4

832 Words
Keesokan harinya, Rayyan pamit kerja lebih awal, sedangkan Asyifa sedang di kamar mandi, bahkan Rayyan tidak sempat pamit pada Asyifa. Di perjalanan, Rayyan melihat Mayra hendak menyeberang jalan dan dia langsung menghentikan mobilnya secara mendadak. “Eh kamu! Tunggu! Kembalikan dompet saya!” panggil Rayyan dengan setengah berteriak. Mayra yang sedang menuju PAUD untuk mengajar, menoleh ke arah suara, “Hah, laki itu lagi?! Ya ampun, mana gua tidak ada uang untuk bayar servis ponselnya! Mending kabur aja lah,” ucap Mayra, dia melupakan niatnya untuk menyeberang, lalu mengambil langkah seribu demi tidak bertemu dengan Rayyan. “Apa? Dia kabur? Benar-benar itu bocah ya! Bukannya bertanggung jawab malah kabur seenaknya!” gerutu Rayyan begitu melihat Mayra kabur. Rayyan mengejar Mayra, tapi tidak terlalu jauh, karna dia sadar mobilnya masih terparkir di jalan dalam keadaan menyala. Takutnya dompetnya kembali, tapi mobilnya malah lenyap, akhir-akhir ini memang sedang banyak pencuri dan pencopet, bahkan perampok. Rayyan memilih masuk kembali ke dalam mobil, dan pergi dari sana. Sedangkan Mayra memilih bersembunyi di balik tembok gang sempit. “Apa dia sudah pergi?” tanya Mayra pada dirinya sendiri sambil mengintip dari balik tembok. “Ah syukurlah dia sudah pergi, jangan sampai dia tahu kalau aku mengajar di daerah sini,” lanjutnya lagi sambil mengelus d**a. Merasa sudah aman, Mayra segera keluar dari persembunyiannya dan kembali hendak menyeberang jalan. “Kak Mayra!” panggil Asyifa yang masih berada di dalam mobil. “Nek, itu kak Mayra, A..i..fa ikut kak Mayra,” rengek bocah umur 4 tahun itu. “Tapi kita mau cari sekolah untuk kamu, nanti siang baru jumpai Nak Mayra,” jawab nek Rumi. “Gak mau, A..i..fa maunya cekalang juga!” kekehnya. “Ya sudah, pinggirkan mobilnya Burhan, kita mampir di sini sebentar,” perintah nek Rumi pada sopirnya. “Baik Bu.” Asyifa turun dari mobil dan langsung berlari menghampiri Mayra. “Loh Asyifa, kamu tidak sekolah?” tanya Mayra. Dia sudah agak terlambat untuk mengajar. “Tidak, A..i..fa mau main sama kak Mayra,” jawabnya. “Waduh, kakak gak bisa sekarang, kakak harus mengajar, anak-anak sudah pada nungguin kakak,” jawab Mayra dengan suara berat, membuat raut wajah Asyifa terlihat kecewa. “Kamu mengajar? Mengajar di mana?” tanya Nek Rumi yang baru sampai ke hadapan mereka, berjalan dengan tongkatnya. “Iya Nek, saya mengajar di PAUD itu,” jawab Mayra sambil menunjuk ke arah PAUD yang ada di seberang jalan, tidak jauh dari tempat mereka berdiri. “PAUD kecil-kecilan, untuk anak yang kurang mampu,” lanjutnya lagi. “Nek, A..i..fa mau belajar sama kak Mayra,” Asyifa kembali merengek, tapi kali ini membuat mata nek Rumi terbelalak. “Mau belajar sama kak Mayra?” tanyanya mengulangi permintaan Asyifa, Asyifa pun mengangguk. Nek Rumi terdiam beberapa saat. “Asyifa, Asyifa sekolah di sekolah pilihan nenek aja, di sini sekolahnya tidak bagus,” bujuk Mayra pada Asyifa. Dia mengerti Asyifa bukan berasal dari keluarga biasa apalagi kurang mampu. “Tidak apa Nak, biar Asyifa tau cara bersosialisasi dulu, kalau dia sudah tau cara berteman, nanti juga mudah untuk dia sekolah di sekolah favorit,” jawab Nek Rumi membuat Mayra kaget, tidak menduga dengan jawaban yang di berikan oleh nek Rumi. Akhirnya Asyifa sekolah PAUD di tempat Mayra mengajar. Nek Rumi bahagia melihat Asyifa yang sangat ceria belajar di sana. Sesampai di rumah, nek Rumi menceritakan kegiatan Asyifa pada Rayyan, Rayyan mendadak tidak setuju Asyifa sekolah di sana. “Itu bukan sekolah yang pantas untuk Asyifa.” “Iya, ibu tau itu, tapi ternyata teman barunya Asyifa mengajar di sana, jadi ibu tidak bisa membujuk Asyifa untuk tidak sekolah di sana.” “Ya sudah, mulai besok Asyifa tidak perlu lagi mencari sekolah, biar Rayyan cari guru untuk home schooling aja.” Nek Rumi tidak membantah, anak sama cucunya benar-benar keras kepala, bukan tidak mungkin keras kepala Asyifa dan sangat pemilih juga turun dari papanya. Sedangkan almarhumah mamanya Asyifa, wanita yang sangat lembut dan sangat pengertian semasa hidupnya. Sudah tiga hari Asyifa tidak keluar rumah, dia tidak berselera makan, dia selalu merengek pada nek Rumi supaya dia kembali bertemu dengan Mayra, tapi nek Rumi tidak mau melanggar aturan Rayyan, hingga akhirnya Asyifa demam. “Dia dari tadi panggil nama Mayra,” ucap Nek Rumi setelah dokter yang di minta datang oleh Rayyan melakukan pemeriksaan pada Asyifa. “Ini mungkin efek dari rasa tertekannya Asyifa karna di larang bermain sama temannya, jadinya dia tidak mood makan hingga akhirnya jadi sakit seperti ini,” jawab Dokter tersebut. Dia sudah bertanya siapa Mayra yang di panggil oleh Asyifa, dan nek Rumi pun memberitahukannya kalau Mayra teman barunya Asyifa. “Jadi bagaimana Dokter? Apa Asyifa akan baik-baik saja? Dia bisa sembuh kan?” tanya Rayyan dengan panik. “Tentu bisa, tapi ada baiknya pertemukan dia sama temannya, biar dia ceria lagi, jadi proses pemulihannya juga berjalan cepat,” jawab Dokter tersebut membuat Rayyan terdiam dan memandangi wajahnya Asyifa. Rayyan jadi merasa bersalah melarang Asyifa bertemu dengan teman barunya, bahkan Rayyan juga melarang Asyifa untuk mendatangi sekolah PAUD yang dia sukai.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD