26 - Tapak Angin?

1957 Words
          GOR di mana turnamen bela diri itu diadakan cukup besar. Untuk babak penyisihan, di tengah – tengah GOR sudah disediakan sepuluh arena untuk para peserta saling adu kemampuan, yang terlihat seperti sebuah ring tinju namun lebih besar dari pada biasanya.           Sayuri melihat selembar kertas yang baru saja ia dapatkan dari petugas yang membantunya mendaftar sebagai peserta turnamen sebelumnya.           27C. Itu berarti ia akan bertanding dengan peserta lain di arena tiga pada pertandingan ke – 14. Setiap pertandingan akan berlangsung selama tiga menit, dan dua menit untuk membersihkan arena serta waktu untuk persiapan pertandingan selanjutnya. Turnamen akan dimulai jam sepuluh, itu berarti Sayuri masih memiliki waktu satu jam lebih sebelum gilirannya bertanding.           Setiap arena memiliki lima puluh peserta yang akan bertanding, itu berarti ada lima ratus peserta yang mengikuti turnamen ini … dan jumlahnya masih akan terus bertambah sebelum pendaftarannya ditutup. Hal ini cukup wajar mengingat total hadiah yang akan didapatkan oleh peserta tiga teratas cukup besar. Semoga saja turnamen ini selesai sebelum server Lord’s Regime dibuka …           Sambil menunggu gilirannya tiba, Sayuri mempelajari ulang catatannya sambil berbicara kepada nyonya Agnes yang menghubunginya, menanyakan kabar Sayuri. Mengetahui kalau dirinya masih memiliki uang yang cukup untuk tetap berada di pusat kota J selama lebih dari dua hari membuat nyonya Agnes sedikit terkejut. Biasanya lima ribu Kredit hanya bisa digunakan selama dua hari ketika menginap di pusat kota J, namun nyatanya Sayuri masih memiliki sisa Kredit untuk menginap beberapa hari lagi.           Awalnya, nyonya Agnes khawatir kalau Sayuri tidur di pinggir jalan atau di tempat umum lainnya untuk menghemat biaya pengeluarannya, namun setelah mendengar cerita dari Sayuri tentang internet café yang menyediakan kasur dan makanan yang murah, meski tidak mengerti nyonya Agnes merasa lega setelah tahu kalau Sayuri tidur di dalam sebuah ruangan yang aman.           Mendengar omelan dari nyonya Agnes yang terus mengingatkannya untuk berhati – hati membuat Sayuri tidak sadar kalau satu jam telah berlalu. Ketika melihat nomor pesertanya tertulis di layar monitor besar dan memintanya untuk segera ke arena, Sayuri akhirnya memutuskan sambungan telepon dengan nyonya Agnes setelah ia berjanji akan menghubunginya lagi besok pagi.           Sayuri sengaja tidak memberi tahu nyonya Agnes kalau dirinya ikut turnamen semacam ini. Selain ingin mengejutkannya dengan membawa pulang hadiah Kredit—yang sangat yakin akan ia dapatkan—ia juga tidak ingin kena omel.           Jika nyonya Agnes masih marah kepadanya meski pun Sayuri membawa hadiah Kreditnya, ia bisa menggunakan alasan kalau sertifikat yang didapat dari turnamen itu dapat membantunya untuk masuk ke sekolah yang ada di kota C lebih mudah.           “Peserta 27C?” tanya seorang petugas wanita yang ada di sisi arena setelah Sayuri mendekat ke arahnya.           “Itu aku,” jawab Sayuri sambil memberikan kertas tanda peserta yang ia miliki pada petugas itu.           Petugas itu sedikit mengerutkan keningnya ketika menerima kertas yang diberikan oleh Sayuri. Kemudian ia bertanya, “Maaf, Nona. Jika aku boleh nertanya, bela diri apa yang kau kuasai?”           Ia membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk menyebutkan semuanya, karena itu untuk mempersingkat waktu, ia menjawab, “Campuran.”           Kerutan di kening petugas itu semakin dalam, kemudian ia menambahkan, “Nona … aku menanyakan hal ini karena memiliki alasan. Banyak peserta yang mengikuti turnamen ini yang coba – coba untuk mendapatkan hadiahnya, karena tidak ada kriteria khusus untuk peserta yang mendaftar.           “Karena alasan itu, peserta yang tidak memiliki kemampuan seni bela diri bahkan yang hanya sekedar berkelahi adu jotos dengan anak tetangga dan teman sekolahnya mengikuti turnamen ini. Kau tahu apa yang terjadi pada mereka? Mereka pulang dengan tangan dan kaki yang patah,” lanjut petugas itu sambil menunjuk dengan ibu jarinya ke arah arena yang ada di balik punggungnya. “Nona, aku menanyakan hal ini untuk keselamatanmu juga. Meski pun kau hanya coba – coba, tapi kau kurang beruntung. Karena lawanmu memiliki tubuh yang besar dan menguasai seni bela diri Judo.”           Sayuri memanjangkan lehernya untuk melihat ke arah yang ditunjuk oleh petugas itu. Di ujung arena memang ada seorang dengan tubuh yang besar mengenakan seragam lengkap Judo, seseorang yang berdiri di sampingnya kemungkinan besar pelatihnya yang sedang memberikan arahan.           Kemudian, Sayuri melihat pakaiannya yang ia kenakan sendiri. Ia tidak menggunakan pakaian atau pun seragam dari seni bela diri mana pun. Bahkan, ia hanya mengenakan kaus lengan sesikut, celana bahan dan sepatu kets. Mungkin alasan itu yang membuat petugas ini bertanya kepada Sayuri.           “Tidak perlu khawatir, aku menjawab campuran karena aku tidak menguasai satu seni bela diri saja,” balas Sayuri untuk meyakinkan petugas itu.           Lagi pula, dirinya yang bertahun – tahun mempelajari seni bela diri yang berbagai macam tidak pernah mengingat nama jurus atau pun aturannya. Ia hanya menggunakan gerakan mana yang sesuai dengan situasi dan kondisinya untuk tetap bertahan hidup.           Petugas itu mendesah panjang sambil mengelus bagian belakang lehernya. Sayuri paham kenapa petugas itu melakukannya. Ia hanya peduli dan khawatir, dan Sayuri menghargainya.           “Baiklah, tapi jika kau tidak … yakin bisa mengalahkan lawanmu, jangan memaksakan dirimu,” balas petugas itu.           Senyuman langsung terbentuk di wajah Sayuri. Masih banyak orang baik di dunia ini. “Tentu. Terima kasih sudah mengkhawatirkanku.”           Petugas itu berdeham pelan dan memutar tubuhnya dengan cepat. Ia berjalan menuju juri yang akan mengawasi pertandingannya, melawan seorang peserta yang menguasai Judo.           Ketika Sayuri memasuki arena bertanding, peserta yang menjadi lawannya mengangkat kedua alisnya dengan tinggi. Kemudian tersenyum meledek sambil mengatakan sesuatu kepada pelatih yang ada di sampingnya.           Meski pun Sayuri tidak bisa mendengarnya, tetapi ia tahu bagaimana caranya membaca gerakan mulut seseorang dari jauh.           Peserta yang menjadi lawannya mengatakan kalau pelatihnya tidak perlu khawatir, karena pertandingan ini akan selesai dengan cepat.           Sayuri menutup mulutnya untuk menyembunyikan senyuman yang terbentuk di wajahnya. Tentu, pertandingan ini akan selesai dengan cepat. Tapi, yang akan menjadi pemenangnya adalah Sayuri.           Ketika waktu pertandingan akan dimulai, Sayuri mendengar suara komentator dari pengeras suara yang ada di GOR tersebut. “Oh, Endo. Lihatlah peserta yang ada di arena C!”           Tidak lama kemudian, balasan dari komentator yang lain terdengar. “Dari seragamnya … sepertinya salah satu peserta itu menguasai seni bela diri Judo. Kita lihat di informasi yang ada di formulir pendaftarannya pun seperti itu, Kobba.”           “Endo, bagaimana peserta yang satunya? Dari jauh, tubuhnya terlihat … lebih kecil dibandingkan dengan peserta Judo ini,” balas komentator bernama Kobba.           “Ah, peserta yang satu ini menggunakan inisial RL, Kobba. Cukup menarik, di sini pun tertulis ilmu bela diri yang ia kuasai adalah … campuran! Hmm, bela diri seperti apa yang akan digunakan olehnya? Kita akan lihat beberapa saat lagi! Lalu di arena D …”           Kedua komentator itu pun membicarakan peserta lain yang ada di arena berbeda.           “Berapa umurmu?”           Sayuri menolehkan wajahnya pada peserta yang menjadi lawannya di ujung arena tepat di depannya. Peserta itu masih tersenyum penuh dengan rasa percaya diri.           “Tujuh belas,” jawab Sayuri singkat.           Mulut peserta itu membentuk huruf ‘o’ kecil sambil mengusap dagunya. “Tujuh belas. Seseorang sepertimu jika patah tulang akan cepat pulih, ‘kan?”           Sayuri tertawa satu kali. Setidaknya orang ini tidak ‘meledek’ dirinya yang seorang perempuan. Orang ini masih menghormatinya dalam hal ‘seni bela diri’.           Ia memilih untuk mengabaikan perkataannya. Untung saja peserta yang menjadi lawannya ini datang mengikuti  turnamen tidak seorang diri. Setidaknya ia bisa diantar pulang oleh seseorang jika tubuhnya terluka … parah.             Waktu persiapan peserta sebelum memulai pertandingan akhirnya tinggal sedikit. Juri pun sudah mulai masuk ke dalam arena untuk melihat jalannya pertandingan.           “Hei, aku memberikanmu kesempatan untuk menyerangku terlebih dahulu!” sahut peserta yang menjadi lawan Sayuri. Membuat Sayuri dan juri yang berdiri tidak terlalu jauh dari mereka sama – sama mengangkat sebelah alisnya.           “Terima kasih, aku akan menggunakan kesempatan ini sebaik mungkin,” balas Sayuri sambil memasang senyuman di wajahnya.           Mendengar perkataan yang cukup arogan dari seorang bocah—tidak juga, sih. Mungkin ia berumur sekitar delapan belas sampai awal dua puluh tahun—yang menjadi lawannya ini membuat Sayuri merasa geli. Geli di tangannya, dengan kata lain ia tidak sabar untuk memberinya pelajaran tepat di wajah orang itu dengan telapak tangannya yang terasa gatal.           Hitungan mundur mulai terdengar dari layar monitor besar. Juri yang ada di setiap arena pun sudah siap dengan tangan yang terangkat. Ketika hitungan mundur menjadi nol, tangan juri yang sebelumnya terangkat langsung diturunkan sambil menyahut ‘mulai!’ secara bersamaan.           Sayuri yang diberi kesempatan untuk menyerang terlebih dahulu dengan santai berjalan mendekati lawannya. Seseorang yang memiliki sikap seperti orang ini harus diberi pelajaran yang akan membuatnya malu seumur hidup.           Ketika jarak Sayuri dan lawannya hanya sekitar setengah meter, Sayuri harus menengadahkan wajahnya sedikit untuk melihat ekspresi apa yang akan dibuat oleh lawannya. “Aku akan menyerang, ya?”           Orang itu hanya mengedipkan matanya satu kali, kemudian berkata, “Apa saat ini kau sedang meledekku yang memberimu kesempatan untuk menyerang terlebih dahulu?”           “Oh, tidak! Tentu tidak. Justru aku melakukan hal ini karena menghormatimu dan ingin berterima kasih kepadamu karena telah memberikanku kesempatan ini,” balas Sayuri.           Kemudian, Sayuri langsung memasang kuda – kuda yang paling membuatnya nyaman untuk menyerang dengan sempurna. Melihat Sayuri yang memasang kuda – kuda itu entah kenapa membuat tubuhnya merinding dan langsung bersiap bertahan untuk menerima serangan darinya. Sayangnya, ia terlambat.           Serangan Sayuri cukup sederhana, hanya memusatkan seluruh kekuatannya di telapak tangan kanannya yang sebelumnya terasa gatal. Ia menggunakan gerakan itu untuk menyerang tepat di d**a.           Rutinitas dan latihan singkat namun intens yang ia lakukan beberapa minggu ini mulai terlihat, dan membentuk kekuatan yang ada pada dirinya meski pun tidak sempurna. Namun setidaknya, kekuatan dan kemampuan yang ia bentuk dalam waktu singkat ini cukup untuk memberi pelajaran pada orang seperti lawannya.           Telapak tangan Sayuri terasa sedikit panas ketika serangannya mengenai d**a lawannya yang baik hati ini. Hembusan angin seakan membelah udara di depan wajahnya, dan kaki sebelah kanannya terhentak dengan keras ke lantai arena yang membuat tali pengaman di setiap sudut arena bergoyang dengan kencang.           “Argh!”           Sahutan serta suara gedebuk keras langsung menarik perhatian tidak hanya peserta lain yang bertanding pada arena yang ada di dekat Sayuri, namun sebagian penonton yang ada di sekitarnya.           “Ba—bagaimana seseorang yang masih muda sepertimu bisa menguasai jurus ‘Tapak Tangan Angin’!?” sahut pelatih lawan Sayuri dengan kedua kakinya yang bergetar.           Sayuri harus menggigit lidahnya untuk menahan tawa. Jujur saja, ia tidak tahu kenapa orang ini tiba – tiba menyebut nama … jurus(?) yang terdengar dibuat dengan asal seperti itu.           Tentu saja, Sayuri tidak membalasnya dan memilih untuk berbicara pada juri yang ikut melihat ke arah Sayuri dengan mulut dan kedua matanya yang terbuka lebar. “Juri, bisa kau periksa keadaan lawanku?”           Seakan baru sadar karena pertanyaan Sayuri, akhirnya juri itu berlari mendekati lawan Sayuri yang terkapar di lantai dan tidak bergerak sedikit pun.           “K—KnockOut! Pemenangnya, RL!” sahut juri itu terdengar sangat meriah.           “ENNNNNDOOOOOO! Lakukan siaran ulang! Kejadiannya terlalu cepat sehingga aku tidak melihatnyaaa!!” Tiba – tiba Kobba, dengan suara melengking terdengar dari pengeras suara yang terpantul di dalam GOR.           “Teknisi, tolong kecilkan suara Kobba,” balas Endo. Meski begitu, pada layar monitor besar yang dapat dilihat oleh semua orang yang ada di dalam GOR langsung diperlihatkan siaran ulang ‘pertarungan’ Sayuri dan lawannya yang K.O dalam satu kali serangan itu.           “Nona RL, kau bisa mengikuti petugas yang menerima nomer pesertamu sebelumnya setelah ini,” bisik juri yang menilai pertarungannya sebelumnya.           “Terima kasih. Sampai berjumpa di babak selanjutnya,” balas Sayuri sambil berjalan keluar dari arena itu, menuju petugas yang entah kenapa menepuk kedua tangannya dengan meriah ketika Sayuri sampai di dekatnya.           “Aku seharusnya tidak meragukanmu sedikit pun! Nona RL, izinkan aku menjadi pengikutmu,” kata petugas itu dengan gemas.           Sayuri terkekeh pelan, kemudian membalas, “Pengikut terlalu berlebihan, bagaimana jika penggemar?”           “Tentu! Ah, tentu! Izinkan aku meminta tanda tanganmuuu!” []
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD