Bab 16 : Selengket Ingus

1182 Words
Beberapa hari setelahnya. Aydan tak lagi mendengar keluhan dari karyawannya karena mereka sudah memahami sistem dan aturan yang diterapkan oleh Aydan. Pandangan akan Aydan mulai kembali seperti dulu. Sempat tersebar kabar bahwa Aydan tak sebaik yang mereka kira. CEO yang ramah itu digosipkan menjadi sangat kejam bak singa. Namun, Aydan menunjukkan bahwa dirinya adalah pemimpin yang sederhana dan mudah beradaptasi, asalkan mereka bekerja baik dan tidak suka bercerita buruk di belakangnya. Seperti hari ini, Aydan menyempatkan diri membeli makanan untuk para karyawannya sepulang rapat di sebuah perusahaan. Kue sebanyak 1000 kotak itu pun dibagikan oleh sekretarisnya lebih dulu ke karyawan sementara Aydan masih di luar. "Wah, Bu Yuni, baek kali ngasih kue." Yuni, sekretaris Aydan mengikuti satpam yang mengangkat kuenya ke tiap ruangan untuk menjelaskan maksud dari pembagian makanan tersebut. "Maaf, bukan saya yang memberikannya, tapi pak Aydan." "Ha, pak Aydan?" "Benar, Beliau berhasil menerima kontrak kerjasama untuk jangka waktu 6 bulan pertama bersama merk Louis Vatton." Mata mereka berbinar mendengar nama brand tersebut. "Bukannya itu khusus untuk pakaian luar dan aksesoris?" Yuni mengangguk. "Tapi pak Aydan berhasil meyakinkan produk kita juga laku di pasaran." "Wah, gitu ternyata. Hebat juga pak Aydan!" "Eemm." Yuni tersenyum ramah. "Pak Aydan juga akan memberikan kalian bonus di saat gajian nanti." "Yee!" jeritan kecil itu terdengar riang. Yuni pamit dari ruangan tersebut menuju ruangan lainnya. Dalam perjalanan kembali ke perusahaan Aydan mendapat panggilan dari mamanya. Tanpa mengangkat ponselnya, tombol telepon berwarna hijau di dasbor pun ia tekan. "Assalamu'alaikum, Mamaku." "Wa'alaikumsalam, Aydan. Kau lagi di mana?" "Di jalan, baru pulang dari pertemuan penting yang Aydan ceritain tadi pagi." "Oh, hasilnya cemana, Nak?" "Alhamdulillah, berkat doa Mama - perusahaan kita akan bekerja sama dengan perusahaan terkenal itu." Hanin senang sekali. "MasyaAllah, Alhamdulillah. Mama senang kali. Papamu udah tau kabar ini?" "Udah, Ma. Tadi begitu selesai Aydan telepon Papa." "Hmm." Hanin mengucapkan syukur sekali lagi dengan nada lemah. "Nak, bisa minta tolong ambilkan pesanan Mama." "Di mana, Ma?" tanya Aydan sembari menepikan mobilnya karena mendengar perintah Hanin. Padahal jaraknya dan perusahaan tinggal 100 meter lagi. "Mama ada pesan gamis di butik Ellena. Tadi Mama di telepon sama pemiliknya, katanya udah tersedia yang mama inginkan," jelas Hanin. "Iya, Ma. Butik yang di dekat stasiun kereta api kan?" "Iya, Aydan." "Aydan ambil sekarang ya," katanya. "Makasih, Nak!" "Iya, Mamaku yang cantik. Udah dulu ya, biar Aydan jalan ke sana." "Assalamu'alaikum, Nak!" "Wa'alaikumsalam, Mama." Aydan memutus panggilan lalu mengarahkan mobilnya balik ke arah lokasi yang dikatakan Hanin. Sesampainya di toko, Aydan masuk dan menghampiri karyawan yang berdiri di balik meja. "Selamat siang, Mas." "Siang, saya mau ambil pesanan." "Atas nama siapa, Mas?" tanya pria itu. "Atas nama Hanin Nayyara." "Baik, tunggu sebentar ya, Mas." Aydan pun dipersilakan duduk sembari mencari pesanannya di dalam ruangan, ia memeriksa gawainya dan sekilas melihat media sosial miliknya. Brak! Seseorang menjatuhkan tubuhnya ke sofa hingga terjerembab ke samping Aydan. Wanita itu dengan santainya mengipas-ngipas tubuhnya dengan kertas di tangannya. "Maaf, Mba." Aydan menegurnya, tapi wanita itu malah terus memberatkan dirinya ke lengan Aydan. Aydan tidak ingin menegurnya lagi, menggeser sedikit posisi tubuhnya agar menjauhi wanita itu. Wanita itu pun terjengkang lalu berbalik badan. "Eh, ada Aydan di sini-" ucap Tania centil. Aydan melirik ke arahnya. 'Ya Allah, jumpa dia lagi. Apa Medan ini sangat sempit ya? Dalam waktu kurang dari dua minggu aku bisa ketemu dia 3x. Musibah apa ini ya, Allah,' gumamnya dalam hati. Aydan tidak menggubrisnya. Tania malah mendekati Aydan lagi. Pria itu terus menghindarinya sampai di ujung sofa. Akhirnya Aydan bangkit dari tempat duduknya dan Tania tidak melihatnya karena sibuk ingin menyandarkan tubuh pada Aydan. Gubrak! Tania terjatuh, para pekerja yang ada menertawainya di balik tangannya. Tingkahnya yang kekanak-kanakan itu meresahkan Aydan. Tania yang tak tau malu itu pun segera bangkit lalu menghampiri Aydan yang berjalan ke meja kasir, menunggu pesanannya diambilkan. "Beib, kenapa kamu lari terus sih?" tanya Tania berdiri di sebelah Aydan. "Maaf ya, Tania. Aku gak ngerti dengan maksudmu terus mengikutiku," kata Aydan. Tania menyentuh lengannya dengan jarinya. "Aku hanya ingin kita berteman." Aydan ingin menjawabnya, tapi pria yang mengambilkan pesanannya kembali membawa plastik berwarna merah. "Mas, ini pesanannya, silahkan di cek." Aydan menerimanya dan melihat isinya lalu difoto dan ia kirim pada mamanya. "Bajunya untuk siapa, Aydan?" tanya Tania. "Untuk Mamaku." "Oh, coraknya bagus. Mamamu seleranya mantap." Tania memuji Hanin. "Makasih," sahut Aydan singkat. "Kamu gak niat beliin aku?" tanya wanita yang menatapnya dengan kerlingan manja. Semua orang di sana melirik pada Tania yang terus tebar pesona ke Aydan. Aydan membayar pesanan ke kasir setelah mendapat balasan dari Hanin. "Maaf ya, Nona! Kita baru ketemu 3x dan aku tidak mengenalmu sebelumnya. Kalau kau mau beli baju, silahkan - tapi bayar sendiri!" jawab Aydan tegas lalu mengucapkan terimakasih pada pria yang menjaga kasirnya tanpa menoleh ke Tania. Perempuan itu mencak-mencak karena diabaikan lagi sama Aydan. Tania pun keluar dari toko itu, mau ngejar Aydan yang sudah pergi dari sana. Di toko yang sudah mereka tinggalkan, masih ramai yang membicarakan mereka. "Haha, kukirain itu tadi, dia pacarnya," komentar karyawan toko yang melihat mereka tadi. "Iya, bener. Kukira juga ya kan, mereka itu lagi bertengkar terus si cowok marah terus si cewek ngerayu, eh, gak tau dia lagi mau deketin cowok ganteng itu." "Haha." "Kalau aku tau tuh ya tadi, kusindir juga bibirnya yang ringan kali merayu. Lengket-lengket sama pria kayak inguuss! Haha." Tania malah jadi bahan gosipan mereka hari ini. Ada aja kelakuan orang yang bisa dijadiin bahan cercauan. Kaif menghubungi kekasihnya yang masih berdiri di tepi jalan sambil cemberut. Tania mengangkatnya. "Halo!" "Kau di mana?" tanya Kaif. "Di dekat stasiun baru beli baju," jawab Tania jutek. "Kau kenapa? kok suaranya kayak gak senang gitu?" "Gapapah, aku baik-baik ajah." Tania mulai sok manja pada Kaif setelah gagal mendapatkan Aydan. "Aku jemput ya, kau naik kereta ke sana?" tanya Kaif. "Aku naik angkot tadi, abis kau sibuk sama kawan-kawanmu." Tania ngambek. "Uuh, maaf ya, Hunny! aku memang lagi ngurus masalah si Timbul tadi." "Hmm, ya udah jemput aku sekarang, gak pake lama." "Iya, Sayang, tunggu aku ya!" "Oke!" Tania pun duduk di sebuah kursi yang tersedia di tepi jalan sambil mengotak-atik ponselnya. (Kereta= motor) Setengah jam berlalu, Kaif tiba di depannya. Pria itu mengklakson Tania, tapi wanita tidak mendengarnya karena melamun. Kaif menghubunginya barulah Tania sadar dari lamunannya. Kaif membunyikan klaksonnya lagi. Tania lalu berdiri dan jalan ke mobil merah yang Kaif kendarain kemudian mereka pun meluncur. "Kau tuh ngelamunin apa?" tanya Kaif dalam perjalanan. "Gak ada, namanya juga gak ada kerjaan - ya jadinya aku ngelamun." Kaif tersenyum. "Kau udah makan?" "Belum, perutku udah nge-Jazz dari tadi." "Haha, ya udah, kita makan sekarang yah," ujar Kaif. "Oke." Tania perlahan menarik senyumnya. "Kamu udah bilang ke papamu untuk memposisikanmu jadi CEO?" tanyanya. "Oh, itu, tenanglah! dalam waktu dekat aku akan berada di posisi itu." "Mmh, baguslah!" Tania tersenyum. "Arisan di rumahmu jadi gak?" tanyanya lagi. "Jadi lah, aku akan bawa kau ke rumah," jawab Kaif. Tania mengulum bibirnya. 'Jika Aydan tau aku pacar Kaif, bisa-bisa dia jauhin aku lagi. Duh, Tania! kau ini sebenarnya mau sama siapa sih? kenapa Aydan harus ganteng? kenapa dia harus misterius gitu kalau dideketin? hummm, buat penasaran aja.'
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD