Lelaki mencumbui wanita telah menggodanya selama ini. Wanita itu sengaja memakai pakaian ketat yang membuat bentuk tubuhnya tercetak sempurna. Jangan salahkan lelaki itu jika karna godaan wanita itu, dirinya pun ingin mencicipi apa yang ada di balik pakaian yang wanita itu kenakan.
Pria itu memainkan tubuh Si wanita. Keduanya tenggelam dalam hasrat yang menggebu. Hal yang membawa mereka melambung tinggi hingga langit ke tuju.
“Kamu akan pulang malam ini, Pak?”
“Kamu mengusirku?” tanya lelaki itu.
“Tentu saja tidak. Aku hanya takut istrimu akan curiga jika kamu teru-terusan nggak pulang ke rumah. Aku hanya mau kita saling menyalurkan hasrat, bukan merusak pernikahan seseorang,” wanita itu menenggelamkan wajahnya pada dadaa bidang lelaki di sisinya.
Lelaki itu tertawa kecil. “Kamu menggoda dan membuatku kecanduan dengan tubuhmu, lalu kamu bilang nggak mau merusak pernikahan kami?”
Sungguh konyol. Mana mungkin bisa sebuah pernikahan tidak menjadi rusak, kala ada tubuh lain yang memanaskan ranjangnya. Lelaki itu cukup realitis, seks perlu, dan pernikahan hanya sebagai tujuan yang telah tercapai. Hanya tempat pulang begitu lelah bermain. Sejak awal, Demian sudah merasa jika apa yang ada di antara mereka telah lama rusak.
“Aku nggak pernah meminta hatimu. Cukup menghangkatkan tubuhku aja, Pak.”
“Jangan terlalu naif Bunga. Bercinta dengan lelaki yang sudah beristri tentu akan merusak pernikahannya. Jangan sok suci dengan sikap jalann9gmu.”
Wanita bernama Bunga itu tertawa. “Bukan sok suci. Hanya takut dilabrak seperti apa yang sering kulihat di sinetron dalam negeri. Coba aja Bapak tonton, pelakor akan menjadi bahan amukan para istri sah. Aku nggak mau sampai dipermalukan di depan umum.”
Demian tergelak mendengarkan ketakutan wanita yang tengah berada di dalam dekapannya itu. “Tenang aja, Almira nggak akan melakukan semua itu. Dia pecinta damai. Nggak pernah marah dan menuruti semua kemauanku. Almira nggak akan melakukan hal itu.”
“Kalau dia begitu baik, kenapa bisa Bapak berpaling pada sekretaris sendiri? Apa dia nggak pintar melayanimu di ranjang? Atau penampilannya nggak menarik?”
Demian tertawa. “Walaupun lembut dan penurut, Almira bisa memuaskanku di ranjang. Penampilannya?” Demian tersenyum miring, “dia cantik. Sangat cantik. Hanya saja, dia nggak lagi menarik. Sikapnya terlalu monoton dan aku nggak menjalani hal yang itu-itu aja. Nggak ada debaran apa pun lagi saat bersamanya. Yang ada hanyalah rasa yang menyesakkan d**a. Dia selalu menghubungiku dan mulai bawel akan banyak hal. Membosankan.”
Wanita di dalam pelukan Demian mengangguk-angguk mengerti. Lelaki akan selamanya menjadi seperti itu. Menyukai hal yang mencabar dan mendebarkan. Memuaskan hasrat lelaki memang sulit dan hanya beberapa persen dari mereka yang menggunakan perasaan dalam menjalani hubungan dan Demian bukan salah satunya.
“Berhenti membicarakan istriku. Lebih baik kita melanjutkan kegiatan kita,” ucap Demian yang kembali meremas-remas gunung kembar Bunga.
Wanita itu tersenyum. Sungguh, Demian tak pernah mengenal lelah dan itu yang membuatnya betah di ranjang seharian penuh bersama bosnya itu. Bunga hanya wanita kesepian yang menjadikan hubungan intim sebagai selimut agar ia tak merasa dingin di malam hari. Saat pertama kali berkerja di firma hukum Demian, ia sudah jatuh hati pada pria itu. Menggoda dengan tubuhnya dan juga kecakapannya dalam pekerjaan adalah cara yang dipilihnya. Demian jatuh dalam pelukannya, mereka tak lagi menjadi atasan dan bawahan, melainkan teman berbagi hasrat yang membutuhkan tempat penyaluran.
Demian kembali mengambil tempat di atas Bunga dan melakukan kegiatan yang membuat malam yang dingin terasa panas. Bunga seakan pasrah membiarkan Demian memporak-porandakan dirinya. Pria yang sukses membawanya ke puncak keintiman berkali-kali.
***
Di sisi lain ...
Almira tersenyum tipis melihat jam yang menggantung di dinding. “Nggak pulang lagi.”
Almira mulai terbiasa dengan sikap tak acuh Demian dan itu adalah hal yang mengerikan, seakan pasrah dengan apa yang akan terjadi di masa depan. Ingin ia menyerah, namun tak bisa sebelum berjuang. Ingin ia berhenti, namun hatinya memaksa tetap maju.
Lelaki itu kerap marah jika ditanya, hingga Almira terbiasa diam dan tak banyak lagi bertanya. Ia akan menjadi istri seperti yang diinginkan lelaki itu. Hanya sebuah robot yang tak perlu memiliki perasaan. Melakukan hal yang diminta tanpa banyak bertanya dan menerima meski hatinya disakiti berulang kali. Ya, seperti itulah sosok istri yang diinginkan Demian.
Almira sudah berulang kali menanyakan waktu kosong lelaki itu, guna menjalankan rencananya bersama Jenny. Akan tetapi, Demian selalu marah padanya dan ia tak mungkin mengungkap alasannya memaksa menanyakan waktu kosong lelaki itu. Ia tak ingin menghancurkan kejutan yang telah dipersiapkannya bersama dengan Jenny.
Pada akhirnya, Almira hanya bisa berbasa-basi dengan rekan kerja Demian dan mengorek informasi akan jadwal kosong suaminya dengan menanyakan kasus yang tengah mereka tangani. Almira mengetahui, jika besok adalah waktu kosong bagi suaminya. Oleh karna itu, ia tak akan menyia-nyiakan kesempatan yang ada.
“Persiapkan semuanya besok, Jen. Aku akan menjemput Mas Demian di kantornya.”
Almira mengirim pesan singkat itu pada Jenny dan mencoba mengukir senyum pada bibirnya. Ia menatap benda pipih di tangannya dengan tatapan penuh harap. Ia berharap, esok adalah hari yang dinanti-nantikannya. Hari di mana ia bisa memperbaiki hubungan di antara mereka. Ya, Almira akan berjuang demi keharmonisan rumah tangga mereka.
Tak ada yang tahu hasil akhirnya bagaimana jika tak berjuang lebih dulu, bukan? Oleh karna itu, Almira melakukan apa yang bisa ia lakukan untuk lelakinya dan berharap lelaki itu mampu merasakan ketulusan cintanya. Almira memeluk tubuhnya sendiri dan memejamkan mata, membayangkan lelaki itu yang memeluk tubuhnya yang kedinginan,
“Aku merindukanmu, Mas,” gumamnya pelan. Air mata lagi-lagi jatuh membasahi pipi.