Semakin Dekat

1177 Words
Disaat Aleana dan Ello berbincang, muncul suara dari belakang, Sutoro memanggil anaknya. "Ello, siapa gadis kecil yang bersamamu?", sambil terbatuk. "Ayah, ini Aleana. Dia bersekolah di sekolah ini." "Halo, Pak." "Maaf, bukannya ini masih jam pelajaran. Mengapa De Aleana bisa di sini?" "Maaf Pak, Alea cuma ingin berbincang dengan Kak Ello sebentar. Kalau begitu Alea kembali ke kelas dulu. Permisi." "Daah Kak Ello." "Iya hati-hati." Aleana memberi senyuman dan dibalas senyum juga oleh Elloandro. Aleana kembali ke kelasnya dan kembali belajar. Setengah jam kemudian, bel berbunyi. Metta telah menunggunya di depan ruang kelas. Di perjalanan pulang, Aleana tidak menceritakan pertemuannya dengan Ello kepada mamanya. Namun, di malam hari Aleana menceritakan perkenalannya dengan Ello kepada papanya. "Pa, Alea berkenalan dengan seorang kakak. Namanya Kak Ello. Dia mirip seperti pangeran yang sering Papa ceritakan dalam dongeng." (Hardi mengeryitkan alisnya.) "Memangnya ada anak laki-laki yang lebih besar darimu di sekolah kita." "Kak Ello tidak bersekolah di sekolah Alea tetapi dia membantu Ayahnya yang bekerja sebagai tukang kebun di sekolah." "Mengapa dia harus membantu ayahnya?" "Sebab katanya Ayahnya sedang sakit." "Begitukah?" "Iya Pa. Tapi Pa, Alea tidak bilang ke mama kalau Alea berkenalan dengan Kak Ello sebab kemarin ini Kak Ello yang membuat sikut Alea berdarah tetapi itu tidak sengaja Pa. Kak Ello juga terjatuh dari sepedanya supaya tidak menabrak Alea." "Apa Alea takut mama marah sama Kak Ello?" "Iya, jadi Papa jangan kasih tahu mama ya." "Tidak baik sayang menyembunyikan sesuatu dari Papa atau Mama." "Lalu apa boleh Alea berteman dengan Kak Ello?" "Tentu boleh. Kamu boleh berteman dengan siapa saja yang ingin berteman." "Lalu apa Mama ngebolehin?" "Tentu. Nanti papa yang bilang ke mama ya." Alea mengangguk lalu mencium papanya. "Terimakasih Pa." "Sekarang waktunya tidur, selamat malam sayang." Hardi kembali ke kamarnya, Metta baru selesai mandi. "Istriku wangi sekali", sambil memeluk pinggang istrinya. "Papa, pasti ada maunya." "Tau aja Mama. Sudah waktunya, kita memberi adik untuk Alea. Kita sudah menunda 5 tahun supaya fokus dengan putri kita." "Iya Pa. Mama juga berpikir demikian. Bagaimana kalau kita mulai dengan..... ". (Tanpa menyelesaikan ucapannya, Metta mengecup bibir Hardi. Hardi pun merespon cepat dan mereka melewati malam dengan penuh gairah.) Selesai saling melepaskan gairah, Hardi membahas tentang Ello. "Sayang, tadi Alea cerita ke aku tentang anak laki-laki yang kemarin membuatnya terjatuh. Alea berkenalan dengannya, namanya Ello. Alea meminta izin untuk berteman dengannya." "Bagaimana Alea bisa berkenalan dengannya?" "Entahlah tapi sepertinya Alea ingin berteman dengannya." "Anak laki-laki itu sepertinya dari sekolah lain. Entah mengapa dia ke sekolah kita?" "Kata Alea, anak laki-laki itu ke sekolah untuk membantu ayahnya. Ayahnya bekerja sebagai tukang kebun di sekolah." "Jadi, apa maksud Papa bilang ini ke Mama?" "Papa ingin Mama mengizinkan Alea berteman dengan siapa saja yang ingin berteman dengannya." "Iya, Mama tidak masalah. Memang kenapa Alea tidak bilang langsung ke Mama?" "Mungkin dia takut Mama marahin Ello sebab kemarin anak itu yang membuat Alea jatuh." ***** Pagi hari tiba, seperti biasa Aleana bersemangat pergi ke sekolah. Hari ini, Hardi ikut mengantar Aleana ke sekolah. Setelah mengantar Aleana ke kelas, Hardi bersama Metta menemui kepala sekolah. "Pak Hardi, Bu Metta, ada yang bisa saya bantu?" "Begini Bu. Saya dengar tukang kebun di sekolah kita sedang sakit. Apa benar demikian Bu?" "Maksud Anda Pak Toro?" "Saya kurang tahu nama beliau." "Tukang kebun kita bernama Pak Sutoro. Beliau mulai bekerja di sini sejak awal sekolah kita mulai beroperasi 2 bulan lalu. Kinerja beliau sangat baik, sekolah kita mempunyai taman yang indah berkat keahlian beliau. Namun, ya seminggu belakangan ini beliau jatuh sakit. Saya sudah meminta beliau untuk beristirahat di rumah namun beliau bersikeras tetap melakukan pekerjaannya. Jadi setiap hari, putra beliau datang ke sekolah untuk membantu pekerjaannya. Putranya sangat sopan dan pastinya rajin. Selepas pulang sekolah, dia pasti membantu Pak Toro." "Apa nama anak itu Ello?" "Benar Pak. Bagaimana Anda tahu?" "Saya tahu dari putri saya." "Begitu ya Pak. Lalu apa yang bisa saya bantu?" "Bu Sofia bisa memakai anggaran sekolah untuk biaya berobat beliau. Beliau termasuk anggota keluarga sekolah ini jadi kita harus memperhatikan beliau." "Tentu Pak. Akan segera saya urus." "Terimakasih Bu Sofia, kami pamit." "Iya, hati-hati Pak, Bu." (Hardi pergi ke kantor sedangkan Metta menunggu Aleana di sekolah.) Siang ini, seperti biasa Ello datang ke sekolahan, mengganti seragamnya lalu membantu ayahnya menanam tanaman baru. Metta memperhatikan dari kejauhan apa yang dikerjakan oleh Ello lalu menghampirinya. Sutoro melihat Metta mendekat lalu dia menyapa. "Siang Bu. Ada yang bisa saya bantu?" "Saya sedang melihat-lihat taman belakang sekolah, ternyata sejuk dan seindah ini." "Ini untuk kenyamanan anak-anak yang bersekolah di sekolah ini." "Apa Bapak yang menanam tanaman di taman ini?" "Betul Bu. Saya tukang kebun di sekolah ini." Ello yang mengenali Metta juga menyapa. "Selamat siang Tante." "Aleana sudah bercerita tentang kamu. Namamu Ello." "Iya Tante saya Elloandro." "Apa kamu tidak bersekolah?" "Saya sudah pulang dari sekolah dan langsung kemari." Sutoro menyela. "Anda ibunya Aleana, maaf Bu, anak saya kemarin membuat Aleana terjatuh." "Aleana baik-baik saja jadi tidak masalah, Pak. Saya dengar Bapak kurang sehat. Apa sudah diperiksa ke dokter?" "Belum." "Lebih baik Bapak segera ke dokter agar cepat sembuh." "Iya, terimakasih Bu." Lalu, datang seorang wanita sekitar usia 40 tahun sambil menggendong tas dan mendorong anak perempuan yang duduk di atas kursi roda. "Nian, ada apa ini? Mengapa kamu membawa Alya kemari dan membawa tas?" "Kita diusir dari rumah kontrakan Pak karena sudah nunggak 3 bulan. Barang-barang kita juga diambil untuk bayar tunggakan. Ini ibu hanya bawa beberapa baju kita." "Bagaimana bisa Bu Della mengusir dan mengambil barang-barang kita? Bapak harus bicara sama dia. Dia tidak bisa semena-mena begini." (Sutoro terbatuk-batuk saat berjalan, mendadak dia pun merasa sesak napas dan pingsan. Istrinya segera menghampiri untuk menolongnya. Metta yang menyaksikan itu segera meminta pertolongan.) "Pak, Bapak kenapa? Bangun Pak", dengan nada panik sambil mengoyangkan tubuh suaminya. Beberapa satpam datang untuk menolong. "Pak, tolong ini dibawa ke rumah sakit terdekat", pinta Metta. (Jam pelajaran telah usai. Aleana melihat beberapa orang berkumpul. Ada mamanya yang berdiri di parkiran. Pak Sutoro yang sedang diangkat masuk ke dalam mobil dan Ello yang berdiri di samping kursi roda.) "Ayahnya Kak Ello kenapa ya?", gumam Aleana. Lalu Aleana menghampiri Ello. "Kak Ello, apa yang terjadi dengan Ayah Kak Ello?" "Beliau mendadak pingsan. Aku juga tidak tahu." "Lalu dia ini siapa Kak?", tunjuk Aleana ke anak perempuan yang duduk di kursi roda. "Ini kakak perempuanku, Alya." Metta melihat Aleana yang sedang berbincang dengan Ello. "Alea sayang, maaf Mama tidak melihat kamu keluar." "Ma, Ayahnya Kak Ello kenapa?" "Beliau pingsan jadi beliau segera dilarikan ke rumah sakit." "Apa beliau akan baik-baik saja?" "Tentu sayang. Dokter akan segera menolongnya. Ayo kita pulang." Aleana menoleh ke arah Ello dan Alya. "Lalu bagaimana dengan Kak Ello, Ma?" (Metta melihat ke arah Ello dan Alya. Dia tahu mereka sekarang tidak mempunyai tempat tinggal. Ayah dan ibu mereka di rumah sakit. Seorang anak laki-laki di bawah umur dan seorang anak perempuan yang lumpuh, ditambah tatapan sang putri, hati nurani Metta tergerak.) "Begini Ello, bagaimana bila kamu dan kakakmu ikut ke rumah Tante? Nanti, setelah ada kabar dari rumah sakit, Tante akan mengantar kalian ke rumah sakit." (Ello, Alya dan Aleana saling menatap.)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD