Part 2

2077 Words
Langkah kaki yang awalnya terlihat sangat yakin saat melangkah, seketika melemah. Langkah Renita mulai goyah. Pemandangan yang pertama kali ia dapati saat membuka pintu, Renita melihat Rafki, tertawa, bercanda bersama seorang gadis yang pastinya bukan dirinya. Renita tak mengenali gadis itu, baru kali ini ia melihatnya, itupun karna Rafki membawanya ke rumah. Renita menghela nafas, coba meredakan rasa sesak didada yang semakin menghimpit. Mengembalikan keadaan seolah tak terjadi apa-apa. "Sudah pulang?" Rafki bertanya saat melihat Renita melintas di dekat mereka. "Hm." Renita tak menjawab lebih. Bahkan untuk mengeluarkan gumaman saja ia harus melawan sakit pada tenggorokannya. Renita mulai berjalan menaiki anak tangga menuju kamar. Baru beberapa anak tangga mengantarnya ke atas. Renita mendengar suara gadis itu tengah bertanya pada Rafki. "Itu kakak kamu, yang kamu ceritain dulu?" tanya gadis itu. "Iya." Jawab Rafki. Tak ingin mendengar lebih, Renita kembali melanjutkan langkah, menginjakkan kaki melewati anak tangga. Apa yang Rafki katakan pada gadis itu tentangnya? Apa Rafki mengatakan kalau ia adalah kakaknya? Dan mengapa untuk menuju kamar saja terasa sangat jauh dan melelahkan. Renita langsung membanting tubuh di atas kasur begitu tiba di dalam kamar. Pantas saja, ia melihat sepatu cewek di depan rumah. Ternyata milik gadis itu. Menyebalkan! Dengan kesal Renita menolehkan kepala kearah pintu saat suara ketukan tertangkap oleh telinganya. Hingga tak lama kemudian, kenop pintu kamar bergerak turun dan pintu mulai terbuka, memperlihatkan Rafki dengan sebagian tubuhnya yang mengintip dari balik pintu. "Pinjem motor dong." Ucapnya. "Mau kemana?" "Nganterin Syifa pulang." Jawabnya. Oh, ternyata nama gadis itu Syifa. Dan, apa katanya tadi? Nganterin? Enak saja dia mau mengantarkan pacarnya menggunakan motorku. Batinnya. "Naik motor kamu aja deh... mesin motorku masih panas tuh." "Rusak!" Apa katanya? Rusak? Lalu mengapa Rafki menjelaskan dengan nada ketus begitu? Renita menghela nafas menatap kesal pada Rafki. Kenapa dia yang jadi nyolot sih? Seharusnya Renita yang ngamuk sekarang. Renita bangkit dari nyamannya, menatap garang pada Rifki. "Heh!" Sergah renita. "Pacaran itu modal dikit, dong. Jangan bisanya cuma minjam milik orang doang... suruh tuh, pacar kamu naik ojek, angkot, atau apalah. Yang penting urusan kalian, jangan libatin aku." Renita mengakhiri omelannya dengan membuang muka. Tak ada balasan dari Rafki, yang terdengar hanya pintu kamar kembali tertutup dengan perlahan. Renita menoleh kearah pintu yang sudah tertutup rapat kembali. Renita tak berniat sedikit pun untuk marah pada Rafki. Tapi perasaannya sedang buruk sekarang, rasanya hal-hal kecil pun mampu memancing emosi Renita. Tak ingin larut dalam suasana hati yang memburuk. Renita mengambil ponselnya dan mengetikkan pesan lalu mengirimnya ke grup. Tentu saja, grupnya bersama temannya yang lain. Sebelum mempersiapkan diri, Renita memainkan layar ponselnya untuk memesan taksi, ia lagi tak ingin menunggangi motor kesayangannya itu dalam keadaan seperti ini. Renita mendesah, begitu tiba dibawah tak lagi menemukan Rafki dan juga pacarnya yang bernama, Syifa itu. Sepertinya mereka sudah pergi, pikir Renita. Kemudian ia keluar dan menghampiri taksi yang sudah ia pesan sebelumnya. Setengah jam kemudian, Renita bersama dua sahabatnya Ema dan Yuni sudah tiba di sebuah cafe yang biasa mereka sebut basecamp. Karna cafe dan tempat itu selalu menjadi tempat favorit ketiganya. Dan hebatnya, pembeli lain seolah tau kalau tempat itu menjadi tempat khusus untuk mereka, hingga tak ada satu orang pun yang akan duduk disitu kecuali mereka bertiga. "Ada kenalan cowok yang bisa diajak jalan atau pacaran gak?" Ema dan Yuni langsung tersedak begitu mendengar penuturan Renita. Bagaimana tidak, tiba-tiba saja gadis itu berkata demikian. Padahal waktu keduanya coba mendekatkan Renita dengan cowok lain, gadis itu menolak. "Udah move on dari adek, Bu?" ejek Ema pada Renita. "Atau, cintanya ditolak sama si adek?" Yuni melanjutkan ejekan Ema. Renita menghela nafas. Menyesal jadinya karna telah menceritakan perasaannya pada kedua sahabatnya itu. "Seriusan, nih." Renita mulai kesal. "Kita juga serius kali." Jawab Ema. "Kenapa tiba-tiba minta dikenalin sama cowok? Bukannya dulu nolak terus, ya?" Renita cuma mengedikkan bahu sebagai tanggapan. "Sama Tristan aja gimana?" Yuni memberi pendapat. "Tristan, siapa?" tanya Renita. "Ya ampun, Re... kayanya bucinmu sama si adek udah mendarah daging, ya. Sampai Tristan yang terkenal paling ganteng di kampus kamu gak tau," ucap Yuni tak habis pikir. "Gak pentinglah yang begituan... yang dipelupuk mata aja aku ogah liatnya, apa lagi yang diseberang lautan." Balas Renita. "Terserah, deh... gimana? Mau gak? Terus aja. Dia juga udah lama suka sama kamu, tuh." "Tau dari mana?" tanya Renita dengan alis berkerut. "Taulah. Satu kampus juga tau." Sambung Ema pula. "Gimana? Mau gak?" tanya Yuni kembali karna Renita tak langsung penjawab pertanyaannya. "Yah, kenalan dulu apa salahnya." Jawab Renita sambil tersenyum. ___________ Renita langsung pulang begitu acara pemilihan jodoh di cafe selesai. Atau lebih tepatnya, pulang karna malam ini Renita akan dinner bersama Tristan. Dua jam sebelumnya... "Ya udah, nih. Aku hubungi dia, ya." Ucap Yuni sambil menekan nomor Tristan. "Speaker, speaker." Pinta Ema yang langsung diikuti oleh Yuni. "Halo." Sapa Yuni begitu panggilan terjawab. "Oh, hai, Yun." Balas Tristan. "Tris." "Hem." "Gini... dulu kamu minta dikenalin sama temenku, kan?" "Temen? Yang mana?" "Yang jelas dong kalau ngomong." Bisik Ema pada Yuni yang berbicara terlalu berbelit-belit. "Temenku itu, loh. Rere." Jelas Yuni. "Oh, Renita." Jawab Tristan saat sebelumnya senyap sebentar. Siapa juga yang tau nama panggilan Rere kalau bukan teman, orang dekat dan keluarganya. Dasar Yuni. "Iya, jadi gimana, Yun?" tanya Tristan. "Tuh." Ucap Yuni menatap Rere membuat gadis itu langsung geleng-geleng kepala. "Mau ketemu gak? Aku yang ngatur jadwalnya." "Kamu yang atur? Yakin, Renita mau?" tanya Tristan terdengar tak yakin dengan apa yang Yuni bicarakan. "Yakin." Jawab Yuni. "Nanti malam, ya. Jam delapan malam jemput dia di rumah ... tau rumahnya, kan?" "Tau, tau." "Oke, udah dulu, ya." Ucap Yuni mengakhiri pembicaraan. "Eh, Yun." Tahan Tristan. "Ya, kenapa, Tris?" "Itu ... nomornya Renita ... boleh minta?" tanya Tristan terdengar ragu. "Boleh dong... nanti aku kirim, deh." "Oke, thanks." __________ Menghela nafas, Renita menjatuhkan bokongnya di atas sofa. Istirahat sebentar, setelah itu siap-siap buat kencan. Emangnya cuma dia aja yang bisa pacaran... aku juga bisa. Batin Renita. Renita menghentakkan tangannya di atas paha sebelum berdiri. Terdiam saat melihat Rafki berjalan melintasinya. Renita berdebar, selalu saja seperti itu setiap kali ia bertemu dengan Rafki. "Apaan, tuh?!" ucap Rafki seolah mendengar sesuatu. Renita langsung menoleh menatap bingung pada Rafki. Mulut Renita ternganga, berbalik sambil memegang dadanya. Rafki gak mungkin dengerkan? Pikirnya. "Oh, kucing." "Kucing?" Renita bertanya dengan suara berbisik mengikuti kalimat Rafki. Jadi yang Rafki dengar tadi bukan suara detak jantungnya? Hah, baguslah, Renita jadi lega. Dengan senyum diwajahnya, Renita melangkah. Namun berhenti saat Rafki memanggilnya. "Kak." Serunya. Renita menoleh. Rafki tersenyum tampak bimbang. "Gak, gak jadi ... aku lupa mau bilang apa." Ucapnya kemudian, lalu berbalik membuat kening Renita berkerut karnanya. Saat ini Renita sudah berada di dalam kamar, bersiap-siap. Renita mendongak menatap jam dinding di dalam kamarnya. Jam delapan, hanya kurang lima menit dan sepertinya Tristan akan segera sampai seperti waktu yang ditentukan. Dan tentu saja, Renita harus bersiap-siap lebih cepat. Renita berdiri, meraih ponselnya yang ia letakkan sembarangan di atas kasur, terkejut saat mendapati pesan dari Tristan. Tristan Re, aku udah di depan rumah kamu, nih. Renita kembali ternganga saat pesan itu masuk menunjukkan pukul 19.40 wib, berarti Tristan sudah menunggu hampir 20 menit. Cepat-cepat Renita meraih tasnya, lalu berlari turun. Kencan pertama bisa berantakan kalau seperti ini. Syukur saja Yuni mengirimkan nomor Tristan setelah mengirimkan nomornya pada pria itu. Kalau tidak, mungkin setelah melihat pesan tadi, Renita akan bertanya 'siapa?' pada si pengirim pesan. "Mau kemana, Re?" Pertanyaan itu langsung menghentikan langkah Renita. Karna terburu-buru, ia sampai tak sadar keberadaan orang tuanya. "Pergi bentar ya, Ma, Pa." Ucap Renita, sambil berjalan mendekat pada orang tuanya. "Sama siapa?" tanya Diana-- Mama Renita. "Temen." "Kok gak disuruh masuk." Renita cengengesan. "Sengaja Rere suruh tunggu di luar." Ucapnya beralasan. "Ya udah, Rere berangkat dulu ya, Pa, Ma ... kasian temen Rere nanti nunggunya kelamaan." Renita cipika-cipiki dengan orang tuanya, lalu beranjak meninggalkan rumah. Seperginya Renita dari rumah, Rafki keluar dari tempat persembunyiannya, kamar. Menghampiri Om dan Tante nya. "Kamu mau keluar juga?" Rafki langsung disuguhi pertanyaan oleh Diana, padahal Rafki baru saja duduk. "Rafki gak mau pergi kok, Tante." Jawab Rafki. "Oh, kirain mau pergi juga." Kening Rafki berkerut. "Emang siapa yang pergi, Tante?" "Siapa lagi ... ya, kakak kamu." Rafki terkejut. "Ha? Kapan? Sama siapa?" Diana tercengang. "Nanyanya satu-satu dong, Ki." Ucapnya. "Maaf Tante." Ucap Rafki. Kenapa bisa hilang kendali gini, sih. Rafki menggerutu dalam hati. "Tante jawab pertanyaan kamu tadi, ya." Ucap Diana. Rafki diam, tak ingin salah lagi dalam bertindak. "Diana perginya barusan aja ... dianya pergi, kamu nya keluar." Jelasnya. "Keluarnya sama siapa, Tante?" Rafki bertanya dengan tenang, tak ingin terjadi kesalah yang kedua kalinya. "Sama siapa, ya?" Diana malah bertanya balik. "Rere tadi bilang gak, Pah, mau pergi sama siapa?" tanyanya menatap Hardi. Hardi mengedikkan bahu. "Gak ada, Mah." Rafki menghela nafas, jawaban Om dan Tante nya tak ada yang mampu memuaskan rasa ingin taunya. Kalau Renita pergi bersama Ema dan Yuni, pasti Rafki mendengar kegaduhan dari dalam kamar. Tapi kalau laki-laki... sejak kapan Renita mulai berani jalan dengan laki-laki? Dan siapa laki-laki itu? Rafki kembali mendesah, terlalu banyak berpikir membuat kepala Rafki menjadi sakit. "Kamu gak ketemu sama pacar kamu, Ki?" tanya Hardi. "Ha?" Rafki tercengang, lalu sadar kemudian. "Rafki gak punya pacar, Om." "Ah, masa sih, cowok seganteng Rafki gak punya pacar." Sambung Diana. "Gak ada yang mau sama Rafki, Tante." Jawabnya. Namun sesaat kemudian kening Rafki berkerut saat Diana menyipitkan mata menatapnya. "Mereka yang gak mau atau kamu, nih?" Rafki cengengesan. "Sebenarnya ada yang mau sih, Tan ... cuma Rafki udah punya pilihan lain." Jawabnya. "Siapa? cewek yang kamu bawa tadi sore?" tanya Hardi menyerobot. "Rafki bawa cewek ke rumah, Pah?" tanya Diana pada suaminya yang langsung dibalas anggukan. "Kok Mama gak tau, ya?" "Mama kan keluar buat belanja mingguan." Jelas Hardi yang dibalas anggukan oleh Diana. "Itu bukan pacar Rafki, Om." Rafki menjelaskan, tak ingin terjadi kesalah pahaman. "Bukan pacar, tapi kok dibawa ke rumah." Ejek Hardi yang langsung membuat Rafki mendesah. "Ih, si Papa ... masa iya harus jadi pacar dulu baru boleh diajak main ke rumah." Ucapan Diana bagai bantuan bagi Rafki. Tak perlu ia repot-repot menjelaskan, ada Tante Diana yang akan membuat Om Hardi mengerti. Rafki memijat keningnya, perdebatan kecil pasangan suami istri itu seolah tak jadi penghalang bagi kepala Rafki untuk memikirkan kembali perkataan Diana. Bagaimana bisa orang tua tak mengetahui anak gadisnya pergi bersama siapa. Jika terjadi sesuatu, kemana mereka akan menuntut? Dan Renita, sejak kapan dia... arrghh!! pikiran Rafki terasa ingin pecah sekarang. "Kenapa, sayang?" Rafki mendongak, masih dengan tangan menyentuh keningnya. Di seberang ia duduk, tampak Hardi dan Diana menatap cemas padanya. "Kamu sakit?" Rafki mengulas senyum. "Cuma sedikit pusing, Tante." Jawabnya, lalu berdiri. "Rafki balik ke kamar lagi deh, Om, Tan, istirahat." Ucapnya berjalan memasuki kamar. Rafki mendesah, membanting tubuhnya di atas kasur menatap langit-langit kamar. Renita, Renita, Renita, nama itu terus saja mengganggu pikirannya. Dan malam ini, terasa semakin buruk saja setelah mengetahui gadis itu keluar entah dengan siapa. Rafki meruap wajahnya. "Argh!" teriaknya kesal. Mengapa pikirannya terpaku pada orang yang sama, pada orang yang bahkan tak sekali pun memandang dan menganggapnya ada. Mengapa harus Renita? Mengapa bukan gadis lain yang jelas-jelas mengharapkannya. Rafki kembali meraup wajahnya, merogoh ponsel yang ia selipkan dalam saku celana. Mencari deretan nomor gadis pengusik hatinya, lalu mengirimkan pesan singkat padanya. Rere♥️ Dimana? Centang dua, memperlihatkan kalau pesannya telah terkirim. Rafki menghela nafas, menghempaskan tangannya ke atas kasur masih dengan ponsel dalam genggaman. Baru beberapa detik berlalu, tapi bagi rafki, waktu seolah berjalan sangat lambat. Rafki merasakan getaran ponsel ditangannya. Cepat saja ia mengangkatnya dan membuka pesan balasan dari Renita. Rere♥️ Dimana? Di luar. Sama siapa? Temen. Siapa? Tristan. Rafki menghela nafas, menatap pesan terakhir yang Renita kirimkan. Tristan, jelas nama itu milik laki-laki. Dan itu sudah cukup menjelaskan, kalau saat ini Renita sedang di luar bersama laki-laki yang bernama Tristan itu. Segala pertanyaan mengusik pikiran Rafki. Siapa Tristan? Sejak kapan Renita mengenal pria bernama Tristan itu? Dan apa hubungan mereka? "Argh!" Lagi-lagi Rafki berteriak frustasi. Ingin sekali rasanya ia membanting ponsel dalam genggamannya, tapi takut jika nanti tak dapat menggantinya. Lagi pula, segala penyemangatnya berada dalam ponsel itu. Mana mungkin Rafki berani melakukan itu. Setelah beberapa kali menghel nafas, Rafki bangkit dari tidurnya, lalu berjalan keluar kamar. "Mau kemana, Ki?" Suara Diana yang memberi pertanyaan pada Rafki membuat langkahnya terhenti. Ternyata pasangan suami istri itu tak belum beranjak dari tempat mereka duduk. "Keluar bentar, Tante ... cari angin." Jawab Rafki. Diana mengangguk. "Asal jangan sampai masuk angin, ya." Ucapnya memperingatkan. Rafki tersenyum lalu mengangguk. Kemudian berjalan keluar rumah meninggalkan pasangan suami istri itu. ___________
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD