Teh Penghapus Ingatan

1056 Words
Aleana bertanya tentang rak kaca yang berisikan foto itu kepada Justin. "Mengapa banyak foto dalam rak kaca ini?" (Aleana juga melihat gulungan kertas di samping foto-foto tersebut.) "Mereka adalah calon penghuni akhirat yang mungkin akan meninggal dalam waktu dekat. Saat mereka meninggal, rak kaca tersebut akan terbuka dengan sendirinya. Malaikat kematian akan mengantar mereka ke tempat ini. Dan aku akan menyidang mereka dengan membacakan kebaikan dan kejahatan mereka saat berada di dunia." "Darimana Anda tahu kebaikan dan kejahatan apa saja yang telah mereka lakukan?" "Kamu lihat gulungan kertas di samping foto mereka. Saat aku membuka gulungan tersebut maka akan muncul tulisan mengenai perbuatan baik maupun perbuatan jahat mereka." "Lalu apa yang akan terjadi setelah Anda menyidang mereka?" "Bila perbuatan baik mereka lebih banyak dari perbuatan buruk, maka mereka akan menerima pita putih. Namun, bila sebaliknya mereka akan menerima pita hitam. Lalu, mereka akan melewati gerbang itu. Di sana, mereka akan bertemu malaikat akhirat yang akan membawa mereka sesuai warna pita yang mereka dapatkan." "Apa pita putih berarti surga sedangkan pita hitam berarti neraka?" "Yap." "Lalu apa fotoku juga ada terpajang di salah satu rak kaca ini?" "Nihil." "Artinya aku belum waktunya meninggal. Begitukah?" "Yap.Makanya arwahmu tidak dijemput oleh malaikat kematian dan bisa berpergian bebas." (Justin meletakkan secangkir teh di hadapan Aleana.) "Ini bukan teh biasa melainkan teh penghapus ingatan." "Maksud Anda setelah meminum teh ini, ingatanku bertemu dengan Anda akan terhapus? Apa ingatanku tentang yang terjadi di masa lalu juga akan terhapus?" "Ingatan hari ini dan masa lalumu akan terhapus. Kamu akan mengulang takdirmu dari awal. Awal pertama, kamu mengenal Elloandro lalu pertemuanmu dengan Zerich dan seterusnya." "Bagaimana bila aku mengulangi kesalahan yang sama? Aku menikahi Mas Zerich bukan Kak Ello." "Semua kembali kepada keputusanmu saat itu. Keputusan yang kamu ambil akan menentukan takdirmu. Kamu harus bijak dalam mengambil keputusan. Percayalah kata hatimu, itu akan menuntunmu menentukan keputusan yang tepat. Yang terlihat baik dan terdengar manis belum tentu tulus. Ingatlah, perkataanku ini. Hanya nasehat ini yang bisa aku sampaikan kepadamu." (Aleana menatap teh yang berada di hadapannya.) "Apa aku mampu mengubah takdirku? Apa aku bisa mengambil keputusan yang tepat?", gumam Aleana. (Aleana kembali mengingat kesedihan Elloandro dan kebahagiaan Zerich serta Natasya saat di makam.) "Aku harus yakin aku bisa, ini bukan untuk diriku tapi untuk orang-orang yang tulus menyayangiku, Papa, Mama, Eyang dan Kak Ello." Aleana menghela napas panjang. "Aku ucapkan terimakasih kepada Anda karena telah memberi aku keyakinan. Aku akan menggunakan kesempatan ini untuk bisa mematahkan takdirku yang menyedihkan." Malaikat Justin tersenyum lalu mempersilahkan Aleana untuk minum. Aleana meminumnya, setelah itu Justin mengantarnya ke gerbang. "Setelah melewati gerbang ini, kamu akan kembali ke dunia. Semangat ya, kamu bisa." (Di sebuah kamar berdinding merah muda. Seorang gadis kecil membuka matanya.) "Apa ini sudah pagi?" Gadis kecil itu beranjak dari tempat tidurnya, menyikat gigi dan mencuci mukanya. Lalu dia mengenakan seragam kotak-kotak berlogo TK WINATA. "Senangnya, hari ini aku akan pergi bersekolah. Aku bisa bertemu teman-teman baru." (Sejak balita sampai usianya 5 tahun sekarang, dia tidak memiliki teman sebab dia selalu berada di rumah dan hanya pergi keluar untuk ke rumah sakit. Dia mengidap penyakit lupus yang terdiagnosis saat berusia 2 tahun. Sejak itu, orang tuanya sangat protektif terhadap segala kegiatannya. Barulah setelah menjalani pengobatan hampir 3 tahun, kondisinya mulai stabil walau beraktivitas di luar ruangan. Orang tuanya bahkan membangun sekolah khusus untuknya karena dia adalah putri tercinta mereka, Aleana Winata.) Aleana keluar dari kamarnya menuju kamar Papa Mamanya. Dia masuk perlahan lalu naik ke tempat tidur dan mencium pipi Papa dan Mamanya yang masih tertidur. Papanya, Hardi Winata terbangun saat merasa ada yang menyentuh pipinya begitu juga Mamanya, Metta Winata. "Sayang, putri Papa yang manis." "My cute princess, kamu sudah siap ke sekolah hari ini." "Iya Pa, Ma, Alea tidak sabar bertemu teman-teman baru saat di sekolah." Hardi mengarahkan pandangan ke jam dinding di tengah ruangan. "Putri Papa semangat sekali mau ke sekolah. Tapi ini masih terlalu pagi untuk ke sekolah. Bagaimana bila kamu menemani Papa dan Mama bobo di sini?" "Apa nanti kita tidak terlambat ke sekolah, Pa?" "Tidak sayang, ini masih pukul 2 pagi. Kita berangkat pukul 9 pagi. Papa akan membangunkanmu pukul 7 pagi. Papa sendiri yang akan mengantarmu ke sekolah jadi kamu tidak mungkin terlambat." (Aleana berbaring di tengah, Hardi membelai rambutnya dan Metta menyanyikan lagu tidur. Tak berapa lama, Aleana menguap dan tertidur lelap.) "Mungkin karena putri kita tidak pernah bermain bersama teman sebayanya jadi dia sangat bersemangat." "Iya Pa, Mama berharap kondisinya selalu stabil seperti sekarang. Mama tidak sanggup saat melihat kondisinya drop." "Papa akan selalu memantau aktivitasnya dan tentu kita tetap akan mengontrol kesehatannya setiap bulan." (Pagi hari tiba, tepat pukul 7, Hardi membangunkan Aleana dengan kecupan bertubi-tubi di wajahnya.) "Papa...." "Iya sayang." Aleana membalas kecupan Hardi. "Muah... muah....muah...." "Mama tidak dapat kiss nih", goda Metta. Aleana mengecup pipi Metta beberapa kali. "Thank you sayang. Sekarang, Mama akan memandikan dan mendadani kamu secantik mungkin." "Yeay....", senyum Aleana. Selesai memandikan Aleana, Metta mengeringkan rambutnya, menyisirnya lalu mengepangnya dengan rapi. Tak lupa diberi jepitan pita agar terlihat cantik. "Nah, sudah cantik putri Mama. Sekarang tinggal tunggu Papa siap. Ayo kita tunggu Papa di meja makan." "Iya Ma." (Di meja makan, telah tersedia beberapa menu sarapan. Ada sandwich, kue lapis, omelet, teh, kopi, susu.) "Sayang, mau sarapan pakai apa?" "Alea mau kue lapis dan s**u coklat." Metta mengambilkan sepotong kue lapis dan menuangkan s**u coklat untuk Alea. Dia juga menyiapkan sarapan untuk suaminya. Tak lama Hardi tiba di meja makan dan mereka sarapan bersama. Selesai sarapan, Metta bergegas mandi dan merias diri sedangkan Hardi menemani Alea di ruang tengah. "Putri Papa memang yang paling manis. Nanti di sekolah, Alea jangan terlalu lelah. Kalau semisal Alea lelah, Alea bilang ke Mama. Mama akan menunggu Alea di sekolah." "Iya Pa." Hardi mengambil buku dari tas Alea. "Sekarang, Papa mau menguji kemampuan Alea mengenal huruf. Apa Alea terima tantangan Papa?" "Tentu Pa." (Aleana senang sekali mengetahui hal-hal baru dan dia cepat menerima apa yang dia pelajari.) Metta telah siap, lalu mereka berangkat ke sekolah. Sesampainya di sekolah, mereka di sambut kepala sekolah serta tenaga didik di sana. "Selamat datang Bapak Hardi Winata dan Ibu Metta Winata." "Terimakasih Bu Sofia. Kami titip Aleana. Dan tolong sesering mungkin di perhatikan." "Tentu Pak, Bu. Saya sudah menghimbau Bu Gita mengenai kondisi Aleana. Bu Gita yang akan menjadi wali kelas Aleana." (Aleana masuk ke ruang kelasnya dengan riang gembira.)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD