Berusaha Berjuang

1139 Words
Almira mengunjungi Jenny pagi-pagi sekali setelah menyiapkan semua keperluan Demian dan mengantarkan kepergian lelaki itu dengan senyum palsu yang digunakannya untuk menutupi semua kepiluan hatinya. Sekarang, di sinilah dirinya, di hadapan pintu rumah Jenny dengan wajah yang putus asa. Ia harus meminta bantuan untuk memperbaiki rumah tangga mereka. “Ini jam berapa, Ra?” wajah wanita di hadapan Almira terlihat jelas jika wanita itu baru saja bangun dari tidurnya. Dirinya pun tak berusaha merapikan penampilannya agar sedap dipandang begitu tahu Almira lah tamu yang pagi-pagi buta ini mengganggu tidur nyenyaknya. Almira melirik jam yang melingkar pada tangan kanannya, “Udah siang, Jen. Jam sembilan,” ucap Almira seraya mengeloyor masuk tanpa diizinkan oleh Si pemilik rumah, sedang Jenny berdecak sebal melihat sahabatnya itu. Apa Almira tidak tahu, jika minggu malam kemarin ia berpesta hingga subuh? Terlalu banyak mengkonsumsi alkohol dan juga tidur saat ayam baru saja berkokok, membuat seseorang enggan dibangunkan sepagi ini. Setidaknya ia harus terus tidur hingga sore hari nanti. Jenny menemukan Almira duduk di sofanya begitu masuk dan menutup kembali pintu rumahnya. Ia ikut duduk di samping wanita itu, menyandarkan punggung di sandaran sofa sembari memijat-mijat kepalanya yang terasa pusing bukan main. Tampaknya, usianya sudah semakin tua dan berpesta hingga subuh, mulai terasa meremukkan tubuh. Akan tetapi itu jalan satu-satunya agar ia bisa melupakan banyak hal dan tak lagi merasa kesepian setelah perceraian yang memakan seluruh tenaga dan kewarasannya. Mencintai seseorang secara berlebihan adalah racun yang merusak. Jenny adalah bukti nyata dari cinta yang berakhir dengan kehancuran. “Kamu berpesta lagi tadi malam?” Almira menatap sahabatnya dengan tatapan menyelidik. Ia sungguh tak mengerti, mengapa Jenny tak pernah bosan berpesta dan bergonta-ganti pasangan. Padahal, perceraiannya sudah berakhir sejak setahun yang lalu, akan tetapi wanita itu seakan belum bisa melupakan rasa sakitnya, hingga mencari pelarian. Apakah Almira akan menjadi seperti Jenny jika bercerai dari Demian? Almira menggeleng, mencoba mengusir pemikirannya barusan. Mereka tak mungkin berpisah, ia yakin mereka masih saling mencintai. “Kamu tahu kalau aku kesulitan tidur, jadi apa lagi yang bisa kulakukan selain mencari hiburan di luar rumah, Mira?” Jenny tersenyum lebar menatap sahabatnya. Almira menggeleng-geleng seraya berdiri. “Mau kubuatkan teh hangat?” Jenny memgangguk. “Biasa ya, teh tawar, tanpa gula,” ucap Jenny seakan tengah memesan minuman di rumah makan. Ia pun merebahkan tubuh letihnya di sofa. “Aku udah tahu tanpa harus kamu kasih tahu lagi, Jen,” Almira bersungut-sungut dan segera berjalan menuju dapur sahabatnya. Almira membuatkan dua cangkir teh untuk mereka. Tidak lama ia kembali ke ruang tamu dan meletakkan cangkir berisi teh itu ke meja, lalu duduk di sofa lainnya, di hadapan Jenny karna wanita itu telah mengambil alih keseluruhan sofa yang tadi ia tempati. Almira menarik napas panjang dan menghelanya perlahan. Tak mungkin ia menceritakan perihal rumah tangganya saat melihat Jenny yang tampak begitu kacau. Wanita itu pasti tak bisa fokus dengan apa yang diceritakannya. “Kenapa pagi-pagi sekali ke rumahku?” ucap Jenny memecahkan keheningan di antara mereka. Almira menoleh pada sahabatnya dan tersenyum masam, menimbang apakah ia harus meminta bantuan sahabatnya saat dirinya pun terlihat tengah membutuhkan bantuan. “Oh ... ayolah, Mira. Kamu datang pagi-pagi ke sini, bukan hanya untuk memastikan apakah aku masih hidup atau nggak, bukan? Ada sesuatu antara kamu dan Mas Demian.” Almira menarik napas panjang dan menghelanya perhalan. Tak ada yang bisa ia sembunyikan dari sahabtnya itu. “Voucher hotel yang kamu bilang? Kapan aku bisa menggunakannya, Jen? Apa hotelnya bagus?” Jenny tersenyum, lalu mengalihkan pandangannya pada Almira. “Menurutmu, aku akan memberikanmu sesuatu yang buruk? Aku akan mengatur semuanya, Mira. Yang kamu butuhkan hanyalah menariknya ke hotel. Vouchernya bisa digunakan kapan pun selama bulan ini,” ucap Jenny menjelaskan, “nggak perlu menunggu lagi. Ajak aja suamimu untuk menikmati bulan madu kalian. Berikan suasana panas yang mencengkam. Aku yakin, dia akan kembali dan bertekuk lutut padamu,” lanjut Jenny sembari tersenyum menggoda pada Almira. Almira mengulurkan paper bag yang tak Jenny sadari dibawa oleh wanita itu. “Tolong bantu aku, Jen. Di sini adalah lengerie yang kita beli beberapa hari lalu. Sampai saat ini, aku nggak ada kesempatan untuk memakainya dan menggoda Mas Demian. Dia selalu pulang malam dan terkadang keluar kota untuk mengurus sebuah kasus yang penting,” ucap Almira meletakkan paper bag tersebut ke meja. Jenny mengubah posisi tidurnya menjadi duduk. Melihat Almira seakan tengah bercermin, membuatnya melihat bayangan masa lalu dirinya pada sahabatnya itu. Betapa naif dan bodoh Jenny, hingga melakukan beribu cara untuk mendapatkan suaminya kembali. Akan tetapi, ia tak berharap hal yang sama terjadi pada rumah tangga sahabatnya. Mungkin, memang Demian hanya bosan. Mengingat sikap Almira yang sedikit pemalu dan takut mengambil resiko, pasti membuat seseorang merasa bosan. Almira menyukai sesuatu yang monoton dan itulah yang membuat Jenny yakin, jika Demian merasa bosan sesaat dengan apa yang terjadi di rumah tangga mereka. “Aku akan membantumu menyiapkan semuanya,” ucap Jenny seraya menyesap teh yang disiapkan oleh Almira untuknya, “pilih waktu yang pas dan ajak di ke hotel. Kamu pasti bisa mendapatkannya kembali, Mira. Percayalah, dia hanya bosan saja.” Almira mencoba mengukir senyum pada wajahnya dan mengangguk pelan. Berharap apa yang dikatakan sahabatnya itu adalah kebenaran. Mungkin, memang hanya bosan yang akan menghilang begitu ia membuat perubahan dalam hubungan mereka. Semua akan kembali normal seperti sedia kala, di mana lelaki itu dan dirinya akan berpelukan dalam cinta yang sama. “Semakin hari, aku merasa semakin jauh darinya. Aku seakan nggak lagi mengenalinya dan menjadi bingung karna sikapnya, Jen. Aku harap dia memang hanya bosan,” ucap Almira lirih. Ia tersenyum tipis, Jenny merasa iba melihat sahabatnya. Dulu, Almira dan Demian adalah sepasang anak manusia yang saling mencintai. Di mana ada Demian, maka di situlah Almira berada. Demian pun tak pernah malu menunjukkan kemesraannya di depan umum, seakan ingin memberitahu pada seisi dunia jika wanita itu adalah miliknya seorang. Mereka berdua bagai lukisan indah yang sangat sempurna saat disandingkan bersama, membuat banyak mata menatap keduanya iri. Oleh karna itu, Jenny tak percaya jika cinta sebesar itu bisa musnah begitu saja. Apalagi adanya orang ketiga, semua itu mustahil. “Semangat, Mira. Kamu pasti bisa mendapatkannya kembali. Yang kamu harus lakukan hanya membuatnya kembali ingat akan cinta kalian. Percayalah karna Jennya nggak pernah salah,” ucap Jenny penuh percaya diri. “Ya, kamu memang yang terbaik.” Jenny tersenyum bangga dan mengangkat sedikit wajahnya. “Tentu saja.” Keduanya berbagi tawa, lalu mulai menceritakan banyak hal tentang rencana mereka dalam melakukan misi tersebut. Mulai dari alasan apa yang akan Almira gunakan dan juga pakaian, beberapa posisi dan juga cara menggoda. Almira mencatat semua ajaran Jenny ke dalam otaknya. Ia akan memberikan yang terbaik untuk usahanya mendapatkan cinta suaminya kembali. Ia tak akan menyerah, sebagaimana lelaki itu yang dulu tak menyerah meyakinkan kedua orang tuanya untuk merestui pernikahan mereka walau dirinya masih muda dan mereka pun baru saja saling mengenal. Telah banyak kenangan yang telah mereka bingkai bersama. Tawa dan tangis yang mereka bagi, rasanya tak mungkin jika dirinya menyerah begitu saja saat melihat kembali ke belakang dan menemukan banyak cerita tentang mereka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD