Fighting there is no end

1026 Words
Tiba tiba saja ada beberapa orang yang memasuki rumah kakek dan neneknya Nino itu, terlihat Jeremi bersama dengan dua body guard di belakangnya. Jeremi berjalan begitu tegap menatap lurus ke depan dengan tatapan kosong, Nino yang berada di hadapannya sama sekali tidak di lihat olehnya. “Ayah?” lirihnya terlihat sendu ia ingin sekali bisa bermain dengan sosok ayah yang mengenakan jas terlihat begitu gagah itu Kadang ia ingin sekali di gendong dan bermain bola bersama ayahnya seperti anak anak lain, meskipun Nino tidak pernah memintanya tapi ia sangat menginginkan hal itu jauh di dalam lubuh hati terdalam anak berusia 5 tahun itu. Nino melihat kertas kertas yang di peluk oleh tangan mungilnya, ia kemudian tersenyum dan berpikir. “Mungkin jika ayah melihat nilai nilaiku sekarang, dia tidak akan bersikap dingin padaku. Mungkin dia akan bisa seperti ayah ayah lain yang bangga dengan putranya lalu main bersamanya” senyumnya setelah berpikir demikian “Ayah!” teriak Nino kemudian menghalangi jalan Jeremi Jeremi terhenti dan kini membuang mukanya kesal “Ada apa Nino? Jangan sekarang” teriaknya dengan nada yang terbata bata “Ayah kenapa terlihat begitu kesal?” lirih Nino dengan tatapan lugunya itu Jeremi membuang nafasnya lalu berjongkok “Ada apa?” tanya Jeremi dengan tatapan yang sudah berkaca kaca itu “Kenapa ayah kesini? Padahal di rumah saja Nino sangat sulit ketemu ayah” gerutunya terdengar lucu Jeremi terdiam “Ahh ayah banyak urusan” ujarnya cepat “I-ini” gugup Nino menyodorkan kertas kertas berisi nilai itu Jeremi membuang mukanya “Nino jangan sekarang ya! Nanti oke nanti akan ayah lihat di rumah. Sekarang jangan halangi jalannya ok” ujar Jeremi lalu kemudian berdiri dan meninggalkan Nino yang masih menyodorkan kertas kertas nilainya itu “Di rumah? Kita jarang ketemu lho meskipun di rumah sendiri” lirihnya dengan tatapan mata yang merah “Tu-tuan” lirih kedua pengasuh itu menatapi Nino dengan khawatir Nino menunduk dan kemudian memeluk kertas kertas itu lagi “Memangnya kenapa? Ayah juga engga pernah perhatiin aku, bahkan guru guru pun nyangka kalau ayah Nino itu adalah kakek. Jadi aku juga tidak mau melihatkan nilai nilai ini pada ayah wlee” gerutunya dengan menjulurkan lidahnya kesal namun matanya nampak berkaca kaca menahan rasa sakit di dada “Kenapa selalu sakit disini ya?” lirihnya kemudian memegang d**a nya terlihat lucu Kini Nino menatapi kedua pengasuhnya “Kalian?” ujarnya “Iya apa tuan?” jawab salah satunya Nino nampak berpikir “Aku takut sakit jantung! Soalnya disini sakitnya, gimana kalau kalian anter Nino ke rumah sakit?” ujarnya cepat “Hmm sakit jantung apa tuan? Itu bukan letak jantung” senyum pengasuh itu Salah satu pengasuhnya lagi kemudian tersenyum juga “Sudah tuan jangan mengada ngada, ayo tuan makan siang saja ayo” senyumnya “Tidak! Nino mau perlihatkan nilai ini ke kakek sama nenek dulu” ujarnya kekeuh dengan menggelengkan kepalanya Kedua pengasuh itu terlihat kebingungan dan memilih diam, Nino kemudian berlarian menuju kamar kakek dan neneknya. “Tuan!” teriak mereka mencoba menghentikan “Aduh bagaimana ini” gerutu pengasuh itu kemudian berlari mengejar Nino “Ya, kita harus hentikan ini” teriak salah satu pengasuh itu lagi menyusulnya Nino berlarian menuju kamar kakek dan neneknya dengan raut wajah gembira karena tak sabar ingin menunjukan nilai itu, meskipun biasanya jam segini kakek dan neneknya tidak mungkin ada di kamar karena setiap hari mereka hanya menghabiskan waktu di halaman depan kolam bersama Nino. Setelah sampai di depan kamar kakek dan neneknya yang terbuka lebar, terlihat jelas beberapa orang berpakaian hitam nampak begitu banyak berdiri dan menunduk disana. Nino kebingungan sedang apa mereka? apa mereka sedang bermain dengan kakek dan neneknya sehingga Nino dilupakan? Nino berjalan perlahan dan pelan pelan terlihat jelas ayahnya sendiri sedang menangis memeluk kedua orang yang dikenakan kain putih dan terbaring di tempat tidur. “Kenapa ayah nangis?” lirihnya dengan tatapan sendu “Ayah! ibu!” teriak seseorang yang berada di belakang Nino yang tak lain itu adalah ibunya sendiri Nino membalikan badannya dan melihat ibunya juga menangis begitu tersiksa “Ibu kenapa?” tanpa menjawab pertanyaan Nino, Karin segera pergi ke kamar yang dikerumuni orang orang berbaju hitam. “Apa yang terjadi?” lirih Nino yang benar benar merasa sendirian sekarang, semua orang meninggalkannya begitu saja. Bahkan ayah dan ibunya tidak memegangnya sama sekali, Nino tertunduk. “Kenapa aku diperlakukan tidak sama?” lirihnya Namun Nino kembali bangkit dan melangkahkan kakinya lagi perlahan, ternyata orang yang sedang mereka tangisi itu adalah kakek dan neneknya yang telah Nino cari cari keberadaannya sejak tadi. Nino menangis perlahan, namun ia sama sekali tidak berani bergerak dari keberadaannya. Ia tahu tidak ada satu pun yang akan merangkulnya lagi, apa lagi sekarang kakek dan neneknya nampak tertidur dengan kulit yang memucat dan dibaluti oleh kain putih. Ya, Nino pernah melihat orang orang mati diperlakukan seperti itu di televise. “Kakek nenek? Ninggalin Nino? Kok gitu sih, kalau gitu Nino ke TK sama siapa? Nino gak akan bisa makan enak, tidur nyenyak” lirihnya dengan air mata yang sudah bergelinangan Nino terisak menangis sampai sampai kedua orang tuanya kini memerhatikannya “Nino jangan nangis” lirih Jeremi menatapi anaknya sendu “Gimana Nino gak nangis? Nino kehilangan kehidupan berharga milik Nino, Nino hanya punya mereka” lirihnya dengan nada yang terbata bata Karin menunduk “Kemari sayang, maafin ibu ya! Kamu mulai besok tinggal sama ibu ya” lirihnya “Apa maksud kamu?” teriak Jeremi menatapi istrinya itu “Apa lagi? Heuh? Aku sudah sangat tersiksa dengan kelakuan mu! Aku harap kita segera berpisah secepatnya!” teriak Karin Jeremi menatapinya kesal “Kau bodoh? Di pemakaman ayah dan ibuku kau ingin meninggalkan ku? Wanita macam apa kau ini” kesal Jeremi Orang orang yang berada disana memilih untuk pergi karena tidak ingin terlibat dengan pertengkaran diantara mereka. Nino semakin sakit, rasanya ini baru pertama kalinya ia melihat pertengkaran antara kedua orang tuanya. Nino sama sekali belum pernah melihat mereka bersama dan ternyata ini jawaban dari pertanyaan Nino. Mereka sudah terpecah belah, meskipun Nino tidak tahu alasannya. Ini sangat sakit baginya. “Kakek nenek, Nino rindu! Kembali yaaa” lirihnya dengan mengeratkan pegangannya pada kertas kertas itu “Kau yang bodoh! Katrine katrine katrine, aku mendengar banyak tentang gadis itu! dia adalah orang yang bermalam dengan mu, kau tidak malu berdiri di hadapan Nino dan aku? Heuh? Aku ingin kita bercerai Jeremi” teriak Karin lagi Jeremi membuka dasinya dan melemparkannya kesal “Kenapa tak coba kau buang saja kesalahanku yang dulu? Itu akan mudah, kau hanya perlu memercayaiku sekarang dan kita mulai bersama sama” lirih Jeremi “Tidak, aku tidak ingin bersama denganmu! Ini sudah cukup memuakan. Kau menjijikan” kesal Karin Jeremi tersenyum “Baik, tapi coba saja kalau kau memang bisa lepas dari ikatan pernikahan kita” teriaknya “Berisik” teriak Nino yang menutup kedua telinganya kemudian berlari pergi dari sana Karin kini menatapi kepergian Nino sendu “Lihat itu? itu akibat ulahmu” teriaknya
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD