bc

Tunggu Aku Sampai Badai Usai

book_age16+
5.9K
FOLLOW
40.0K
READ
HE
tragedy
campus
addiction
like
intro-logo
Blurb

Gayatri Harimurti sama sekali tidak menduga, kalau anak yang ia lahirkan sepuluh tahun lalu ternyata masih hidup. Kedua orang tuanya membohonginya dan memberikan bayinya pada salah seorang kerabat jauh untuk diadopsi. Gayatri baru diberitahu perihal sang anak, saat sang anak berada dalam kondisi antara hidup dan mati. Anaknya kecelakaan dan membutuhkan transfusi darah.

Masalah muncul saat darah Gayatri tidak cocok dengan sang anak. Gayatri harus menghadirkan Narawastu Adiwangsa, ayah kandung anaknya yang sangat membencinya. Di masa lalu keluarga Gayatri telah mempermalukan keluarga Adiwangsa dalam tatanan masyarakat.

Bagaimana cara Gayatri untuk mendapatkan maaf dari Narawastu? Dan berhasilkah keduanya menyelamatkan nyawa sang anak? Ikuti kisah cinta Gayatri dan Narawastu yang harus melewati berjuta rintangan sebelum menemukan arti cinta, pengorbanan dan permaafan sejati.

chap-preview
Free preview
1. Rahasia Masa Lalu.
"Tri kamu sekarang ke rumah Sakit Harapan Bunda di Medan ya? Ibu sudah memesan tiket pukul tiga sore untukmu?" "Ke rumah sakit di Medan sekarang? Siapa yang sakit, Bu?" Sambil menandatangani beberapa dokumen, Gayatri menerima telepon dari sang ibu. Refleks ia memindai jam dinding. Pukul sebelas siang. Artinya ia punya waktu tiga jam lagi untuk sampai di bandara. Cukuplah. Ia sudah terbiasa bepergian dalam waktu mepet. "Anakmu." "Hah, a--anak Ratri. Anak dari mana? Bukankah anak Ratri waktu itu sudah meninggal? Ibu ngomong apa sih?" Gayatri meletakkan pena. Ia kini serius mendengarkan kata-kata ibunya. Hening. Tidak terdengar kalimat apapun dari mulut ibunya. "Ratri menunggu jawaban dari Ibu." "Sebenarnya putrimu tidak meninggal. Ayah dan ibu telah memberikan putrimu pada kerabat jauh ayahmu di Medan sana." "Astaga, Ibu. Mengapa Ibu dan ayah membohongi, Ratri?" Gayatri memegangi dadanya. Ingatannya seketika kembali pada saat dirinya dirinya masih berseragam putih abu-abu. Ya, dirinya hamil saat masih SMA. Usianya 17 tahun waktu itu. "Ibu dan ayah melakukannya demi menyelamatkan masa depanmu! Kamu masih 17 tahun waktu itu. Hamil dengan mahasiswa baru yang belum bekerja. Menurutmu kami sebagai orang tua harus bagaimana?" "Ratri memang masih kecil saat itu. Tapi seharusnya Ibu memberitahu Ratri. Mana boleh Ibu membohongi, Ratri. Dia anak Ratri, Bu!" "Sudahlah. Semuanya sudah berlalu. Tidak perlu dibahas lagi. Lakukan saja apa yang Ibu minta tadi. Kalau mau main salah-salahan, sebenarnya yang paling bersalah itu kamu. Hamil diusia sekolah dan melarang Ibu dan ayah memenjarakan laki-laki yang sudah menghamilimu. Kamu ini ibarat melemparkan setumpuk kotoran ke wajah ayah dan ibu, tapi kamu tidak memperbolehkan kami membersihkan kotoran itu!" "Karena Mas Iwas itu memang tidak bersalah, Bu. Ratri yang mengajak Bang Iwas ke acara ulang tahun Citra. Bang Iwas juga tidak memperkosa, Ratri. Kami sama-sama mabuk karena keadaan waktu itu. Jadi mana boleh Ibu memenjarakan Bang Iwas? Dengan dipecatnya ayah Bang Iwas sebagai guru, itu saja sudah sangat mempermalukan keluarga mereka besar mereka, Bu." "Sudah! Jangan dilanjutkan cerita lama itu. Membuat Ibu emosi saja. Sana, temui putrimu. Nanti Pak Tono yang akan menjemputmu di bandara Kualanamu." Gayatri menutup telepon dengan jantung berdebar. Anaknya masih hidup! Ibunya tadi mengatakan kalau anaknya perempuan. Berarti putrinya sekarang sudah berusia sepuluh tahun. Mengingat masa lalunya, benak Gayatri kembali ketahun-tahun di mana dirinya masih berseragam putih abu-abu. Gayatri memejamkan mata. Ia berusaha menghadirkan seraut wajah yang sebenarnya ingin sekali ia lupakan. Tanpa bisa ia tahan, kejadian sepuluh tahun lalu itu pun kembali terbayang. 10 Juli 2013 "Tri, ini undangan buat lo. Acara ulang tahun gue yang ke tujuh belas. Gue membuat party besar-besaran di rumah gue. Tenang, bokap nyokap gue lagi di London. Kita bisa party sampai pagi. Jangan nggak dateng lo ya?" Gayatri yang baru masuk ke dalam kelas disambut oleh Citra. Di tangan Citra ada sebuah amplop berwarna merah muda. "Acaranya kapan, Cit?" Gayatri menerima amplop yang disodorkan Citra. "Lusa." "Lo mau hadiah apaan?" Gayatri menyelipkan amplop merah muda itu di dalam tas. "Bawa Bang Iwas sebagai pasangan lo. Gue minta hadiahnya itu aja." Citra mendekati Gayatri yang sudah duduk di kursinya. Kelas mulai ramai. Teman-teman sekelas mereka mulai berdatangan satu persatu. "Lo gila, Cit. Kan lo tahu kalo Bang Iwas itu pendiem banget. Galak lagi kalau sama perempuan. Ogah ah. Ntar gue dicuekin kayak Tari and the gank, tengsin gue." Gayatri menggeleng. Iwas yang dimaksud Citra adalah Narawastu Adiwangsa. Putra sulung Pak Ilham Adiwangsa, guru PPKN di sekolah mereka. Sudah seminggu ini Iwas mengantar jemput Pak Ilham ke sekolah dengan motor. Pak Ilham baru sembuh dari penyakit tipes. Makanya Iwas mengantar jemput ayahnya karena belum sehat betul. Iwas mereka ketahui sebagai mahasiswa baru fakultas hukum. "Nah itu dia, Tri! Gue curiga kalo Bang Iwas itu gay. Lo inget nggak Bang Iwas itu dingin-dingin aja sewaktu gue dan anak-anak godain? Nah, gue pengen tau Bang Iwas itu beneran gay atau kagak. Coba lo rayu dia ke party gue ini. Kalo dia mau, berarti dia normal. Secara lo itu 'kan cewek paling cantik se Bina Bangsa. Kalo Bang Iwas nggak tertarik, fix Bang Iwas pasti gay." "Ogah ah. Lagian lo ngapain mau tau dia gay apa nggak? Bukan urusan lo lagi." Gayatri tetap menolak. "Namanya juga penasaran. Ayolah, Tri. Kabulkan keinginan gue ini." Citra kembali merayu Gayatri. "Lo bikin susah gue aja deh. Lagian cara gue ngundangnya gimana? Bang Iwas itu nganter Pak Ilham sampai di kantor guru doang 'kan? Masa gue ujug-ujug ngajak dia ke ulang tahun lo? Mikir dong, Cit. Mikir." Gayatri menunjuk keningnya. "Yeee... lo usaha dong. Gue aja usaha keras sewaktu lo minta gue ngajak si Fathir ke ulang tahun lo minggu lalu. Padahal si Fathir itu susah banget di ajak keluar. Jadwal shootingnya padat. Tapi gue usaha keras sampai berhasil ngajak doi. Masa lo nggak mau effort lebih ngajakin Bang Iwas? Cemen lo ah!" cibir Citra. "Ya udah, gue coba deh. Tapi gue nggak janji bakalan berhasil ya?" Gayatri mengalah. "Eh bentar... bentar. Tuh Bang Iwas masuk ke parkiran." Citra menunjuk objek yang ia bicarakan dari jendela kelas. "Sana, temuin. Semoga berhasil ya?" Citra mendorong punggung Gayatri ke luar kelas. Dengan apa boleh buat Gayatri berjalan ke arah parkiran. Ia bermaksud menunggu Iwas di parkiran saja. Saat ini Iwas sedang membawakan tas besar Pak Ilham ke ruang guru. "Diamput, gue pake kata pembuka apa ya buat ngajak Bang Iwas? Kenal juga kagak. Si Citra ini emang kurang kerjaan." Gayatri mengomel sendiri. "Tenang, Tri. Tarik napas, buang napas. Semua pasti akan berjalan baik kalo lo bisa mengontrol diri." Gayatri menghembuskan napas panjang saat melihat Iwas berjalan ke arah motornya di parkir. "Selamat pagi, Bang Iwas." Gayatri menyapa Iwas ramah. "Pagi," sahut Iwas acuh sambil menghidupkan mesin motor. Cepat katakan tujuanmu, Tri. Nanti Iwas keburu pergi. "Abang mau menemani saya ke pesta ulang tahun teman Sabtu ini tidak?" Hening. Sejurus kemudian Iwas berlalu tanpa menjawab tawarannya. "Astaga, sombong banget ini orang." Gayatri menggerutu. Dari tempatnya berdiri saat ini ia melihat Citra mentertawainya seraya mengacungkan jempol ke bawah. Citra mengatainya cemen. Gayatri bisa membawa gerak bibir Citra dari kejauhan. "Kalo gue minggu dulu nggak iseng aja, minta hadiah ultah Citra ngajak si Fathir, kagak bakal kesusahan begini gue mah. Mana acaranya lusa lagi." Gayatri mengomel lagi. Sepertinya ia harus meminta bantuan Ussy, si biang gossip untuk mendapatkan alamat rumah Iwas. ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
204.4K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
95.5K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.4K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.4K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook