The Wo(Man) - 05

1599 Words
“Saya cukup penasaran kenapa kamu menyamar sebagai laki-laki seperti ini,” bisik Ridwan seraya meremas pundak Riyu. “S-saya tidak mengerti dengan apa yang anda katakan. Saya ini laki-laki!” sergah Riyu sambil mendorong Ridwan dengan sekuat tenaga. “Hahahaha … jadi kamu itu laki-laki? Kalau begitu ayo kita lihat saja.” Ridwan langsung meringsek dan menyerang Riyu. Lelaki berusia 30 an tahun itu terlihat sangat bernafsu seperti hewan buas yang sudah mendapatkan mangsanya. “Lepaskan saya! Lepaskan saya …!” Riyu terus meronta-ronta. Kreet. Riyu pun terkesiap saat Ridwan berhasil merobek baju kaosnya. Dengan cepat Riyu langsung menyilangkan tangan di d**a untuk menutupi tubuhnya. “Katanya kamu itu laki-laki, lalu itu apa?” tanya Ridwan sambil terkikik pelan. Deg. Riyu semakin panik. Gadis itu benar-benar terlihat ketakutan sekali meringkuk di atas kursi. Sementara itu Ridwan kini sedang melepaskan satu persatu kancing bajunya dengan tatapan liar dan penuh gairah. “Tenang saja! Saya akan melakukannya dengan lembut. Kamu pasti akan menyukainya. Bukankah ini sebuah bonus yang luar biasa … saya memberikan kamu pekerjaan dan saya juga memberikan kamu sebuah kesenangan,” ucap Ridwan lagi. Air mata Riyu pun langsung menitik pelan. Sejenak dia benar-benar merasa kalut, tapi kemudian tatapannya beralih pada sebuah balok kayu berukuran kecil yang tergeletak di lantai. Riyu pun menatap Ridwan sekilas. Lelaki itu masih sibuk melepas kemejanya. Secepat kilat Riyu langsung mengambil balok kayu itu dan langsung mengayunkannya ke kepala Ridwan. “Rasakan itu b******n!” pekik Riyu dengan suara helaan napas yang terdengar sesak. “Aaargh…. “ Ridwan meringis kesakitan sambil memegangi kepalanya yang kini mengucurkan cairan kental berwana merah. Ridwan lalu menatap jemarinya yang sudah terkena percikan darah itu, lalu beralih menatap Riyu. “Perempuan sialan! Jadi kamu ingin bermain-main dengan saya, ha?” Ridwan menatap penuh murka. Riyu pun segera berlari pergi. Dia segera buru-buru kabur dari tempat itu. Sosok Ridwan masih meringis dan berjalan tertatih di belakangnya. Riyu pun cepat-cepat menuju pintu dan bermaksud keluar dari tempat itu. Deg. Riyu mengguncang-guncang knop pintu itu sekuat tenaga, tapi pintu itu tidak juga mau terbuka. “Ayolah! Aku harus keluar dari tempat ini,” bisiknya dengan air mata yang terus berderai. Riyu berusaha keras untuk membuka pintu itu sambil terus menyeka air mata yang tak henti mengalir. Tangannya terus saja menyentak gagang pintu sekuat tenaga. Sampai kemudian gerakan itu terhenti saat Riyu mendengar suara dentingan kunci yang di goncang-goncangkan. Sejenak bulu kuduknya pun langsung merinding. “Kamu membutuhkan ini untuk bisa membukanya,” ucap Ridwan seraya menyeringai. Deg. Kedua tungkai lutut Riyu terasa melemas. Sedetik kemudian tubuhnya pun langsung merosot ke lantai. “T-Toloooong! Tolong jangan lakukan itu! Saya ingin pergi dari sini! Saya mohon lepaskan saya,” rintih Riyu. Ridwan tersenyum pelan, lalu melangkah lebih dekat lagi. Suara derap langkah kakinya itu benar-benar terdengar menakutkan bagi Riyu yang sudah meringkuk dengan wajah dipenuhi oleh air mata. “Saya mohon, Mas! Lepaskan saya …!” Riyu kembali memohon. Ridwan tersenyum pelan, lalu ikut berjongkok di hadapan Riyu. Lelaki itu kemudian memgangi dagu Riyu, memaksa gadis itu untuk melihat padanya. “Jadi kamu ingin pergi dari sini?” tanya Ridwan. Riyu mengangguk dengan helaan napas sesak menahan tangis. Perlahan Ridwan pun menyentuh pipi Riyu dengan punggung jari tangannya. “Saya mohon!” pinta Riyu. Ridwan tersenyum pelan. “Baiklah … saya akan melepaskan kamu.” Deg. Riyu menatap Ridwan dengan sesegukan. “B-benarkah?” Ridwan mengangguk pelan. “Iya. Pergilah …! sana ambil ransel kamu dan menghilang dari pandangan saya!” Riyu menatap Ridwan sejenak, tapi kemudian dia langsung bangun hendak mengambil ranselnya. Tapi seketika Riyu terhenyak saat Ridwan tiba-tiba memeluk pinggangnya dari belakang. Deg. Seketika Riyu membeku. Tubuhnya seakan tidak bisa bergerak dalam dekapan itu. Saat ini dia bisa mendengar suara desahan napas Ridwan dengan jelas di lehernya. Tak lama kemudian Riyu pun meringis saat Ridwan menjilati bagian belakang telinganya dengan gerakan pelan. “Saya akan melepaskan kamu … tapi sebelumnya, saya akan menikmati kamu terlebih dahulu.” suara Ridwan terdengar berat. Riyu tertegun dengan jiwa yang semakin tergonjang. Sekian detik dia membatu bagai sebuah patung. Hingga kemudian dia pun berteriak keras. “AAAAA ….!!!!” Deg. Hening. Sunyi. Senyap. Riyu terbangun dari tidurnya dengan sekujur badan yang sudah basah karena keringat. Dia pun menatap liar ke sekitarnya dan kemudian mengembuskan napas lega sambil memejamkan mata. “Sungguh … itu adalah sebuah mimpi yang mengerikan,” bisik Riyu kemudian. _ Matahari akhirnya datang menjelang. Suara kokok ayam terdengar bersahutan di luar sana. Namun Sedari tadi Riyu sudah bersiap-siap. Dia sudah selesai mandi dan juga berpakaian yang rapi. Untungnya di gudang minimarket itu juga tersedia sebuah kamar mandi yang bisa digunakan. Riyu pun kemudian mengintip ke balik pintu. Minimarket itu belum dibuka. Sepertinya Ridwan belum datang. Sembari menunggu dia pun kembali merebahkan tubuhnya sejenak di atas sofa. Sejak mengalami mimpi yang mengerikan itu, Riyu tidak bisa lagi memejamkan mata. Akhirnya dia hanya berbaring dengan mata terpejam, namun tidak terlelap sama sekali. Sampai jam 04.00 subuh dia pun memutuskan untuk mandi. Itupun masih dilakoninya dengan perasaan parno dan cemas. “Aaah … hari ini aku benar-benar merasa sangat lelah,” bisik Riyu dengan suara lirih. Riyu mencoba memejamkan matanya sejenak. Tapi kemudian dia meringis karena merasa sesak pada bagian dadanya. “Sepertinya aku membelitnya terlalu kuat.” Riyu bangun dan segera memperbaiki korset yang membelit dadanya. Tapi bersamaan dengan itu dia mendengar suara pagar berderit di depan sana. Deg. Riyu terkesiap kaget. Dia pun buru-buru memperbaiki korsetnya itu dengan tangan bergetar. Matanya kini fokus menatap pintu gudang. Jangan sampai mimpi buruknya semalam menjadi kenyataan. Riyu terlihat sangat kesulitan. Tangannya sibuk memperbaiki posisi payudaranya. Tak lama kemudian dia mendengar suara langkah kaki mendekat. Riyu semakin diburu waktu. Hingga kemudian dia selesai, tepat saat pintu itu terbuka pelan. “Wah … ternyata kamu sudah bangun!” sapa Ridwan sambil tersenyum. Riyu mengangguk pelan. “I-iya, Mas.” “Kalau begitu kamu bisa bantu saya membuka tokonya, kan?” “B-baik, Mas.” Riyu pun segera melipir keluar gudang dengan cepat. Dia juga terlihat sedikit takut-takut saat berpapasan dengan Ridwan. Ridwan pun menatap aksi aneh Riyu itu sambil menggeleng pelan. “Dia kenapa?” bisiknya pelan. Sepertinya efek dari mimpi itu benar-benar membuat Riyu merasa tidak tenang. Dia selalu terkesan menjauhi sosok Ridwan yang juga sibuk merapikan isi minimarket itu. Setiap kali Ridwan mendekat, maka Riyu akan melarikan diri ke sisi lain dan berpura-pura sibuk. Bayangan mimpi semalam itu benar-benar terasa nyata dan jujur hingga detik ini dia masih merasa takut sekali. “Riyu … bisa bantu saya memindahkan barang ini.” pinta Ridwan kemudian. Riyu segera bergegas mendekat. “Memindahkan apa, Mas?” “Kamu tolong pindahkan karung beras ini ke gudang, ya.” Ridwan menunjuk tumpukan karung beras berukuran sedang yang tergeletak di lantai. Glek. Riyu menatap tumpukan karung beras itu, lalu menelan ludah. “Semua ini, Mas?” “Iya. Kamu rapikan saja di gudang, ya,” jelas Ridwan. “B-baik, Mas. Riyu pun mendekati karung beras itu dengan wajah rusuh. Sedetik kemudian dia mencoba untuk mengangkat karung beras itu. “Uuurght ….” Riyu mencoba mengangkatnya sekuat tenaga, tapi karung beras itu hanya terangkat sedikit saja dan kembali terjatuh menyentuh lantai. “Ayo coba sekali lagi. Uuuurght ….” Riyu terus mencoba. Dia mengerahkan semua usahanya. Kedua pipinya kini sudah memerah, tapi karung beras itu tidak juga bisa diangkatnya. Sosok Ridwan yang sedang mengangkat kardus berisi minuman kaleng pun kini tercengang melihat sosok Riyu yang terlihat kepayahan. Dia meletakkan kardus di tangannya, lalu memerhatikan sosok Riyu lekat-lekat dari belakangnya. Riyu masih berusaha mengangkat karung beras itu. Dia sibuk sekali menggeram saat mencoba mengangkatnya. Urat-urat di pergelangan tangannya yang kurus kini terlihat jelas sekali. Dia mencoba berulang-ulang, tapi tetap saja tidak berhasil. Aksi Riyu itu kemudian membuat Ridwan mengulum tawa. Hingga kemudian Riyu mencoba mengangkatnya lagi, namun kali ini terdengar sebuah suara aneh saat dia mulai menungging ketika akan mengangkat karung itu. Puuut … Senandung suara halus dan mengalun lembut itu sukses membuat Ridwan terpana dan kemudian langsung tertawa lebar. “Hahahahahaa …. K-kamu …! kamu …! hahahahahaa.” Riyu terkejut dan langsung berbalik pelan. Dia pun kemudian langsung menunduk dengan wajah yang sudah terasa panas karena merasa malu. “M-maafkan saya,” ucap Riyu terbata. “Astaga … perut saya sakit karena ketawa. Kamu kesulitan mengangkat karung beras itu dan malah kentut…?” Riyu makin tertunduk malu. Sementara Ridwan malah tertawa semakin keras. Cukup lama dia bisa meredakan tawanya yang sesekali kembali meledak. “Ya sudah … kalau begitu kamu sapu bagian teras saja. Biar saya yang memindahkan beras ini ke gudang,” ucap Ridwan masih dengan gelak tawa yang sesekali terdengar. Riyu pun hanya mengangguk dan langsung beranjak keluar menyapu teras minimarket itu. Sesekali dia mengintip ke dalam toko dan terlihat sosok Ridwan yang masih tertawa pelan. “Kenapa dia masih saja tertawa, sih?” bisik Riyu pelan. Sejenak dia memerhatikan sosok Ridwan dari balik kaca. Sosok bosnya itu terlihat berbeda dari sosok yang ada di mimpinya semalam. Jika dalam mimpinya Ridwan terlihat sangat menyeramkan, maka di dunia nyata ini Ridwan terlihat konyol dan jenaka. Bagaimana tidak, sampai detik ini dia masih saja terus tertawa karena insiden suara kentut yang memalukan itu. Riyu pun terus menyapu teras sambil memerhatikan sosok Ridwan dan tidak sadar jika sapunya mengenai seorang lelaki yang sedang berjalan kaki. “Kalau nyapu itu lihat-lihat, dong!” sergah lelaki itu. Deg. Riyu langsung terkejut dan menatap lelaki berwajah tampan yang kini sedang melepas airphone yang sedari tadi menutupi telinganya. Lelaki bertubuh atletis itu mengenakan pakaian olahraga tanpa lengan lengkap dengan sepatu larinya. Sepertinya dia sedang melakukan kegiatan lari pagi. Cucuran keringat terlihat mengkilat di wajahnya yang bening. Riyu pun malah terpana menatap keindahan itu, hingga kemudian lelaki itu kembali berkata ketus. “Pagi-pagi sudah membuat mood jelek saja,” ucapnya kemudian. Riyu akhirnya tersadar, lalu menundukkan wajahnya. “M-maafkan saya. Sekali lagi maafkan saya.” Lelaki itu hanya menatap sekilas, lalu segera berlalu pergi. Riyu pun menatap kepergian lelaki itu sambil mencibir. “Yang baik cuma wajahnya saja, tapi hatinya enggak. Semoga aku tidak pernah bertemu dengan dia lagi,” bisik Riyu pelan. _ Bersambung …
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD