka dalam kesusahan di manapun kalian berada, segera bantu.” “Siap, Pak!” Aydan tersenyum pada mereka semua dan membuat mereka meleleh pada senyumannya yang ramah. Mereka kita Aydan akan galak seperti Jae Sun. “Selamat sore, Bapak Kang Min Joon dan Ibu Dara Anita! Perkenalkan nama saya Song Ji Yoo, ketua keamanan level pertama,” sapa seorang pria pada Aydan. “Selamat sore, Song Ji Yoo! Saya Kang Min Joon, salam kenal kembali,” sahut Aydan dan Dara hanya mengangguk saja. “Istri saya tidak mengerti bahasa Korea,” ujar Aydan lagi. “Oh, maaf kan kami, Bu!” ucapnya dalam bahasa Inggris. “Tidak apa-apa, jangan sungkan!” Dara menjadi canggung pada mereka. “Mereka adalah rekan tim kerja saya yang akan bertugas dalam level pertama,” sambung Ji Yoo kemudian memperkenalkan tiga karyawan lain pada Aydan dan Dara. Ketiga orang itu menyapanya juga dengan ramah. Jae Sun segera membawa keponakannya ke tempat lain, tidak ingin menghabiskan waktu di sini saja. Aydan memegang tangan istrinya kemudian keluar dari ruangan. Jae Sun menunjuk ke arah meja dengan telunjuk kanannya. “Makan di luar, jangan buat ruang kerja menjadi bau seperti ini,” tegurnya. “I-iya, Pak! Maafkan saya!” Jae Sun meninggalkan ruangan itu dan mengajaknya ke lift. Mereka akan mengelilingi tiap lantai dan memperkenalkannya pada Aydan. Dalam ruangan keamanan level satu, masih tersisa pembicaraan mengenai Aydan dan istrinya. “Dia anak Kang Dae Jung?” “Hah, aku kurang yakin,” sahut temannya. “Aku malah bingung melihat istrinya berpakaian seperti itu,” sahut ketua tim. “Haha, benar! Dia seperti teroris.” “Hush! Jangan bicara sembarangan, kalian akan kena masalah bila tahu sedang membicarakan mereka. Kang Min Joon, Dia mirip seperti ibunya,” sambung seorang wanita di dalam. “Kau kenal pada istri Kang Dae Jung?” “Aku pernah melihatnya dan dia memang mirip dengan mereka berdua kalau kau melihatnya lagi dengan teliti,” bela wanita itu. Sontak ketiga pria itu diam dan melanjutkan kerjanya, tidak mau memikirkan sesuatu yang bukan urusannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD