5

1286 Words
Jika saja tidak ada revisi desain dari klien kepada tim kontraktor, mungkin sore tadi Keenan sudah tiba di rumah dan beristirahat. Seharian penuh ia memimpin anak-anak magang di tempatnya bekerja untuk memperbaiki desain sesuai permintaan klien. Keenan punya hubungan cinta dan benci dengan proyek besar. Jauh sejak ia kuliah S1 dulu. Proyek besar berarti banyak emosi dan energi yang terforsir, ia bisa tidur dua atau tiga jam dalam sehari. Penghasilan dan bonus yang diterima tentu tidak tanggung-tanggung, tapi tentu akan hangus beberapa bagiannya untuk mengganti biaya pengobatan di dokter karena kelelahan atau biaya yang ia keluarkan untuk liburan. Malam ini sepertinya akan ia habiskan untuk lembur. Ia tidak bisa mempercayakan keseluruhan proyek besar pada anak-anak magang. Jiwanya terlalu perfeksionis. Reputasinya sebagai konsultan arsitektur interior bisa terganggu jika hasil kerja anak-anak magang tidak sebaik yang bisa ia hasilkan. Namanya yang akan ditaruhkan. "Ini revisi terakhir," kata Keenan tegas pada salah satu anak magang yang entah namanya siapa. Keenan bukan penghapal nama yang baik. Anak-anak magang itu tentu tidak nyaman berada di bawah tekanan Keenan dan sisi perfeksionisnya yang muncul tiap kali menghadapi proyek baik besar maupun kecil. Rahang Keenan bisa mengeras dan matanya seakan melirik dan mengupas habis-habisan jika ada yang melakukan kesalahan ketika presentasi di hadapan klien atau kesalahan yang lain. Keenan seakan menuntut semua pekerjaannya sempurna tanpa celah. Sebuah pesan yang masuk di ponselnya malam ini sepertinya akan membuatnya memasrahkan revisi desain pada anak-anak magang, untuk pertama kalinya sepanjang sejarah kariernya. From: Luna Ziegler Selamat 12 minggu! Jika Luna tidak memutuskan mengirimkan sebuah foto dirinya pada Keenan malam ini, mungkin Keenan masih memilih menetap di kantor. Tapi Luna justru memilih mengirimkan swafotonya di depan cermin. Dengan tangannya menyangga perutnya yang mulai membuncit, menunjukkan anak Keenan yang tumbuh sehat di rahimnya. Luna mengenakan dress pendek di atas lutut, menunjukkan tangan dan kakinya yang sudah lama tidak disentuh Keenan. Leher perempuan itu juga tampak di foto, seakan mengundang Keenan untuk menciumi daerah itu. Buru-buru Keenan membalas pesan Luna. Kamu di apartemen? Aku segera ke sana, begitu ketiknya. Persetan pada jarak berkilometer yang harus Keenan tempuh. Persetan dengan revisi desain yang baru 75% jadi. "Revisi ini tanggungan kalian. Jangan sampai mengecewakan," ucapnya sebelum berlalu pergi, tidak memberitahu alasan perginya atau berpamitan. Sepanjang perjalanan menuju apartemen Luna, matanya berkali-kali mencuri pandang pada map merah berisi dokumen di dalam dashboard mobilnya yang selalu ditolak teman-teman perempuannya. Semoga saja Luna tidak begitu. Semoga saja hubungan ranjang yang mereka lakukan beberapa kali sejak hari pertama mereka berjumpa bisa membuat Luna mau. Berbicara tentang hubungan ranjang, mereka sudah melakukannya lebih dari yang bisa keduanya hitung. Suatu waktu Luna bisa saja meminta Keenan datang ke apartemen, atau muncul di depan rumah Keenan. Bisa jadi Keenan yang datang ke apartemen Luna atau menjemput Luna untuk ke rumahnya. Luna tidak pernah menolak, bahkan seringkali mengajak terlebih dulu. "Aku selalu terangsang setiap kali hamil, dan baru kali ini ada yang mau membantu menyalurkan napsuku," begitu kata Luna sewaktu terakhir kali mereka berhubungan badan. Kalimat dari Luna itu yang makin meyakinkan Keenan untuk menyampaikan surat perjanjian versinya. "Hai," sapa Luna ketika Keenan sudah berada di depan pintu apartemennya. Perempuan itu tidak lagi mengenakan dress pendek di atas lutut seperti di gambar yang ia kirim pada Keenan. Ia kini mengenakan celana pendek dan tanktop. Perut Luna yang mulai membuncit tampak menyembul. Keenan tersenyum manis. Senyum yang selama 29 tahun ia hidup, sudah ia gunakan untuk menaklukkan banyak hati. "Aku rindu," kata Keenan disambut tawa dari Luna. "Tadi pagi saja menolak untuk ikut ke dokter, sekarang malah rindu," sahut Luna, membukakan pintu lebih lebar untuk Keenan masuk. Luna langsung mengarahkan Keenan masuk menuju dapur apartemennya. "Bukan menolak, tadi ada revisi desain besar-besaran," ucap Keenan yang kini bersandar pada meja dapur, menyaksikan Luna menyiapkan minuman untuknya. Map merah yang ia bawa tadi ia letakkan di atas meja dapur, menunggu waktu yang tepat untuk menanyakannya pada Luna. "Iya, aku tahu," jawab Luna. Ia menyerahkan segelas minuman soda yang memang hanya tersentuh jika ada Keenan atau teman lainnya yang datang. Ia sudah lama tidak meminum soda, tubuhnya harus benar-benar sehat untuk menjadi ibu pengganti yang baik. Ia memperhatikan Keenan yang menenggak soda itu sampai setengah gelas habis. Pemuda di hadapannya benar-benar tampan. Luna tidak tahu seberuntung apa ia bisa mengandung anak dari arsitek tampan di depan itu. "Ini punya kamu?" Pandangan Luna mengarah pada map merah yang terletak di atas meja dapur. Belum ada sebelumnya. Pasti Keenan yang membawanya. "Buat kamu, dari aku. Dibaca nanti saja kalau aku sudah pulang," jawab Keenan. Tangan Keenan bergerak ke arah perut Luna. Terakhir kali mereka berjumpa adalah seminggu lalu, dan rasanya perut Luna makin membesar saja. Entah bayinya yang besar atau Luna terlalu kecil untuk mengandung bayi Keenan. Tapi yang jelas, Keenan tidak sabar melihat perut Luna makin besar. Jika surat perjanjian yang ia buat tidak disetujui Luna, setidaknya masih ada surat perjanjian dari rumah sakit yang sudah keduanya setujui dan itu sudah cukup untuk membuatnya terus dekat dengan Luna selama masa kehamilannya. "Dia tidak nakal, kan?" tanya Keenan yang tangannya masih mengelus-elus perut Luna. Sudah tidak ada lagi kecanggungan di antara keduanya. Luna menggeleng pelan. "Sama sekali tidak," jawab Luna. "Sama sekali tidak ada morning sickness sampai mau masuk trimester kedua?" tanya Keenan lagi. "Sudah kubilang, jadi hamil sama sekali tidak menyusahkanku. Itu sebabnya aku suka hamil," jawab Luna membuat Keenan membayangkan perempuan itu selalu hamil, perutnya penuh dengan anak-anak Keenan. Keenan tersenyum. Luna ikut tersenyum. Perempuan itu mendekatkan diri pada Keenan sebelum mencium bibir Keenan dengan lembut. Luna sama sekali belum tahu pria b******k dan kurang ajar seperti apa Keenan. Perempuan itu belum tahu napsu apa yang menguasai Keenan tiap kali melihat Luna. Keenan membalas ciuman Luna dengan lebih kasar. Tangannya bergerak ke atas, menemukan p******a Luna. Erangan keluar dari mulut perempuan itu, akhir-akhir ini payudaranya rasanya sensitif sekali pada sentuhan. Keenan tidak peduli. Ciuman di antara keduanya tetap sama, justru makin beringas. Jemari Luna sudah bergerak di sela-sela rambut Keenan. Malam ini, lagi-lagi Keenan menggagahi Luna meski harus berhati-hati karena kandungan usia awal amat rentan. Mereka tidak butuh ranjang untuk berhubungan badan. Malam ini, meja dapur menjadi saksi napsu mereka bertempur. Besok pagi Luna akan terbangun sendiri tanpa Keenan di sebelahnya, namun map merah di meja dapur itu masih ada. Membaca judulnya berkas di dalamnya saja sudah membuat Luna merinding. SURAT PERNYATAAN Kebersediaan Menjadi Submissive Breeder Submissive breeder? Ada nama Luna sebagai orang yang membuat surat pernyataan persetujuan. Keenan memintanya menjadi partner seksnya yang harus bertekuk lutut dan juga menjadi mesin penghasil keturunannya. Luna dibuat bingung dan pusing hanya dengan membaca judulnya. Belum lagi membaca peraturan-peraturan yang harus Luna ikuti jika ia menandatangani surat pernyataan itu. 1. Menyetujui untuk melayani pasangan dominan saya apapun pelayanan yang diminta 2. Menyetujui untuk menyerahkan tubuh saya demi memenuhi napsu seksual dominan saya dengan cara apapun 3. Menyetujui untuk melaksanakan tugas rumah tangga selayaknya istri kepada suami tanpa bantuan dari pihak lain kecuali atas persetujuan dan perintah pasangan dominan saya 4. Menyetujui untuk dihamili sebanyak dan sesering apapun yang pasangan dominan saya minta 5. Menyetujui untuk tidak menggunakan alat kontrasepsi apapun selama berhubungan dengan pasangan dominan saya 6. Menyetujui untuk melahirkan keturunan pasangan dominan yang sedang saya kandung sesuai dengan perintah dan permintaan pasangan dominan saya 7. Menyetujui untuk tidak menuntut afeksi dan atensi dari pasangan dominan saya, hanya menerima sebatas yang bersedia diberi 8. Menyetujui mengabdikan diri seutuhnya dan hidup bersama dengan pasangan dominan saya di tempat tinggalnya 9. Menyetujui untuk merahasiakan surat pernyataan kebersediaan ini di hadapan publik dan mengaku sebagai kekasih 10. Peraturan tertulis poin 1-9 bisa dirubah sesuai dengan dan atas persetujuan pasangan dominan saya Apa-apaan ini? Keenan sudah gila. Lebih gila lagi ketika Luna mengirimkan pesan pada Keenan. Dimana aku bisa mengembalikan berkasnya? Suratnya sudah kutandatangani, begitu yang dikirimkannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD