Rasa Iri

1285 Words
Dengan suara lemah Sutoro menerima tawaran Hardi untuk bekerja dan tinggal di rumahnya. Setelah keadaannya membaik, Sutoro diperbolehkan pulang. Hardi mengurus seluruh administrasi rumah sakit sedangkan Metta dan anak-anak menunggu di rumah. Metta juga telah menyiapkan kamar tamu utama di lantai bawah untuk mereka beserta Alya dan Ello. Terdengar suara mobil Hardi, Aleana, Ello dan Alya yang sedang bermain bergegas menuju teras. "Ayah, ibu, Ello senang Ayah sudah sembuh. Ayah jangan sakit-sakit lagi ya." "Iya Yah, Alya tidak mau Ayah sakit lagi." "Ello, Alya, maafin Ayah, pokoknya mulai sekarang Ayah akan menjaga kesehatan supaya kalian tidak cemas." "Janji Yah." "Ayah janji." "Mari kita masuk. Saya tunjukkan kamar untuk Pak Toro dan keluarga", ucap Metta. "Alea, Ello dan Alya, kalian lanjut bermain saja." "Iya Ma. Ayo Kak Alya, Kak Ello." Metta dan Hardi mengantar Sutoro dan Nian ke kamar tamu. "Bu Metta, kamar ini terlalu luas untuk kami. Biar kami tidur di kamar belakang saja", ucap Sutoro. "Pak Toro, Bu Nian, tidak perlu sungkan. Kamar tamu ini sudah lama kosong. Lagipula, Pak Toro baru keluar dari rumah sakit dan butuh lingkungan yang sehat agar cepat pulih. Begitu juga Alya agar akses jalan Alya keluar rumah lebih mudah." "Terimakasih Pak, Bu sudah mengizinkan kami tinggal bahkan memberi pekerjaan. Kami bersyukur di tengah kesulitan, kami dipertemukan oleh keluarga ibu." "Mungkin ini yang dinamakan takdir Pak." Lalu Metta dan Hardi meninggalkan ruangan agar mereka dapat beristirahat. "Kami permisi, silahkan Pak Toro dan Bu Nian istirahat dulu hari ini. Besok baru saya memberitahu apa saja yang harus dikerjakan." "Iya Bu Metta. Pak Hardi." Setelah mereka pergi, Nian duduk di samping Sutoro. "Pak, keluarga ini sangat baik ya. Pak Hardi, Bu Metta dan putri mereka, Aleana. Ibu benar-benar bersyukur." "Iya Bu, Bapak juga tidak menyangka, semoga ke depannya kehidupan keluarga kita makin membaik." "Amin." Hardi menuju ruang kerja sedangkan Metta menuju ruang keluarga dimana Aleana, Ello dan Alya sedang bermain. "Alea sayang, ayo ini waktunya tidur siang." "Ello, Alya, kalian juga istirahat. Ayah dan ibu kalian menunggu di kamar." "Iya Tante." Ello dan Alya menuju kamar mereka. "Ayah, Ibu, kami diminta tidur siang. Biasanya jam segini, Aleana harus tidur siang sekitar 2 jam. Lalu Tante Metta akan menyiapkan cemilan sore untuk Alea. Setelah itu, Alea mandi dan bermain lagi lalu makan malam." "Kalau begitu, kalian istirahat. Ibu mau melihat apa yang bisa ibu bantu di dapur." "Iya Bu." Nian melihat Metta yang sedang menyiapkan bahan untuk membuat cemilan. "Bu Metta, ada yang bisa saya bantu?" "Bu Nian..., sebaiknya Bu Nian istirahat. Beberapa hari ini pasti Bu Nian kurang istirahat." "Saya terbiasa bekerja jadi tidak apa-apa. Justru kalau tidur siang badan saya pada pegal. Jadi biar saya bantu ibu di dapur sekaligus ibu beritahu tugas-tugas saya besok." "Baiklah kalau begitu. Saya ingin membuat brownies panggang. Bu Nian nanti yang beberes peralatannya." Nian mengangguk. Sambil mencampur bahan-bahan, Metta memberitahu tugas Bu Nian dan Pak Toro. "Jadi, Bu Nian yang membersihkan lantai 2 dan Pak Toro merawat taman depan dan belakang supaya asri dan sejuk. Itu saja. Soal masak, saya terbiasa masak sendiri untuk Alea dan suami saya. Jadi, Bu Nian boleh memakai bahan yang ada di kulkas untuk masak buat keluarga. Si bibi juga masak sendiri untuk dia dan satpam. Paling sehabis saya masak, Bu Nian bisa lap-lap dan cuci piring." "Baik Bu, saya paham." Malam harinya, Metta menyiapkan steak sebagai menu makan malam. Sedangkan Nian menyiapkan sayur sop untuk keluarganya. Mereka makan di ruang yang berbeda. Alea di ruang makan sedangkan Ello dan Alya di ruang belakang. Saat Alya melihat menu makan malamnya, dia mengeluh. "Bu, tadi sore Tante Metta bilang mau masak steak untuk Alya. Lalu mengapa tidak ada steak?" "Tadi Bu Metta sudah bilang ke ibu tapi ibu sudah menyiapkan sayur sop untuk kita. Jadi, ibu bilang tidak usah ke Bu Metta." "Ibu...., kenapa ibu bilang tidak usah? Alya kepengen steak bukan sayur sop." "Bukannya biasa Alya suka sayur sop buatan ibu." "Itu kan kata ibu bukan kata Alya." "Sudah Alya, kamu tidak boleh begitu sama ibu", tegur Sutoro. Alya tidak berani membantah ayahnya lalu dia makan yang sudah disiapkan ibunya walau hatinya kesal. Sedangkan di meja makan, Alea juga bertanya. "Ma, kenapa Kak Ello dan Kak Alya tidak makan bersama kita?" "Mereka makan bersama ayah dan ibu mereka juga seperti kita." "Lalu mengapa kita tidak makan bersama ayah dan ibu Kak Ello?" "Meja makan kita hanya cukup untuk 4 orang sayang." "Kalau begitu, Papa beli meja yang cukup untuk kita ber.... tujuh", ucap Alea sambil berhitung. "Putri Papa pandai sekali berhitung. Iya nanti kalau Papa ada waktu, kita beli meja makan baru." "Pa..... ", ucap Metta. (Hardi mengerti maksud istrinya. Metta tidak setuju untuk makan bareng keluarga Ello karena bagaimanapun status mereka di rumah ini adalah majikan dan bawahan.) "Alea, sudah, cepat habiskan makananmu nanti dingin." "Iya Ma." Hari ini, Sutoro mulai bekerja sebagai tukang kebun di keluarga Winata. Pagi ini, seperti biasa Nian mengantar Alya dan Ello ke sekolah. Setelah pulang dari sekolah, Nian membantu Metta di dapur menyiapkan sarapan. Metta bertanya tentang kondisi kaki Alya. "O iya Bu Nian, sejak kapan Alya duduk di kursi roda?" "Saat dia baru masuk Sekolah Dasar. Alya mengalami gangguan perkembangan massa otot pada kakinya sehingga kondisinya seperti sekarang. Awalnya saat balita, kondisinya normal namun memang Alya telat berjalan. Menurut diagnosis dokter Alya mengalami distrofi otot yang membuat ototnya semakin melemah dan akhirnya Alya menjadi lumpuh", ucap Nian dengan suara bergetar. "Lalu apa bisa disembubkan?" "Tidak bisa disembuhkan, dokter bilang obat-obatan hanya bisa memperlambat hilangnya massa otot. Saya sudah rutin membawa Alya fisioterapi sejak awal namun tidak memberi pengaruh yang besar." "Kalau Bu Nian dan Pak Toro izinkan, saya dan suami berencana membawa Alya ke dokter untuk memeriksa kaki Alya, siapa tahu dengan doa dan usaha terbaik, akan ada harapan." "Terimakasih Bu. Nanti saya sampaikan ke suami saya." "Iya Bu Nian." Nian menyampaikan kabar baik ini kepada Sutoro dan Alya. Sutoro setuju dan Alya juga sangat senang. Pada akhir pekan, Hardi dan Metta memeriksakan kesehatan Aleana sekaligus membawa Alya untuk pemeriksaan. Kondisi Aleana baik. Sedangkan kondisi kaki Alya memang tidak bisa disembuhkan. Dokter menyarankan fisioterapi rutin agar otot-ototnya bergerak jika tidak akan semakin berbahaya. Alya sedih mendengar hasil diagnosis kakinya. "Aku tidak bisa sembuh. Aku sudah 5 tahun duduk di sini. Padahal Aku ingin bisa berjalan dan berlari." "Alya, Tante mengerti perasaanmu. Kamu yang tegar ya." Sepanjang perjalanan pulang, Alya tampak murung. Aleana ingin menghiburnya. "Kak Alya, jangan sedih. Alea bakal selalu menemani Kak Alya. Juga ada Kak Ello. Kami akan selalu mengajak Kak Alya bermain." (Alya semakin kesal dengan ucapan Alea namun dia memendamnya dalam hati.) "Bermain apanya? Aku tidak bisa berjalan, berlari lalu apa yang bisa kulakukan saat bermain, duduk mematung", gerutu Alya. Aleana bahkan mengenggam tangan Alya dan tersenyum kepadanya. "Kenapa sih kamu sok baik? Aku benci, benci", gerutu Alya. ***** Tak terasa sebulan telah berlalu. Ello dan Alya telah tinggal bersama Aleana selama sebulan dan tepat minggu depan adalah ulang tahun Aleana. Hardi dan Metta berencana menyelenggarakan pesta di rumahnya. Ternyata ulang tahun Aleana berbeda satu hari dengan Alya. Dengan niat baik, Metta ingin merayakan hari ulang tahun Aleana berbarengan dengan Alya. "Benarkah? Kalau begitu, kita adakan ulang tahun mereka bersama. Bagaimana?" "Jangan Bu Metta. Tidak perlu. Ibu dan keluarga kan akan mengundang keluarga besar. Biar ulang tahun Alya kami adakan pesta kecil-kecilan untuknya." Hari ulang tahun Alya pun tiba, Hardi dan Metta memberikan hadiah kepadanya juga membelikan kue ulang tahun. "Selamat ulang tahun ya, Kak Alya", ucap Aleana. Alya merasa senang sore itu karena mendapatkan hadiah bagus dari Hardi dan Metta namun kebahagiaannya sirna saat keesokkan harinya. Rumah keluarga Winata dihiasi balon bernuansa merah muda dan dipenuhi dekorasi boneka. Aleana mengenakan gaun putri bernuansa merah muda dan setiap tamu yang datang membawa kotak hadiah yang diikat pita.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD