Selama ini Pak de berdoa semoga Mega selalu dalam perlindungan Tuhan di dalam hati dia merasa takut jikalau ponakannya mendapatkan musibah karena ia tahu tidak semua orang kota itu baik.
Dinda adik dari Rima, sekarang dia di sekolah kan di desa oleh pak Lik, dengan harapan juga dapat mengikuti jejak sang kakak mendapatkan pendidikan yang layak
Walaupun Pakde harus menjual dua kali lipat hasil kebun nya serta usaha nya tak mudah namun pria yang tak lagi muda itu tetap bekerja keras untuk ponakan-ponakan nya dianggap anaknya sendiri selama ini dia belum mempunyai anak sebelum istrinya meninggal dan setelah Kakak serta kakak iparnya meninggal dia lah satu-satunya keluarga dimiliki oleh kedua anak tersebut
" Bagai mana sekolah nya nduk" pak Lik duduk menunggui Dinda yang tengah belajar, dan kini anak itu asik mengerjakan PR nya hanya bergantung pada nyala api lentera kuno milik pak Lik
Tampak samar dari penglihatan tua pak Lik tapi gigi kecil rapi cukup terlihat menyembul dari bocah cilik itu
Dengan antusias nya dia bercerita bahkan dengan gaya hiperbola tangan nya bergerak lincah mem-visualsasikan gambaran maksud perkataan nya
" Jadi tadi di sekolah ada guru, Bu guru nya gendut" Dinda berpose seolah tubuh kurus nya gemuk dengan mengembung kan pipi nya kedua tangan nya pun mengambarkan bentuk badan si guru di maksud
" Terus gimana lagi nduk cerita nya" tanya pak Lik nampak antusias mendengarkan celotehan dari si bungsu
Nampak bocah lugu itu berfikir akan kejadian di alami oleh nya di sekolah
" Jadi si guru nyuruh Dinda ngerjain soal, tadi Dinda ngak bisa ngerjain jadi di ke tawain anak-anak lain nya, Dinda kira Bu guru bakal marah atau juga ngetawain Dinda, eh. Pas istirahat si Bu guru ngajak Dinda ke ruangan nya dinda di ajari baca sama tulis dong, Dina kata nya pinter cepet bisa" pamer nya bangga
Si gadis kecil itu mengangkat buku paket lusuh bolek pak Lik dapat dari meminta anak tetangga yang sudah lulus SD dari pada mubasir dan dia tak berkecukupan membeli buku soal itu
" Dinda di suruh belajar ini sama ngerjain ini" bangga nya menunjuk lembar soal berhitung kelas awal untuk anak SD
Pak Lik hanya mangut-mangut dengan senyum keriput nya mata sayu nya memandang bangga
.
Di lain tempat dimana Rima kini sudah berada di dalam kos milik nya beserta Nina
"Sebenarnya apa sih itu ayam kampus apa sejenis ayam atau sejenisnya makanan" tanya rima pada teman Nina, membuka percakapan di antara mereka
Nina menekuk wajahnya ia tertunduk malu pada Rima nampak sekali dari wajah ayu nya, kini pipi tirus anak itu sedikit kemerah-merahan.
Dalam hati dia malu mengatakan pada Rima secara rinci, ia berteman dengan anak desa itu karena anak itu memang cukup polos dengan hal seperti itu makanya dia sangat nyaman dan senang dapat berteman dengan seseorang yang tak menilai dia sebagai mana orang lain men-juged diri nya atau teman wanita yang suka memanfaatkan uang nya.
Nina menelan ludah nya rasa nya sulit,
"mungkin setelah ini kau akan membenci ku" celoteh nya memancing tanya dari Rima
namun pada akhirnya dia menceritakan apa maksud dari ayam kampus kepada gadis desa.
"Kamu sama sekali tidak tahu apa artinya ayam kampus? "Rima menggeleng mendapati pertanyaan dari Nina, ia tak tau harus merespon Seperti apa karena jika itu adalah sebuah privasi tak pantas bagi nya mengorek, walaupun dia adalah orang kampung yang terkenal oleh emak-emak tukang gosip Rima termasuk orang bertoleransi pada siapapun
"Asal kamu tahu rim, ayam kampus itu bukan pekerjaan yang baik dan dapat di banggakan "Nina mengambil nafas dalam-dalam, "ya kurang lebih, ayam kampus itu disebut sebagai w************n begitulah dan banyak orang yang mengenal aku mau memanfaatkan diriku "
Tunggu dulu.
Rima menyela penjelasan Nina, " apa konotasi ayam kampung itu se buruk itu"
Nina mengangguk, " kau tau anai-anai?"
" Kurasa pernah, bukan nya it-"
" Simpanan om-om, p*****r, atau wanita psk" potong Nina mendapat reaksi terkejut
" Maksud mu.. kenapa kau mengucapkan nya se enteng itu"
" Yah- mau bagaimana lagi ya kan, toh aku begini ada nya, entah sebutan mana yang terdengar halus, nyata nya semua terdengar kasar dan itu mendefinisikan diri ku"
Rima ikut larut, melihat Nina begitu santai mengucapkan nya tapi ia mempunyai feeling bahwa tersirat rasa sakit dari sana dia tahu itu.
Kedua telapak tangan nya meraih pergelangan Nina, nampak Nina tadi nya engan ber-sibobrok dengan mata Rima terpaksa melihat pandangan hangat dari rima, bukan kasihan Seperti kebanyakan orang-orang melihat diri nya, tapi pandangan marah, seolah dia ikut merasakan emosi nya.
" Kau tak ingin bertanya, kenapa aku ini seperti sekarang" heran Nina, biasanya banyak orang yang akan mem-brondong sebab dirinya begini
" Aku tak mau bertanya, jika kau tak bercerita, aku tak akan memaksa mu"
Orang yang unik.
"Kalau begitu, boleh aku bercerita?"
Rima mengusap permukaan kulit Nina, sekedar untuk membuat anak itu nyaman, " silakan.. jika dapat membantu mu lebih tenang, beban mu sudah berat setidak nya jangan menambahkan batu di d**a mu"
.
Rambut hitam panjang tergerai indah, baju seragam di kenakan nampak pas di tubuh nya, tanda bad dikenakan nya memperlihatkan dia anak kelas tiga SMA dari sekolah ter-favorit dari kota nya
" Tas, buku, baju. Sudah semua" kata nya mengecek keseluruhan barang yang akan di bawa nya.
" Sudah selesai belum?" Nampak pria paruh baya mengeluarkan kepala nya dari balik pintu, menengok kesiapan si anak untuk berangkat.
" Sudah, ayo pergi ayah" Nina menyahuti si ayah yang mendatangi kamar nya, pasangan ayah anak tersebut pergi berpamitan,"mam i'm going to school, bye bye "akhirnya mereka pergi menaiki mobil sedan punya ayahnya
Di dalam mobil sang ayah melihat jalanan yang ramai sembari menengok sesekali ke arah putrinya dengan senyum sumringah menghiasi wajah lelaki tua itu.
Nina memukul pelan bahu ayahnya dengan wajah malu-malu
"ayah! Jangan menatapku begitu kau seperti maling "ujarnya kesal namun si ayah yang tengah menjadi sopir tersebut hanya terkekeh sembari tertawa lepas dia tersenyum usil kepada putrinya, "Memang kenapa apa salahku kamu kan lucu my little princess "ujar si ayah menggoda anaknya
" Ihh, apa-apaan aku sudah dewasa ya, aku sudah mau kuliah loh"
" Ayah gak nyangka kau akan segera kuliah dan mungkin ayah akan menangisi pernikahan mu kelak"
" Tenang anak mu ini tak akan pergi jauh dari mu dad, kau kan cinta pertama ku" canda nya
Mobil di Kendari kedua orang itu berhasil berhenti tak jauh dari gerbang sekolah Nina
" Nin.."
" Iya, dad"
Hari itu Tiba-tiba ayah nya berkata dengan serius dan terasa aneh sekali,
" Kau jangan berpacaran dulu jika kau belum benar ingin menikah"
" Terus aku di suruh nge-jomblo lama" Nina menampik perasaan aneh-aneh di benak nya, dia membalas ujaran si ayah dengan bercanda, biasa nya mereka akan bercanda kan.
Tak ada balasan atau tawa seperti biasa, Nina sadar ayah nya kini serius
" Terserah kamu mau sebut ayah mu ini kolot atau bagaimana, ayah cuman pengen kamu jaga diri selagi bisa"
Perkataan nya kali itu sangat mengena di kepala nya, terasa berat dalam hati dia hanya mengangguk lalu segera pergi dari mobil ayah nya.