bc

Suami Penggantiku Adalah Bosku

book_age18+
276
FOLLOW
1.3K
READ
HE
opposites attract
arrogant
boss
heir/heiress
drama
bxg
affair
substitute
like
intro-logo
Blurb

“Selamat datang dikehidupan baru, Grace,” bisik Ale membuat tubuh Grace meremang. “Jadi istri yang baik.”

Tubuh Grace membeku mendengar suara mengerikan itu. “Kenapa bisa kamu?” tanyanya parau. “Aku nggak nikah sama kamu. Bukan kamu mempelainya.”

Ale mengusap air mata Grace yang masih mengalir. “Sekarang, kita sudah sah jadi suami istri. Nggak peduli apa yang terjadi, kamu istriku.”

chap-preview
Free preview
1-NAMANYA BOS ALE
Hidup yang orang lain inginkan belum tentu lebih baik dari kehidupan yang telah mereka dapatkan *** Grace Mineola, wanita berusia 28 tahun bertubuh langsing dan berparas cantik. Hampir seluruh orang yang melihat Grace pasti akan menggumamkan kata 'sempurna'. Tetapi bagi Grace, dia tidak memiliki kesempurnaan itu. Bahkan, Grace merasa tidak ada yang bisa dibanggakan dari dirinya maupun hidupnya. Saat berusia tujuh tahun, Grace ditinggal ibunya. Dari kecil hingga dewasa dia hidup dengan ayahnya seorang. Namun, tiga tahun yang lalu Grace hidup sebatang kara karena ayahnya meninggal setelah berjuang melawan serangan jantung. Menjalani hidup seorang diri membuat Grace lebih dewasa karena keadaan. Dia sama sekali tidak menggantungkan hidupnya ke orang lain. Namun, hidup sebatang kara bukan berarti dia benar-benar sendiri. Dia memiliki seseorang spesial bernama Ernes, tunangannya. Ernes lelaki berusia tiga puluh tahun yang selalu ada di samping Grace setelah ayahnya tiada. Ernes bekerja sebagai manager di perusahaan konveksi milik ayah Grace. Berawal dari Grace yang sering main ke kantor hingga akhirnya berkenalan, menjalin hubungan dan bertunangan tiga bulan lalu. Kini Ernes yang menggantikan mengurus perusahaan konveksi itu. Sedangkan Grace masih terikat kontrak kerja di sebuah perusahaan makanan instan di bagian marketing dan dikontrak selama lima tahun. Grace tidak bisa seenaknya sendiri pergi lalu mengurus perusahaan mendiang ayahnya. Dulu Grace menolak saat ayahnya menawari bekerja di perusahaan sendiri. Alasannya, dia ingin mandiri dengan bekerja di perusahaan orang lain. Tetapi sekarang, Grace menyesali itu. "Masih dua tahun lagi." Grace menggumam. Setiap datang ke kantor, Grace selalu melihat kalender dan memberi silang. Dia ingin cepat pindah dari perusahaan. Bukan karena tidak betah, tapi ingin segera mengelola perusahaan konveksi milik ayahnya. "Selamat pagi!" Grace segera meletakkan kalender yang dipegang ke sudut meja. Dia mendongak, melihat lelaki seumuran Ernes dan seorang wanita berdiri di tengah ruangan. Grace lalu melihat teman sedivisinya berbondong-bondong mendekat. Sadar siapa yang datang, Grace segera bangkit. Dia berjalan cepat mengikuti temannya lalu berdiri tepat di depan lelaki yang tak lain adalah bosnya. Mata bundar Grace mengamati lelaki itu. Dia melihat mata biru yang terlihat tajam dengan rahang mengeras. Grace menghela napas, bosnya selalu seperti itu tidak ada senyum sedikitpun. Bosnya memang tampan, tapi tidak dengan perilaku yang seenaknya sendiri. Paras hanyalah nilai tambahan, nilai utama manusia adalah perilaku. Begitu menurut Grace. "Kalian dengar apa yang saya katakan?" Semua karyawan mengangguk patuh, kecuali Grace. Dia menatap bosnya sambil mengernyit. Semua rekan sedivisi menatap Grace khawatir. Apalagi, ketika bosnya menatap dengan pandangan tajam. Divisi marketing takut kena hukuman dari bos yang sangat tak bersahabat itu. "Hei! Anda dengar suara saya?" Grace tergagap saat suara dingin itu terdengar di telinga. Dia menoleh, menatap teman-temannya yang tampak sebal. Grace mengangkat bahu, tidak tahu penyebab kekesalan temannya. "Kalian kenapa?" tanyanya tanpa sadar. "Harusnya pertanyaan itu untuk, Anda. Kenapa melamun di saat saya memberikan instruksi?" Pandangan Grace beralih ke depan dan mendapati bosnya yang menatap tajam. Grace tersenyum tipis. Dalam hati baru sadar telah melakukan kesalahan. Bodoh! Grace, bodoh! "Anda, ikut ke ruangan saya!" Semua orang di ruangan memandang Grace. Sedangkan yang diperhatikan menunduk takut. Duh, bakal dimarahi gue! *** Brak.... Tubuh Grace berjingkat mendengar pintu di belakangnya ditutup kencang. Dia melirik ke kiri, mendapati seorang lelaki yang melewatinya. Pandangannya lalu tertuju ke lelaki berjas hitam yang sekarang berjalan menuju meja. Grace lalu tersentak, kala lelaki itu tiba-tiba berbalik dan menatapnya. "Namamu?" Grace merinding mendengar pertanyaan itu. "G... Grace, Pak," jawabnya agak gugup. "Sudah berapa tahun bekerja di sini?" "Emm, tiga tahun." "Jawab tanpa am-em bisa?" Tanpa sadar mata Grace terpejam. Bulu kuduknya kian meremang mendengar sentakan itu. Lantas dia menarik napas panjang dan berusaha untuk menguasai diri. Beberapa detik kemudian, Grace mengangkat wajah dan menatap bosnya dengan mantap. "Tiga tahun, Pak." "Sudah tiga tahun." Ale bersedekap sambil memperhatikan Grace naik turun. "Harusnya kamu tahu saya dapat predikat apa." "Ya," jawab Grace. Bos yang tidak bersahabat. Siapa coba yang tidak tahu julukan itu? Selama tiga tahun bekerja, Grace tidak pernah berbuat ulah. Dia bukan karyawan berprestasi, tetapi tidak juga bodoh. Bisa dibilang, dia karyawan yang berada di zona nyaman. Pengecualian hari ini. Entah, apa yang merasuki Grace hingga melamun saat bosnya memberi instruksi. "Tenang, kamu bukan karyawan pertama yang saya tegur," ujar Ale melihat wanita di depannya berdiri kaku. "Huh...." Grace mendadak lega. Meski itu berlangsung sesaat. "Maaf, Pak." Ale menatap Grace penuh pertimbangan. "Saya bukan orang yang gampang memaafkan." "Ya, Pak. Tapi, saya tetap minta maaf." "Gitu?" Grace mengangguk lalu menunduk lagi. "Saya menyadari kesalahan saya." Ale menurunkan tangan lalu berbalik menuju meja kerjanya. Dia duduk di kursi kebesarannya yang terasa empuk dan nyaman. Tetapi, pandangannya tidak teralih dari sosok wanita berambut panjang yang digerai itu. "Hukuman yang pantas buat kamu...." Perlahan Grace mengangkat wajah. Cara bicara Ale yang tegas dan mengintimidasi sukses membuatnya mengepalkan tangan. Emang bos harus seberkuasa itu? "Belikan saya sarapan saja," ujar Ale. "Itu hukuman paling gampang yang pernah saya kasih." "Terima kasih atas kebaikan hatinya." Grace membungkuk sopan lalu berdiri tegak. "Jangan senang dulu. Kamu tetap saya tandai sebagai karyawan yang pernah melamun saat saya memberi instruksi." "Iya, Pak." Tentu Grace tidak ada kuasa untuk melawan. "Saya boleh keluar sekarang?" "Silakan!" Ale menggerakkan tangan ke arah pintu sambil tersenyum samar. *** Ale menatap pintu ruang kerjanya. Beberapa menit yang lalu seorang wanita keluar dengan kaki menghentak, membuatnya tanpa sadar terkekeh. Alesandro Andif, lelaki berusia tiga puluh tahun yang mendapat predikat bos tak bersahabat dikalangan karyawan. "Wanita menggemaskan." Ingatan Ale kembali berputar ke kejadian beberapa menit yang lalu saat memerintah Grace ke ruangannya. Bisa-bisanya wanita itu melamun saat dia memberikan instruksi. Plus, wajahnya tampak polos dengan mata bundar yang menatap tanpa dosa. Tok..tok..tok.. Ale tersentak mendengar suara itu. Dia menegakkan tubuh dan mengubah ekspresinya agar terlihat serius. "Masuk," jawabnya setelah menguasai diri. Pintu kayu bercat cokelat itu perlahan terbuka. Ale pura-pura membaca dokumen, tapi dari ekor matanya mampu melihat Grace berdiri di depan pintu. "Ini sarapannya, Pak." Ale mendongak, menatap Grace yang berjalan cepat menuju meja. Perhatiannya lalu turun ke rok pensil yang dikenakan wanita itu. Dia heran, mengapa wanita itu bisa berjalan cepat dengan rok seperti itu. "Siapkan untuk saya," kata Ale ketika Grace berdiri di depan meja. "Ck...." Mendengar itu Grace mencibir. Hanya karena melamun, dia mendapat hukuman untuk membeli sarapan. Padahal, Grace sendiri juga belum sarapan. "Tunggu apa lagi?" Grace menghentakkan kaki ketika suara itu terdengar. Dia berjalan keluar, lalu berdiri di depan meja sekretaris Ale. "Pantry-nya di mana?" tanyanya sambil memperhatikan sekretaris Ale yang memakai kemeja ketat dengan make up tebal. Sudah bukan hal baru lagi melihat sekretaris bos yang menor itu. "Di belakang." Setelah mendapat jawaban, Grace melenggang pergi tanpa mengucapkan terima kasih. Dia berjalan ke lorong yang berada di sebelah ruangan Ale. "Padahal, pantry-nya deket. Kenapa dia nggak mau nyiapin sendiri atau enggak suruh sekretarisnya yang menor itu kek, dasar bos tukang perintah!" Grace sampai di sebuah ruangan yang tidak terlalu besar, tapi terlihat bersih dan lengkap seperti dapur pada umumnya. Grace mengamati pantry, dalam hati ingin kantor ayahnya juga disediakan pantry khusus. Cukup lama Grace mengagumi ruangan rapi nan bersih itu hingga dia sadar tujuannya. Buru-buru dia mengambil mangkuk dan menuangkan bubur yang tadi dibeli. Setelah selesai memindahkan, dia menatap bubur itu dengan lapar. Iseng, Grace menyendok bubur dan hendak memakannya. "Nggak boleh. Dia tetep bos gue," ujar Grace lalu meletakkan sendok itu ke tempat kotor. "Huh, semoga nggak ada perintah lagi!" Grace mengangkat mangkuk itu dan keluar dari pantry. "Ini sarapannya, Pak." Begitu sampai ruangan bosnya, Grace segera meletakkan semangkuk bubur itu di atas meja. Ale mendongak. Satu alisnya terangkat mendapati Grace yang datang sambil membawa mangkuk dengan senyum tipis. "Kenapa senyum-senyum?" "Ha?" Grace mengernyit, tidak sadar jika tersenyum. Dia menggeleng lalu menarik bibir ke dalam. "Perlu bantuan lagi, Pak?" "Kamu pelajari laporan yang tadi dibawa sekretaris saya." Grace mengangguk. Meski baru tahu jika sekretaris Ale tadi datang membawa laporan. "Baik, Pak." "Ingat, ini peringatan pertama saya." "Iya, Pak." Ale memperhatikan Grace dengan intens. Ditatap seperti itu membuat Grace mendadak gugup. Dia memegang sisi roknya dengan erat sambil berusaha menguasai diri. "Gugup?" tanya Ale dengan senyum mengejek. Glek.... Grace tanpa sadar menelan ludah. "Ti... tidak...." Ale melirik ke tangan Grace yang mencengkeram sisi roknya. "Bohong." Dada Grace terasa sesak. Haruskah bosnya sejujur itu? Apa salahnya pura-pura tidak tahu? "Pak. Saya boleh pergi?" "Sebentar, saya harus hafal wajah karyawan yang hari ini bikin ulah," ujar Ale sambil menatap Grace lebih serius. Beberapa detik kemudian dia mengibaskan tangan. "Saya permisi!" Grace segera berbalik dan berjalan cepat menuju pintu. Ale mengangguk kecil sambil memperhatikan Grace yang berjalan mantap keluar ruangan. Setelah Grace keluar, Ale hanya melirik semangkuk bubur di depannya. Dia mendorong mangkuk itu dan melanjutkan pekerjaannya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.8K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.3K
bc

My Secret Little Wife

read
97.9K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.2K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook