(Di Tempat Pemakaman Umum)
Angin bertiup kencang, seorang wanita bergaun kuning bermotif bunga tulip berlari kecil menghampiri seekor burung kecil yang terjatuh akibat angin kencang. Wanita ini berparas cantik dengan pipi tirus, mata besar, hidung mancung dan tingginya pun ideal. Dia mengangkat burung kecil itu dengan lembut lalu membelai tubuh kecil burung itu yang masih bergerak.
"Burung kecil, kamu harus bertahan. Aku akan mengobatimu."
"Sayapmu sepertinya patah. Aku akan membawamu pulang", sambungnya setelah mengecek keadaan burung kecil itu.
Saat dirinya beranjak, seorang pria dan seorang wanita melaluinya begitu saja.
"Mas Zerich..... Natasya...."
Wanita itu mengenal lelaki dan wanita tadi namun disaat dia memanggil, mereka tidak menoleh. Dia mengikuti mereka sampai ke sebuah nisan yang tanahnya masih basah.
"Aleana sayang tenanglah di sana. Aku akan menjaga baik-baik harta peninggalan keluargamu."
"Mas bisa saja", tawa wanita disampingnya.
"Akhirnya, kita bisa menyingkirkan wanita ini selamanya. Kita bisa menikmati hartanya dan yang terutama kita bisa bercinta sepuasnya tanpa perlu mencuri waktu. Aku ingin kita menyelenggarakan pernikahan yang megah dan bulan madu keliling Eropa."
"Apapun untuk kamu pasti boleh."
Wanita itu merangkul pinggang sang lelaki dan memeluknya.
"I love you so much, Mas Zerich."
"I love you too, Natasya."
Setelah Zerich dan Natasya pergi meninggalkan makam nisan tersebut, wanita yang sejak tadi berdiri, menghampiri nisan itu. Matanya berkaca-kaca membaca nama yang tertera pada papan nisan.
"Aleana Winata, lahir 1 November 1995, wafat 30 September 2024."
(Aleana melangkah mundur).
"Tidak mungkin, aku... tidak mungkin sudah meninggal."
Lalu datang seorang lelaki berjas hitam sambil membawa sebuket bunga tulip. Dia meletakkan buket bunga di atas makam lalu mendoakannya.
"Alea, maaf aku baru datang hari ini. Aku segera terbang ke Indonesia setelah mendengar kabar kepergianmu. Aku bawakan bunga favoritmu. Semoga kamu diterima di sisi-Nya."
Lelaki itu menyeka pipinya yang basah oleh air matanya. Aleana merasakan sakit yang lelaki itu rasakan. Mereka, seperti memiliki ikatan namun Aleana tidak mengenal lelaki itu.
"Siapa lelaki ini? Mengapa dia menangis untukku? Sedangkan suamiku, Mas Zerich dan sahabat baikku sendiri, Natasya malah bahagia dengan kepergianku.
Aleana menjambak rambutnya sendiri lalu sebuah tangan menepuk pundaknya. Seketika ingatan masa kecilnya kembali.
"Ini mangga untukmu. Aku memetiknya dari rumah Pak Sobri. Kamu kan sangat menyukai mangga dari rumah beliau."
"Kak Ello, aku enggak mau makan mangga curian."
"Siapa bilang aku mencurinya? Ini aku dapatkan setelah membantu Pak Sobri berkebun. Beliau mengizinkan aku memetik beberapa mangganya."
"Wah, terimakasih ya Kak Ello."
"Aku kupaskan untukmu ya."
(Mereka memakan mangga itu sampai habis. Lalu muncul sebuah ingatan lain. Aleana berada di ruang operasi dan di sebelahnya ada Elloandro yang juga berbaring bersamanya.)
"Alea, setelah operasi kamu harus cepat pulih agar kita bisa bermain bersama kembali."
(Kembali ke TPU)
Aleana membuka mata dan dia teringat dengan lelaki itu.
"Elloandro, iya dia Kak Ello."
Air mata Aleana mengalir begitu saja tanpa henti. Semua ingatan kehidupan masa kecil yang terlupakan mulai tersusun dengan rapi sampai kepada hari naas itu. Hari dimana, Aleana terbangun dan menyadari mobilnya berada di pinggir jurang yang terjal. Melalui kaca jendela mobil, Aleana melihat Zerich dan Natasya yang tertawa bahagia sambil melambaikan tangan kepadanya.
"Jadi, yang sebenarnya mendonorkan ginjal untukku adalah Kak Ello bukan Zerich."
"Zerich dan Natasya adalah dalang yang merencanakan kecelalaanku saat itu."
(Aleana berteriak)
"Aghhhh........"
(Ini pertama kalinya, Aleana merasakan amarah menyelimuti hatinya.)
Dan tiba-tiba hujan pun turun dengan derasnya.
(Sebuah payung hitam memayungi Aleana dan tepat di sebelahnya berdiri seorang pria mengenakan pakaian serba putih. Wajahnya bersinar seperti malaikat.)
Aleana menoleh ke arah pria di sebelahnya.
"Siapa Anda?"
Pria itu tersenyum.
"Aku burung kecil yang kau selamatkan tadi."
Aleana baru menyadari burung kecil tadi menghilang dari genggamannya.
"Apa Anda seorang malaikat?"
"Perkenalkan saya Justin."
"Saya Aleana."
"Apa Anda akan membawa saya ke akhirat?"
"Mungkin kamu tidak ingat saya tapi saya selalu mengingat kebaikan kamu."
"Apa maksud Anda?"
"Kamu memiliki hati penolong dan penyayang. Kamu tidak pernah menyakiti siapapun bahkan terhadap hewan. Disaat ada hewan yang terluka kamu pasti merawatnya sampai sembuh."
Justin memegang tangan Aleana dan sebuah ingatan muncul.
(Saat umurnya 6 tahun, dia menolong seekor burung kecil yang menabrak jendela kamarnya. Lalu saat umurnya 17 tahun, dia juga menolong seekor burung kecil yang terkena ketapel oleh anak-anak nakal.)
"Anda adalah burung kecil itu."
"Yap."
"Aku senang bila bisa menolong orang lain, melihat mereka tersenyum. Aku juga senang melihat hewan yang ku rawat bisa pulih. Terimakasih karena sudah datang dan menemaniku di saat terakhirku."
"Aku menampakkan diri kepadamu dengan wujud asli ini bukan karena ingin mengantar kepergianmu. Namun aku ingin memberikan kesempatan agar kamu bisa mengulang takdirmu."
"Aku terima bila takdirku harus berakhir seperti ini."
"Kamu tidak ingin mengubah takdirmu yang menyedihkan menjadi takdir yang bahagia?"
(Justin menunjukkan penglihatan kembali kepada Alena.)
Terlihat Zerich dan Natasya menikah, mereka berfoya-foya dengan harta peninggalannya. Mereka hidup bahagia sampai tua.
"Biarlah mereka hidup bahagia di dunia tetapi aku yakin mereka akan menanggung hasil dari perbuatan mereka kelak di akhirat. Karena aku yakin akan ada keadilan bagiku."
"Sungguh murni hatimu Aleana, sebab itu aku malaikat yang merupakan utusan Yang Maha Kuasa datang untuk memberikan keadilan itu padamu. Aku Justin, malaikat keadilan."
Justin mengeluarkan sayapnya, dia tampak bersinar. Aleana terkagum.
"Waktumu di dunia ini belum berakhir. Takdirmu yang sekarang bukanlah takdir yang tertulis untukmu. Sebab itu Yang Maha Kuasa mengutusku memberi keadilan untuk mematahkan takdirmu yang menyedihkan? Maukah kamu?"
Justin mengulurkan tangannya kepada Aleana.
Aleana terdiam, dia melihat ke arah nisannya dimana Elloandro masih meratapi papan nisannya dengan tubuh yang basah kuyup.
Aleana teringat janji masa kecil mereka.
"Alea, kak Ello ingin melamarmu di saat dewasa nanti. Apa kamu mau menikah denganku?"
"Iya, Alea mau."
(Kami memiliki janji seperti itu di waktu kecil. Dia juga yang mendonorkan ginjal kepadaku, batin Aleana.)
"Malaikat Justin, apa aku bisa menetapi janji dengan kak Ello bila aku mengulang takdir hidupku?"
"Mungkin."
"Apa aku bisa melihat dia bahagia? Melihatnya sekarang seperti ini membuat hatiku sakit."
"Mungkin."
"Baiklah, aku ingin mengulang takdir hidupku yang sekarang."
"Aku senang mendengarnya. Sekarang ikutlah denganku, kita pergi ke rumahku untuk memulai awal baru dari takdir hidupmu."
Justin membawa Aleana ke sebuah rumah megah dan memasuki sebuah ruangan. Di dalam ruangan itu, terdapat rak kaca besar dan tinggi dengan foto di setiap kacanya. Justin mempersilahkan Aleana duduk dan menyuguhkan secangkir teh untuknya.