BAB 01

1781 Words
Perempuan berambut cokelat yang memakai topi pantai itu sesekali menengok ke arah sebelah kanan. Pembangunan yang tak selesai-selesai dari beberapa bulan lalu membuatnya sedikit jengah. Padahal sudah banyak resort dan toko baru atau toko yang sudah direnovasi berjejer di samping toko sekaligus rumahnya. “Apakah mereka mau membuat toko sepanjang bibir pantai ini?” tanyanya retoris sambil mendengus.  Laki-laki paruh baya yang sedang menyusun penjualan toko di etalase kaca memberikan tanggapan dan berucap, “sepertinya mereka akan memperluas pembangunan hingga beberapa ratus meter lagi.”  “Yang benar saja. Tapi Ayah, apa menurutmu kita tidak akan merugi jika toko-toko besar itu bersaing dengan milik kita?” tanyanya.  “Azzura, kenapa harus takut? Mungkin dengan adanya mereka toko kita akan terus kedatangan pelanggann daripada sebelumnya. Kau tak mungkin lupa jika bisnis mereka pasti akan melakukan pengiklanan besar-besaran untuk datang ke pantai ini.”  Azzura hanya terdiam, namun tetap saja ada yang salah. Secara, toko kecil milik keluarganya tak mungkin akan sanggup bersaing melawan toko besar yang memiliki barang-barang mewah itu. Mungkin yang bisa ia utamakan adalah penyewaan papan selancar yang belum banyak tersedia di pantai ini.  “Bagaimana jika kita memesan lagi pada paman Greg untuk membuatkan papan selancar baru, karena sepertinya penyewaan papan selancar akan menghasilkan uang yang jauh lebih menguntungkan daripada berjualan pernak-pernik ini.” Azzura mengambil gelang berwarna biru laut dan memakainya. Ya, pekerjaan utama mereka adalah memproduksi kerajinan atau pernak-pernik khas kota ini. Tidak besar memang keuntungannya, namun bisa menutup ekonomi yang semakin lama semakin melonjak naik.  Kulit eksotis yang ia miliki membuat gelang itu terlihat semakin memukau. Ia bahkan iri dengan tangan terampil yang ayahnya miliki, semua benda biasa akan menjadi tampak berkelas. “Kau boleh memesannya, tapi jangan terlalu banyak dan tak lebih dari lima.”  Azzura mengangguk saat mendengar perkataan dari Javas—ayahnya. “Aku akan meminta paman Greg untuk memberikan papan selancar milikku berwarna merah muda.” Azzura tertawa karena melihat ayahnya yang memicing.  “Dan kau akan melihat turis macho itu menjelajahi laut dengan papan merah muda.” Gurauan ayahnya yang membuat Azzura menyipitkan mata setuju. Semilir angin laut di sore hari membuat Azzura menikmati, setiap hari ia merasakan hal ini. Menikmati matahari tenggelam beserta langit yang kemerahan mempunyai daya tarik sendiri. Maka dari itu, banyak manusia yang lebih menyukai laut karena pemandangan yang sangat indah. Apalagi pasir putih di pantai yang selalu ia injak menjadi candunya. Ia tak mungkin melupakan sensasi lembut yang diberikan oleh alam.  Dulu saat ia berusia tiga tahun ayahnya membawa serta keluarga untuk pindah ke pantai Miami, Florida. Dan itu membuat Azzura dan ibunya senang bukan main. Bagaimana tidak, Azzura yang memang menyukai laut biru dan aneka ragam binatang laut sangat antusias menjalani kehidupan baru. Dan sejak saat itu pula mereka membuka usaha pernak-pernik dan penyewaan papan selancar untuk para turis yang datang.  Pantai Miami, Florida. Menjadi destinasi wisata yang tak akan pernah redup. Keindahan alamnya membuat siapa pun ingin berbisnis dan menjadi pengembang di area ini. Andai saja ia mempunyai banyak pundi dolar sudah dipastikan beberapa meter sepanjang bibir pantai ia akan membelinya dan membuka resort klasik yang pasti sangat disukai para turis.  Lamunannya terhenti saat ada pria tampan dan besar datang menggunakan pakaian lengkap. Tidak seperti ingin berenang atau menikmati panorama laut.  “Ada yang bisa saya bantu, Tuan?” tanya Azzura menghampiri pria itu yang sedang memerhatikan tokonya.  “Oh maaf sebelumnya Nona, perkenalkan saya Carlos. Apakah kita bisa bicara sebentar?” Pria itu membenarkan kacamata hitamnya.  “Apakah aku mengenalmu sebelumnya?” Azzura heran karena ia sangat paham bahwa ia tak pernah kenal dengan pria berdasi mahal ini dan apa lagi berhubungan dengannya.  “Oh maaf bukan maksudku untuk menyinggungmu, tapi aku ingin bertemu dengan Tuan Jorell. Apakah ia ada di dalam?” tanya pria tampan itu dengan senyum yang tidak pudar sedari tadi.  Azzura hanya mengernyit, apakah ayahnya sedang berurusan dengan pihak bank atau debt collector dari pengusaha lain. Tapi ia menampik hal itu karena ia sangat tahu ayahnya yang tak mungkin meminjam uang dari mana pun walau terdesak dengan ekonomi yang melilit hidupnya.  “Ayahku sedang berada di dalam, Tuan Carlos. Kau bisa menemuinya, mari ikuti aku,” ajak Azzura memasuki rumahnya. Ia merasa situasi ini tak benar, walau pria itu belum menjelaskan apa maksud kedatangannya.  “Ayah, ada seseorang yang ingin bertemu.” Javas yang sedang membuat pernak-pernik seketika menghentikan kegiatannya. Ia pun bingung saat melihat pria dihadapannya.  “Silakan duduk, Tuan,” Azzura mempersilahkan Carlos untuk duduk.  “Ada yang bisa saya bantu?” Javas ikut terduduk di hadapan Carlos.  Carlos yang melihat situasi baik ini langsung membuka kacamata dan menaruhnya di kantong kemeja. “Sebelumnya saya akan memperkenalkan diri padamu, Tuan Jorrel. Saya Carlos perwakilan dari Alli-giant Tower Estate.” Carlos memberikan tangannya dan langsung disambut hangat oleh Javas.  “Javas Jorell.”  Carlos masih mempertahankan senyum manisnya, karena ia tahu bahwa setelah penjelasan runyam ini pasti laki-laki baya di hadapannya tak akan pernah mau lagi menerima senyum bahkan sambutan tangannya.  “Tadi apa katamu? Kau perwakilan dari Alli-giant Tower Estate?  Sepertinya aku tidak pernah berurusan dengan perusahaanmu.” Javas semakin terheran.   Carlos membuka tas kopernya yang berada di atas meja dan memberikan selembar kertas beserta sebuah sketsa gambar. “Seperti yang Anda tahu, perusahaan kami mempunyai rencana untuk membuat bangunan sepanjang bibir pantai ini dan itu berarti toko beserta rumah ini masuk dalam rancangannya,” jelas Carlos, tangannya menunjukkan sketsa gambar itu guna mempermudah Javas bisa mengerti.  “Tapi aku tidak berniat untuk menjualnya.” Javas masih memerhatikan sketsa itu. Ya memang benar, hampir di sepanjang pantai ini bangunan megah itu akan dibangun.  Carlos tersenyum dan berkata, “kami tidak akan pernah membeli karena rumah ini memang sudah menjadi milik kami. Tapi tenang, kami bertanggung jawab dengan risiko yang ada. Perusahaan memberikan penggantian sebesar lima ribu dolar seperti yang tertulis di kertas ini.” Carlos menunjuk salah satu klausul yang terdapat empat digit angka di sana.  “Ba—bagaimana maksudmu? Aku tak paham.” Tangan tua itu bergetar, matanya membaca dengan acak kertas di hadapannya.  “Ya, saya ulangi sekali lagi. Perusahaan akan memberikan kompensasi karena keluarga Tuan Jorell sudah menempati rumah ini selama dua puluh tahun,” terang Carlos lagi.  Javas tak menyangka dengan apa yang didengar. “Tutup mulutmu, Tuan! Rumah ini milikku dan akan tetap seperti itu selamanya.” Javas berteriak sambil memukul meja. “Aku membeli rumah ini dari sahabatku seharga tiga ribu dolar saat itu!”  Carlos menyikapinya dengan sangat tenang, ia tak akan pernah melawan dengan kata-kata menyakitkan apalagi kabar yang dibawanya memang sangat menyentil hati pria baya ini.  “Ada apa, Ayah?” tanya Azzura sambil membawa minuman untuk pria besar itu.  “Pria ini ingin mengusir kita dari rumah kita sendiri,” teriak Javas. Sekarang Amallia—istrinya— yang datang dari arah dapur.  “Ada apa, Sayang?” tanyanya sambil ikut membaca kertas yang Azzura pegang.  “Ini tak mungkin, kalian sedang bercanda, kan?” kata Azzura mendengus.  Carlos berdiri. “Maaf Nona, saya tidak bercanda. Saya ditugaskan oleh perusahaan untuk membawa berita ini dan memberitahukan pada kalian.” Carlos memberikan lagi selembar kertas dari tasnya.  “Ini adalah salinan dari sertifikat asli tanah ini, kami mempunyainya yang sah dan asli.”  Sekarang Amallia yang mengambil kertas itu. “Jangan membodohi kami, Tuan. Kami juga mempunyai sertifikat yang sah atas nama keluarga kami.” Amallia pergi membuat Javas semakin meradang.  “Silakan kau pergi dari sini, kami tidak akan pernah mau pergi atau bahkan menjual tempat ini!” usir Javas, Azzura menenangkan ayahnya yang sudah terlihat murka.  “Kau bisa melihat surat ini, Tuan. Kami adalah pemilik tanah yang sah.” Amallia menyodorkan map hijau pada Carlos namun pria itu hanya melihat sekilas.  “Jika kalian tidak percaya pada perusahaan kami, kalian bisa datang ke notaris atau pelayanan negara lainnya untuk mengetahui keaslian dan keabsahan surat-surat ini. Dan kalian akan mendapatkan jawaban yang kalian inginkan.” Carlos menutup tasnya. “Saya kira perusahaan kami sudah terlalu baik untuk memberikan harga yang tertera di surat perjanjian itu.”  “Siapa yang mau menjual rumah dengan harga lima ribu dolar?!” Anarkis yang sudah Javas berikan. Ia melemparkan seluruh kertas pada Carlos.  “Saya tekankan sekali lagi Tuan, kami tidak membeli tempat ini. Kami hanya mengambil hak kami dan memberikan kompensasi yang tertera.” Carlos membenarkan jasnya yang sedikit agak kusut.  “Kami tidak mau pergi walaupun atasanmu berlutut di bawah kakiku.” Azzura bersumpah, ia akan langsung mengusir pebisnis menyebalkan termasuk suruhannya.  “Di kertas itu juga tertera kalian harus mengosongkan tempat ini maksimal lima hari dimulai dari sekarang.”  “Brengsekk! Keluar kau dari rumahku, Sialan!” Javas mendorong tubuh besar Carlos untuk pergi dari rumahnya.  Carlos yang langsung mendapat perlakuan tak baik menuruti apa inginnya pria itu, tubuhnya yang memang besar agak menyulitkan Javas untuk mendorong. Tapi ia juga berniat pergi dari sini.  “Sekali lagi saya sarankan, atasan saya tak akan senang jika kemauannya tak terpenuhi. Apalagi ini menyangkut hak miliknya.” Carlos berbicara dengan sangat tenang.  Hal itu malah membuat Azzura melemparkan gelas berisi minuman yang tadi sengaja ia buatkan untuk Carlos. Dengan tenaga yang besar ia membuat gelas itu bersarang tepat di dahi. Ia benar- benar muak dengan pembicaraan yang keluar dari pria itu. Bisa-bisanya mengusik ketentraman  dengan sekali berucap.  Semua yang melihat terbelalak karena sikap anarkis Azzura apalagi melihat dahi Carlos yang mengalirkan darah segar.  “Aku tak akan pernah meminta maaf untuk hal ini. Pergi sekarang juga!” teriak Azzura yang semakin melemparkan benda pada tubuh Carlos.  Pria besar itu merasakan sakit pada keningnya, ia pun mengelap cairan itu dengan kain yang memang terdapat di saku jas. “Dasar wanita gila!”  “Apa katamu? Ya aku gila karena ulahmu, Sialan!” Azzura menghampiri Carlos dan mendorongnya untuk menjauh dari tempat ini. “Aku tak sudi berurusan denganmu lagi. Dan jangan pernah datang kembali, Brengsekk!”  Carlos lebih mengalah dan keluar dari rumah itu. Dan sekarang ia menemukan sudah banyak orang tertarik dengan apa yang terjadi di dalam sana. Namun Carlos mengabaikan. I tak mau menjadi biang keributan apalagi penjahat di mata orang lain. Walaupun itu kenyataannya.  Sedangkan Azzura sudah kesal dengan kejadian hari ini. Ia langsung menjatuhkan diri di kursi begitu juga dengan ayah dan ibunya.  “Pria sinting itu, jika saja aku bertemu lagi aku akan langsung memberikan pukulanku untuknya.” Azzura mendengus matanya sudah memerah menahan amarah.  Javas meneteskan air matanya. “Apa selama ini aku sudah di bohongi oleh sahabatku sendiri?” tanyanya pada diri sendiri.  Itu membuat Azzura dan Amallia memeluk pria yang sudah mencari sumber kekuatan keluarga ini. Mereka tak bisa melihat pria satu-satunya bersedih bahkan menyalahkan dirinya sendiri.  “Kau harus yakin Ayah bahwa berkas milik kita adalah berkas yang sah. ”Azzura menenangkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD