Part 3

1493 Words
"Kamu udah nungguin aku dari tadi?" Renita coba buka suara, sejak ia masuk ke dalam mobil Tristan, tak ada satupun diantara mereka yang berbicara, hanya helaan nafas yang terdengar bersahutan. Tristan tersenyum. "Nggak kok," jawabnya membuat Renita menghela nafas lega "yah, paling sekitar setengah jam." Lanjutnya terkekeh menatap wajah Renita yang kini terdiam, tampak polos. Renita menghela nafas. "Aku nggak tau kalau kamu udah lama nunggu... pesan kamu baru kebaca waktu mau keluar rumah," jelas Renita terdengar lesu. "It's okay... bukan masalah besar," jawab Tristan tersenyum. "Jadi, kemana tujuan kamu?" "Ha?" Renita melongo. "Kenapa? Ada yang aneh?" tanya Tristan bingung. "Berasa kaya naik ojek tau gak, tujuannya kemana, mbak?" ucap Renita memperagakan. Tristan tertawa. "Emang tukang ojek kalau nanyanya gitu?" Renita mengedikkan bahu. "Mungkin." Ucapnya yang kembali membuat Tristan tertawa. "Kamu lucu juga ya ternyata... kirain jalan sama kamu bakalan kaku, tau gak." Renita mengangguk. "Aku juga mikirnya gitu," ucapnya berbisik, namun sampai juga ketelinga Tristan. "Oh ya? Kamu mikirnya gitu juga?" tanya Tristan, Renita mengangguk. "Kenapa?" "Aku kan gak kenal kamu, wajar dong kalau pertemuan pertama kita kaku," jawab Renita. "Padahal aku udah kenal kamu lama, loh," ucap Tristan tersenyum simpul menatap Renita "mungkin karna kamu cukup populer di kampus, ya." Ungkap Tristan dibarengi tawa kecilnya. Renita tak menjawab, hanya tersenyum kaku dengan penuturan Tristan. Lagi pula apa yang bisa ia katakan, tidak mungkin Renita mengatakan kalau ia memang cukup populer di kampus. Dan tidak mungkin pula kalau ia tidak mengetahuinya sedangkan dua sahabatnya sadar akan semua itu. Dan sudah pasti menceritakan padanya dengan gaya heboh keduanya. Tak ada lagi percakapan setelah pembicaraan terakhir itu, hingga denting ponsel Renita memecah kesunyian. Renita merogoh tasnya, berkerut kening begitu pesan atas nama Rafki tertera dilayar ponselnya. Rafki? Dimana? Renita mendesah begitu membaca isi pesan yang Rafki kirimkan. Ada kepentingan apa pria itu hingga bertanya dimana keberadaannya sekarang. "Kenapa?" Renita menoleh. "Ha?" bertanya apa yang Tristan katakan. "Kamu kenapa?" tanya Tristan mengulang kalimatnya. "Ada masalah?" Renita cepat menggeleng. "Enggak ... ini cuma ... masalah kecil," jelasnya terbata. "Sama pacar?" Renita terdiam sesaat, matanya kembali menatap pesan dari Rafki. Andai memang pacar. Batinnya. Renita kembali menggeleng. "Adik... aku gak punya pacar," jelasnya. Tidak salahkan jika ia mengatakan Rafki adalah adiknya. Toh, tidak ada bayang-bayang kalau mereka akan bersama. Rafki juga mengatakan pada pacarnya kalau Renita adalah kakaknya. Lalu, untuk apa Renita menutupi keberadaan Rafki sebagai adik, anak yang diasuh oleh kedua orang tuanya. "Syukurlah," Renita menoleh cepat begitu suara Tristan terdengar. "Kamu ngomong apa?" Tristan menggeleng. "Kita makan dulu, ya," ucap Tristan yang mendapat anggukan dari Renita. Renita kembali menatap layar ponselnya yang berisikan pesan Rafki. Bimbang, apakah ia harus membalas atau membiarkan saja. Tapi mungkin saja ada hal penting yang ingin Rafki katakan, hingga bertanya dimana Renita sekarang. Karna tidak biasanya Rafki mengirimnya pesan seperti saat ini. Rafki? Dimana? Di luar. Sama siapa? Temen. Siapa? Tristan. Kening Renita kembali berkerut begitu mendapati pesannya sudah dibaca oleh Rafki, namun tak kunjung mendapat balasan. Sebenarnya apa yang Rafki inginkan darinya? Dan mengapa Rafki selalu berhasil merusak harinya. Bahkan mendengar namanya saja jantung Renita seolah ingin hancur saking gugupnya. Tak bisa seperti ini, keberadaan Rafki dalam hati Renita tak begitu baik untuk perasaannya, bahkan pikirannya bertahan pada satu titik, Rafki. Hanya nama itu yang selalu terngiang-ngiang dalam kepala Renita. Renita menoleh menatap Tristan, haruskah Renita jadikan Tristan pelarian atas perasaannya yang tak terbalas. Mungkin Tristan mampu membuat Renita melupakan Rafki. Tristan pria yang tampan dan sangat menyenangkan bicara dengannya. Mungkin dalam waktu yang cepat Renita bisa melupakan Rafki. "Sudah sampai... ayo, turun," ajak Tristan. "Tunggu!" ucapnya menghentikan Renita, membuat gadis itu menoleh padanya. Renita berkerut kening, bukannya menjelaskan mengapa ia menahan Renita, Tristan malah turun dari mobil dan meninggalkan Renita di dalam dengan perasaan bingung. Mengikuti kemana langkah Tristan terhenti, mendapati pria itu sudah membuka pintu mobil untuknya. "Silahkan" ucap Tristan sembari membentang tangannya. Renita tersenyum menanggapi. "Terima kasih," ucapnya kemudian. Dan perhatian. Lanjut batin Renita. ________ Tiga jam lamanya Rafki menanti kepulangan Renita. Berulang kali menatap jendela memastikan gadis itu sudah tiba, namun yang ia dapat hanya harapan hampa. Renita tak ada disana, hanya hembusan angin yang coba menerobos masuk dari sela jendela. Rafki terus merasa gelisah, bolak-balik di dalam kamarnya tak tentu arah. Pikirannya kacau sejak Renita meninggalkan rumah, dan semakin kacau setelah mengetahui Renita pergi bersama seorang pria. Entah siapa pria yang bernama Tristan itu. Kenalan, teman, atau pacar. Terus saja otak Rafki mengira-ngira apa hubungan keduanya. Rafki cepat berjalan menatap jendela begitu deru mesin mobil menyapa pendengarannya. Merasa tenang saat matanya menangkap sosok gadis yang sejak tadi mengganggu pikirannya, namun kesal disaat yang bersamaan begitu seorang pria berjalan menghampiri dan berhenti tepat di depan Renita. Rafki mendesah, merasa panas didada serta ngilu dihati begitu matanya menangkap tangan pria itu meraih tangan Renita dan membawanya menyentuh d**a. Rafki tidak tau bagaimana Renita mengekspresikan sikap pria itu padanya karna posisi Renita yang membelakangi jendelanya. Rafki tersenyum miring saat sebelah tangan pria itu menyentuh lembut pipi Renita. Pria itu sepertinya sangat pandai memperlakukan gadis dengan baik, atau, pria itu seorang perayu yang luar biasa. Cepat Rafki menutup tirai jendelanya, menghembuskan nafas kasar sebelum berjalan keluar kamar. Renita sudah berjalan masuk ke dalam rumah, dengan jantung yang terus berdebar Rafki berdiri tepat di depan pintu kamarnya, menunggu Renita melintas didepannya. "Sudah pulang?" tanya Rafki begitu melihat Renita. "Iya," jawabnya singkat. Renita tidak yakin apa yang harus ia katakan. Tapi rasanya seolah Rafki tengah menunggunya pulang. "Kamu di situ, ngapain?" tanya Renita. Tidak ada salahnya kalau ia bertanya. Hanya bertanya, tidak lebih. Rafki terdiam sejenak. "Nunggu kamu," jawabnya lalu berjalan menghampiri Renita. Alis Renita terangkat begitu Rafki menjawab. Jadi benar dugaannya kalau Rafki memang tengah menunggunya. Atau Rafki ingin melanjutkan pembicaraan melalui chat yang terputus tadi? "Pacar kamu?" tanya Rafki begitu tiba didepan Renita. Renita diam sejenak. Tidak mungkinkan, kalau Rafki menunggunya hanya untuk menanyakan hal ini. Renita menggeleng. "Bukan," jawabnya, meski merasa bingung. Rafki manggut-manggut, tak peduli lagi apa status hubungan keduanya. Pada intinya, pria itu bukan kekasih Renita. "Kenapa?" tanya Renita. "Kenapa... aku tanya hubungan kamu sama dia?" Rafki balik bertanya. "Bukan," jawab Renita menggeleng "kenapa kamu nunggu aku?" tanyanya memperjelas. Rafki diam, membuat Renita menghela nafas. "Gak mungkin nunggu kalau gak ada hal yang pentingkan, Ki," ucap Renita. Semoga kali ini Rafki menjawab pertanyaannya. Renita berkerut kening melihat Rafki mengedikkan bahu. "Nggak ada hal yang penting," ucap Rafki yang membuat Renita bingung. "Jadi kenapa nunggu?" tanya Renita lagi. Rafki kembali mengedikkan bahu. "Hatiku pengennya gitu," jawabnya. Mulut Renita sedikit terbuka, cukup terkejut dengan penuturan Rafki, namun merasa bingung disaat yang bersamaan. Tidak ada angin ataupun hujan, tiba-tiba Rafki membicarakan masalah hati dengannya. Renita bahagia, tentu. Siapa yang tidak bahagia jika pria yang disuka tengah menantinya tanpa alasan. Hati Renita tentu berbunga, bahkan raganya seolah dibawa terbang tinggi begitu mendengar penuturan Rafki. Tapi Renita tak ingin terlalu berharap, mungkin saja Rafki merasa cemas karna malam ini Renita terlambat pulang. Renita kan kakaknya dan seorang adik pasti khawatir jika kakaknya kenapa-kenapa, bukan? Renita menghela, meski hatinya mengatakan itu dengan sendirinya, Renita tetap saja tidak terima. Baginya, Rafki tidak pernah menjadi seorang adik. Rafki selalu menjadi sosok pria yang dicintainya. "Aku udah pulang, jangan khawatir," ucapnya tersenyum pada Rafki. Rafki menahan lengan Renita begitu gadis itu ingin melangkah. "Kamu senyum?" tanya Rafki tampak bingung. Bukan Rafki saja, Renita pun merasa bingung. Bukan karna Rafki yang terlihat bingung menatapnya, tapi dengan pertanyaan Rafki. Apa salahnya kalau Renita tersenyum? Apa tanpa sepengetahuan Renita, Papa dan Mama nya sudah membuat peraturan baru, kalau penghuni rumah ini tidak boleh tersenyum? sangat aneh jika itu memang terjadi. "Apa di rumah ini ada peraturan baru?" tanya Renita mengeluarkan isi dalam kepalanya. "Ha?" Rafki tercengang. Dengan wajah yang masih terlihat bingung, Renita kembali berkata. "Ya... apa di rumah ini ada peraturan baru? seperti, dilarang tersenyum?" Rafki terlihat bingung, namun tertawa kemudian. "Mana ada peraturan kaya gitu," ucapnya disela-sela tawa. Renita kesal, melepas tangan Rafki yang tak erat lagi genggamannya. "Mau kemana?" tanya Rafki kembali menahan tangan Renita. "Masuk kamarlah," jawabnya ketus. Rafki tersenyum, melepas genggamannya kemudian. "Besok malam ada acara gak?" tanya Rafki menahan langkah Renita dengan pertanyaannya. Renita berbalik. "Gak ada," jawabnya menggeleng. "Bisa luangkan waktu?" tanya Rafki berhati-hati. Renita terdiam sesaat, coba berpikir. "Besok?" Rafki mengangguk. "Ya," "Oke," jawab Renita lalu berbalik menuju kamarnya. "Good night," seru Rafki begitu Renita sampai diambang pintu kamar, tersenyum begitu Renita berbalik menatapnya. Rafki berbalik, melangkah masuk ke dalam kamarnya meninggalkan Renita yang menatap bingung padanya. Entah apa yang akan Renita pikirkan tentangnya. Rafki tak pernah mencoba mendekati Renita seperti saat ini karna sikap Renita yang dengan jelas menghindarinya. Walaupun begitu, Rafki tak ingin tertinggal jauh, terlebih lagi setelah mengetahui Renita mulai dekat dengan seorang pria. Meski Renita tak pernah menaruh perhatian padanya, tak ada yang tau jika ia belum mencoba, bukan? Saat ini Rafki tengah bertaruh pada dirinya sendiri. Jika Renita menerimanya, itu suatu keberuntungan baginya. Tapi jika Renita menolak, taruhannya sebuah hubungan. Mungkin hubungan keduanya tidak akan berjalan baik. Walau sebelumnya pun tidak begitu baik. ____________
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD