The Wo(Man) - 06

1541 Words
Lelah. Hari pertama Riyu bekerja sebagai penjaga minimarket terasa sangat melelahkan. Awalnya Ridwan memang membantunya di pagi hari untuk merapikan barang-barang yang ada. Tapi kemudian tepat pukul 10.00 pagi Ridwan segera pamit dan menyerahkan minimarket itu sepenuhnya kepada Riyu. Jarum jam kini baru menunjukkan pukul 14.00 siang dan itu artinya masih ada tiga jam lagi sebelum jam kerja Riyu berakhir. “Hoaaaaaaaam …!” Riyu menguap lebar sambil merentangkan tangannya lebar-lebar. Setelah itu dia pun langsung mengempaskan kepalanya pada bantalan lengannya di atas meja kasir. Matanya benar-benar terasa sangat mengantuk sekali. Matahari di luar sana begitu terik, orang-orang sepertinya juga enggan keluar rumah. Riyu pun memejamkan matanya sejenak mumpung tidak ada pelanggan. “Aku akan tidur selama lima menit saja,” desis Riyu pelan. Deg. Riyu baru saja memicingkan mata, tapi kemudian dia langsung terbangun dan duduk dengan tegap di kursi kasirnya. Matanya pun langsung melirik ke atas langit-langit seiring dengan ucapan Ridwan yang kembali teringat olehnya. “Oh iya, tempat ini juga dilengkapi dengan CCTV, jadi kamu tidak perlu khawatir. Semua aktivitas pembeli akan terekam dari berbagai sudut nantinya." Riyu meneguk ludah. Dia merasa sudah melakukan sebuah kesalahan besar di hari pertamanya bekerja. “Bodoh! Kamu benar-benar bodoh!” Riyu meneriaki dirinya sendiri di dalam hati dan dia berharap bahwa adegan tidurnya tidak akan dipantau oleh Ridwan melalui kamera CCTV. Riyu pun mencoba tenang. Namun rasa kantuk yang menyerang malah terasa menjadi-jadi. Akhirnya dia memilih untuk berjalan-jalan mengitari minimarket sambil merapikan tatan barang yang kurang rapi. Cara itu pun ternyata cukup ampuh untuk mengusir kantuk yang menyerang. Sampai kemudian seorang pelanggan pun datang memasuki minimarket dan Riyu kembali bergegas pergi ke balik meja kasirnya. “Selamat datang!” sapa Riyu dengan ramah saat pelanggan itu berdiri di hadapannya. Lelaki bertubuh jangkung dengan rambut keriting itu tampak sedikit malu-malu, kemudian mendekatkan bibirnya untuk berbisik. “Kondomnya dua bungkus,” pintanya sambil menunjuk ke rak kaca. Deg. Riyu sontak menelan ludah. Sejenak dia malah termangu hingga kemudian lelaki itu menjentikkan tangannya. “Hey …. kok malah bengong sih, Bro,” sergah lelaki itu. Riyu tersadar dan langsung mengambilkan pesanan itu. Lelaki berambut keriting itu pun langsung menyembunyikan dua bungkus kondom itu ke dalam kantong celananya dan kemudian baru membayar. “Ini uangnya.” Riyu tersenyum canggung lalu segera memberikan uang kembalian kepada lelaki itu. “Ini kembaliannya, Mas. Terima kasih.” Lelaki itu tersenyum pelan, lalu melangkah pergi sambil bersiul senang. Riyu pun menatap kepergian lelaki itu sambil menggeleng pelan. “Kalau di lihat-lihat sepertinya dia itu masih bocah, tapi kenapa ….” Riyu cepat-cepat menggeleng menyingkirkan pikiran negatif yang mulai menyerang otaknya. “Sudahlah … nggak ada juga urusannya sama aku,” bisiknya pelan. Glek. Entah memiliki indera ke enam atau apa, lelaki itu tiba-tiba saja kembali berbalik saat sudah hendak keluar dari minimarket itu. Riyu pun menatap cemas. “A-apa dia tahu aku sedang membicarakannya,” batin Riyu. “A-ada apa, Mas? Apa ada lagi yang kurang?” tanya Riyu dengan suara yang sedikit bergetar. Lelaki itu tidak menjawab dan malah menatap Riyu lekat-lekat. “Hmmm … kamu baru ya, di sini? Rasanya ini baru pertama kalinya aku melihat wajah kamu.” “I-iya, Mas. Ini hari pertama saya bekerja,” jawab Riyu. Lelaki berambut keriting dengan hidung yang agak besar itu mengangguk pelan. “Hmmm … begitu. Jadi Ridho nggak kerja di sini lagi dong?” Riyu mengeryit bingung. “R-Ridho?” “Ah, kamu tentu tidak mengenalnya. Dia adalah karyawan yang sebelumnya bekerja di sini dan aku cukup dekat dengan dia,” tukas lelaki itu. “Ooh … begitu.” Riyu merespon dengan senyum canggung dan berharap lelaki aneh itu segera menghilang dari pandangannya. “Nama kamu siapa?” tanya lelaki itu kemudian. Deg. “Kenapa dia pake nanya nama segala?” “Perkenalkan aku Abian, mahasiswa jurusan peternakan yang terkenal paling humoris di kampus.” lelaki itu menjulurkan telapak tangannya dengan penuh rasa bangga. Riyu menatap bingung, tapi kemudian dia menyambut jabatan tangan itu. “Nama saya Riyu, Mas.” “Umurnya berapa?” tanya Abian lagi. “20 tahun,” jawan Riyu. Plak. Abian pun menepuk pundak Riyu dengan sedikit keras dan itu cukup membuat Riyu melotot karena terkejut. “Kita seumuran! Jadi kamu nggak perlu manggil aku pake sebutan, Mas segala.” Abian terkekeh pelan. Sedangkan Riyu semakin merasa risih. “Panggil saja aku, Bian,” ucapnya lagi. Riyu tersenyum risih. “B-baik.” “Aku tinggal di rumah kontrakan di ujung minimarket ini dan aku adalah salah satu pelanggan setia di tempat ini, jadi kamu harus mengingat wajahku. Mengerti?” pesan Abian. Walau merasa bingung, Riyu pun akhirnya hanya menganguk. “Baik. Saya akan mengingatnya. Abian tersenyum lebar memamerkan deretan giginya yang rapi. Sedetik kemudian dia tiba-tiba memasukkan tangannya ke dalam celana dan hal itu sontak membuat Riyu langsung memalingkan wajahnya. “Nggak enak banget kalo PMS,” desis Abian sambil masih sibuk merogoh-rogoh ke dalam celana. “P-PMS?” Riyu cukup terkejut mendengar kata-kata itu. Kenapa seorang lelaki malah membahas PMS?” Abian terkikik pelan. “Iya PMS. Posisi mister P salah.” Deg. “Gila … lelaki ini benar-benar gila! Ayo cepat pergi dari sini!” pekik Riyu dalam hatinya. “Kalau begitu aku pergi dulu,” ucap Abian lagi. Riyu tersenyum lega melepas kepergian lelaki aneh itu. Embusan napas lega Riyu pun terdengar jelas saat Abian sudan keluar dari pintu di depan sana, tapi kemudian lelaki aneh itu lagi-lagi kembali dan melongokkan wajahnya dari balik pintu kaca. “Aku lupa satu hal. Kita juga harus berteman, Ok! Nanti aku akan sering-sering mengunjungi kamu ke sini,” ucapnya setengah berteriak. Bibir Riyu bergerak-gerak hendak menjawab, tapi sosok Abian malah langsung melipir pergi begitu saja. Sejenak Riyu merasa kehabisan oksigen dan merasa kesulitan untuk sekedar menghela napas. “Aku tidak butuh teman seperti kamu … dan kamu juga tidak perlu sering-sering datang ke sini,” rintih Riyu dengan wajah meringis. _ Tepat pukul 17.00 sore sebuah mobil pun berhenti di depan minimarket tempat Riyu bekerja. Tak lama kemudian terlihat seorang perempuan paruh baya dengan dandanan cukup menor turun dari mobil. Sosok wanita itu langsung masuk ke dalam minimarket dengan suara sepatu tumitnya yang terdengar jelas berirama seiring dengan langkah kakinya. “Selamat datang, Ibuk. Ada yang bisa saya bantu?” sapa Riyu dengan ramah. Wanita itu menatap Riyu lekat-lekat seraya mengayun-ayunkan kipas kecil di tangannya. “Kamu pegawai baru itu?” Deg. Riyu mengernyit bingung. Dia pun hanya menatap nanar pada wanita berpenampilan cetar nan membahana itu. Wanita itu memakai polesan maskara tebal yang terlihat berantakan, bedak yang menempel di wajahnya terlihat keputihan dan tidak sesuai dengan warna tone kulitnya, lipstik warna merah terang di bibirnya yang tebal semakin menambah kesn sangar nan menakutkan. Tampilannya persis seperti tokoh-tokoh antagonis jahat yang ada di serial televisi. “Kenapa malah bengong?” sergah wanita itu. “M-maaf, Buk. Saya adalah pegawai baru di sini,” jawab Riyu kemudian. Wanita itu meneliti penampilan Riyu dari kaki hingga kepala. Sikapya itu tentu saja membuat Riyu risih dan juga bertanya-tanya sebenarnya wanita itu siapa? Dan kenapa dia bersikap seperti itu? “Kamu berasal dari mana?” tanya wanita itu lagi. “S-saya berasal dari ….” kalimat Riyu terhenti sejenak. Dengan status pelariannya, Riyu tidak bisa memberitahukan kampung halaman dia yang sebenarnya. “Kamu kenapa lemot sekali, sih!” sergah wanita itu dengan nada gusar. “S-saya berasal dari Padang. Iya, Padang. Sumatera Barat.” Wanita itu berdecak pelan dengan tatapan yang sinis. “Kamu lulusan apa?” Riyu semakin tidak mengerti. Ini baru hari pertamanya bekerja dan dia sudah menemui banyak sekali orang-orang aneh. Hari ini benar-benar terasa berat. Pertama Riyu mengalami mimpi buruk yang mengerikan bersama bosnya. Kedua dia juga bertemu dengan lelaki super jutek di pagi hari. Ketiga dia juga harus mengenal mahluk super aneh bernama Abian. Dan sekarang … apa dia juga harus menghadapi monster berbedak tebal yang mengerikan ini? “Saya tamatan SMA,” jawab Riyu kemudian. Wanita itu terus saja melontarkan pertanyaan bertubi-tubi kepada Riyu. Walau merasa aneh dan bingung, tapi Riyu seakan tidak punya keberanian untuk membantah ataupun menolak memberikan jawaban. Sampai kemudian Riyu mulai merasa kesal. Kedua telapak tangannya sudah mengepal kuat dan bersiap untuk melawan emak-emak yang tidak jelas itu. “Aku harus melawannya! Bukankah dia datang ke sini untuk berbelanja? Lalu kenapa dia menginterogasi aku seperti ini? Sungguh menggelikan. Aku benar-benar sudah tidak tahan lagi,” batin Riyu sambil menatap tajam. “Kenapa kamu tidak menjawab? Saya minta kartu identitas kamu!” pinta wanita itu lagi. Riyu meniup wajahnya yang terasa panas, lalu menatap tajam. “Sebenarnya anda sia--” “MAMA …!!!” Kemunculan Ridwan dengan napas tersengal-sengal dan panggilan yang mengejutkan itu membuat kalimat Riyu terhenti. Dia pun hanya bisa meneguk ludah saat melihat Ridwan berinteraksi dengan wanita itu. “Kenapa Mama dateng ke sini?” tanya Ridwan. Wanita itu melipat tangannya di d**a. “Mama hanya pengen melihat karyawan baru kamu! Jangan sampai kejadian sebelumnya kembali terulang. Kerja nggak becus, lah … malah jadi maling, lah … pokoknya kamu harus berhati-hati dan tidak sembarangan memilih orang!” Kalimat yang dilontarkan oleh Mama Ridwan membuat Riyu menundukkan kepala dalam-dalam. Jemarinya kini saling meremas pelan. Telinga Riyu pun sudah terasa panas mendengarkan kalimat yang seolah-olah sedang menyindir keberadaan dirinya. “Ma … kita bicara di luar aja, Oke! Itu ada banyak pelanggan. Jangan membuat keributan di sini,” bisik Ridwan kemudian. Sang mama akhirnya berhenti mengoceh dan berjalan dengan langkah gusar keluar dari minimarket itu. Ridwan pun beralih menatap Riyu. “Kamu tenang saja. Biar saya yang mengurus semua ini.” Riyu hanya mengangguk lemah. Sedangkan Ridwan langsung berlari keluar mengejar mamanya. “Saya beli ini ya, Mbak.” seorang pelanggan pun meletakkan barang belanjaannya di atas meja kasir. Riyu pun mulai men-scanning barang-barang belanjaan itu dengan tatapan nanar. Hingga kemudian bulir-bulir bening pun meluncur pelan di kedua pipinya. “Tuhan … apa aku tidak boleh merasakan ketenangan sebentar saja …?” rintih Riyu dalam hatinya. _ Bersambung …
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD