Apa Artinya Cinta?

945 Words
Cinta yang banyak diagung-agungkan banyak orang itu tak selalu membuat seseorang berbahagia. Beberapa merasa tertekan dan sebagian lagi merasa tersiksa oleh rasa yang seharusnya manis bak gula itu. Pada kenyataannya, cinta tak selalu tentang rasa manis, ada pahit yang bersembunyi dan siap keluar di waktu yang tepat. Mungkin, Almira tengah mengalami fase di mana cinta yang dulunya manis, mulai terasa hambar. Menunggu dan mencari perhatian seakan hobby baru bagi Almira. Lelaki yang disebutnya suami telah membuatnya mulai memiliki kebiasaan yang sesungguhnya tak begitu ia sukai. Ia bagai bocah yang ingin berulah agar diperhatikan. Namun sayang, jika ia berulah, lelaki itu malah semakin marah dan tidak mengindahkannya. Pernah sekali, Almira memberanikan diri bermanja ria dan memeluk lengan lelaki yang tengah sibuk dengan laptop di pangkuannya. Modal usahanya hanyalah pakaian super tipis yang dibelinya via online. Ia sengaja mengapit lengan lelaki itu di antara gunung kembarnya, berharap akan ada gejolak yang bisa dibangkitkan. Namun sayang, lelaki itu bagai robot tak bernyawa. Ia menganggap Almira tak ada. Wanita itu bagai angin, terasa namun tak terlihat. Almira pernah lebih nekat lagi dengan mencumbui leher lekaki itu saat tertidur dan mengusap-usap milik lelaki itu, berusaha membangkitkan hasrat yang seakan padam di antara mereka. Lelaki itu terbangun, begitu juga dengan miliknya, akan tetapi, lelaki itu malah memarahinya karna menganggu waktu istirahatnya yang berharga. Sejak saat itu, Almira membiarkan urusan ranjang mereka tetap dingin dan dirinya tak tersentuh sama sekali. Padahal, dulu lelaki itu tak bisa menahan napsu saat mereka bersama. Percintaan mereka begitu panas. Jangankan memakai pakaian tipis, daster saja mampu membangkitkan hasrat lelaki itu. Saat itu, Almira tengah sibuk di dapur, tiba-tiba lelaki itu datang, memeluknya dari belakang. Tanpa aba-aba, lelaki itu mencumbui lehernya, membuatnya menggeliat resah. Lalu mereka pun melakukan penyatuan yang membuat kehidupan pernikahan mereka terasa hangat. Semuanya tampak sempurna dan penyatuan keduanya yang menguras tenaga itu membuat keduanya mencapai puncak bersama. Tak pernah sekalipun Demian mengabaikan atau menolaknya, namun kini? Almira menatap sendu pantulan dirinya di jendela. Ia mengusap wajahnya dan tersenyum miris. Tak ada yang berubah dari penampilannya, masih sama seperti dulu. Apakah karna tak adanya perubahan dan lelaki itu membutuhkan suasana baru, hingga dirinya merasa bosan? Hujan di luar sana seakan mengerti dengan kemuraman di hatinya yang kelam. Apakah perubahan itu terjadi karna usianya yang tak lagi muda? Tubuhnya yang tak lagi mengairahkan? Atau ia sudah terlalu tua hingga tak bisa mengimbangi permainan lelaki itu? Apa usia dua puluh tiga tahun sudah tak lagi menggairahkan? Semua masalah pasti ada di dirinya. Almira tersenyum menatap ponselnya yang sudah sesepi kuburan. Tak ada kabar dan panggilannya tak pernah dijawab. Dirinya tak lagi diinginkan, diabaikan, lalu mengapa dirinya masih bertahan? Benarkah ini yang dinamakan cinta? Tak bisa melepas, walau hatimu tersakiti berulang kali. Tak mau pergi, walau diusir berulang kali. Inikah cinta? Air mata Almira kembali jatuh. Sungguh, ia tak tahu lagi apa artinya cinta. Memang dulu dirinya terlalu muda dan terburu-buru, semangat masa muda membuatnya segera menerima lamaran Demian. Ia pikir menikah itu seperti akhir bahagia dalam kisah dongeng yang kerap dibacakan ibunya untuk mengantarkannya ke dunia mimpi. Akan tetapi, hubungan itu rumit. Ia sudah mengeluarkan seluruh energi dan jiwa raganya, namun tak ada apa pun yang didapatkannya selain rasa sakit. Memang tak seharusnya ia mengharapkan balasan, karna cinta adalah tentang memberi tanpa mengharapkan kembali, akan tetapi tak bisakah sedikit saja menganggapnya ada. Sedikit saja lelaki itu memperlakukannya seperti dulu? Almira menekuk kaki, memeluk erat kedua kakinya, dan menenggelamkan wajahnya pada lutut. Air mata mengalir semakin deras, sesak di d**a membuatnya kesulitan bernapas. Inilah dirinya yang tak lagi diinginkan, tanpa bisa melakukan apa pun selain menangis. *** Mentari pagi mengusik tidurnya, Almira menggeliatkan tubuhnya. Rasa ngilu menjalar ke penjuru tubuh. Ia tersenyum miris begitu melihat jam dinding yang sudah menunjuk ke angka tujuh pagi. Yang artinya, lagi-lagi lelaki itu tak pulang ke rumah. Dirinya tertidur di sofa saat menanti lelaki itu kembali. Mengapa pernikahan mereka bisa menjadi seperti ini? “Kamu baru bangun?” suara seorang lelaki membuat Almira cepat-cepat menoleh ke sumber suara. Ia tersenyum begitu menemukan Demian yang sudah tampak rapi dengan kemeja merah maroon. Lelaki itu mengenakan jam tangannya sembari menatap Almira heran. Almira segera berhambur ke pelukan lelaki itu, membuat tubuh lelaki itu menengang sesaat, namun hanya sebentar, karna kini lelaki itu telah menjauhkan tubuhnya. “Maaf, Mas. Aku kangen banget. Kamu nggak pulang tadi malam? Apa ada pekerjaan?” Demian menarik napas panjang dan menghelanya perlahan. “Apa nggak bisa kamu memulai pagi hari dengan nggak mengintrogasiku? Bukankah harusnya kamu membuatkanku kopi dan juga sarapan?” lelaki itu menatap Almira tajam. Almira tersenyum kikuk, seakan ada jarak tak kasat mata yang memisahkannya dari lelaki yang dicintainya itu. Sekadar berbasa-basi dan bertanya kabar pun terasa berat bagi lelaki itu. Sudah hampir seminggu mereka bertemu hanya dalam hitungan menit. Dulu, saat ia masih kuliah, lelaki itu malah selalu mengantar jemputnya, merasa tak tahan berlama-lama berpisah. Kini, saat dirinya selalu berada di rumah dan menjadi ibu rumah tangga yang baik, lelaki itu malah mengabaikannya dan seakan tak sudi pulang ke rumah untuk bertemunya. “Maaf, Mas. Akan kubuatkan kopi dan juga sandwich kesukaanmu,” ucap Almira, berusaha terlihat girang dan tak terpengaruh dengan sikap tak acuh suaminya. Demian bergumam pelan, lalu duduk di kursi yang ada di balik meja makan. Ia memainkkan ponselnya, sementara Almira membersihkan muka dan sikat gigi sebelum memulai aksinya di dapur. Dulu, Almira menikmati perannya. Menyediakan semua kebutuhan lelaki itu dan bergumul di dalam selimut ketika malam tiba, namun sekarang, Almira tak mampu menikmati apa pun dalam hidupnya. Dirinya merasa begitu hampa dengan tak adanya cinta. Ia tak lagi merasa seperti seorang wanita, dirinya telah kehilangan martabat dan juga jati diri. Apa artinya cinta, jika tak ada lagi keinginan untuk bersama?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD