Kekejaman Keluarga Angkat

1176 Words
Kekejaman mereka melebihi seorang binatang yang tidak memiliki hati nurani kepada manusia. Itulah yang membuat banyak orang tidak menyukai mereka secara terang-terangan. -Arthemis Amythyst Macha. Air mataku bercucuran dengan deras dan mencoba menghilangkan noda darah yang ada di atas lantai dengan kain pel. Aku mengumpulkan pecahan beling itu dan membawanya kearah dapur untuk membuangnya. Sesampainya di dapur aku membuang pecahan kaca itu dan membasuh tanganku dengan pelan, aku membersihkan bekas pecahan kaca yang masih menempel di tanganku. "Shhhhh," ringisku dengan pelan sambil menarik pecahan kaca kecil yang masih ada di tanganku saat ini. "Emys!!!!" teriak Sandra dari dalam kamarnya. Mendengar teriakan dari Ka Andra, aku dengan cepat berlari ke arah kamarnya. "Iya Kak, ada apa?" tanyaku dengan pelan. "Kenapa kau membawakan aku minuman jus jeruk?! Kau tahukan aku tidak menyukai jeruk! Kenapa kau memberikanku minuman ini!" bentak Ka Andra kepadaku. "Ma---maaf Kak aku lupa," ucapku dengan lirih. "Apa kamu bilang? Lupa? Lo mau ngeracun gue secara perlahan? Lo mau bunuh gue secara perlahan? Iya?" tanya Andra sambil membentakku. Aku terus menundukkan kepala dan menahan air mataku untuk tidak keluar. Andra tersenyum dengan licik dan melipatkan tangannya di depan dadanya. "Punya mulut gak lo? Kalau misalnya lo punya mulut, jawab pertanyaan aku tadi!" seru Andra dengan keras. "E---engga Kak, bukan itu maksud aku." "Sekarang lo ambil jus itu dan buatin minuman kesukaan aku sekarang juga. Lewat dari lima menit siap-siap aja," ancam Andra. Aku mengambil gelas itu dan keluar dari kamar Andra dengan tergesa-gesa. Dengan cepat aku membuatkan coffe latte kesukaannya dan kembali ke arah kamarnya. Setelah sampai di kamarnya, aku melihat Andra sudah tertidur pulas dengan hanphone yang ada di sampingnya. Aku mendekat ke arahnya meletakkan gelas itu di samping nakas, menaruh hpnya di atas nakas dan menyelimutinya Kak Andra yang sudah terlelap. "Emyss!!!" Aku menghela nafas dengan kasar. Kini saatnya Ibu angkatku yang memanggilku dengan sangat keras. Ingin rasanya aku menghentikan waktu untuk sebentar saja. Aku ingin mengobati lukaku ini, aku melihat ke arah tanganku dengan sangat dalam. Banyak darah kental berwarna merah keluar dari tanganku saat ini. "Emys!!!" teriak Ibu angkatku. Aku langsung berlari ke arah kamar Ibu dengan tergesa-gesa dan membuka pintu kamarnya dengan sangat pelan. "Iya ada apa Ibu?" tanyaku dengan pelan. "Di belakang ada cucian menumpuk. Kenapa tidak kamu cuci semuanya? Cuci semua baju yang ada di rumah ini dan selesaikan semua pekerjaan rumah. Ibu akan pergi arisan dengan Grilly," ujar Ibu dengan sangat ketus. "Baik Bu," jawabku dengan halus. Aku keluar dari kamar Ibu dan berjalan menuju dapur. Aku mencuci tanganku dengan air yang mengalir, dengan hati-hati aku mencabuti bekas pecahan kaca yang masih tersisa sedikit di tanganku. Aku menahan tangisanku saat ini. "Kenapa orang-orang di sini begitu kejam kepadaku? Kenapa mereka selalu memperlakukan aku sebagai manusia yang tidak punya hati?" gumamku dengan pelan. Aku mengelus tanganku dengan lembut. Tangan yang selama ini aku jaga, tangan yang selalu halus jika di pegang, sekarang berbanding terbalik. Tangan yang dulu aku rawat dengan baik sekarang tangan itu sudah di penuhi dengan luka. Aku mengambil kotak P3K yang tak jauh dari dapur, aku mengobatinya dengan perlahan sambil menahan tangis dengan pelan. Aku mengobatinya dengan perlahan dan sambil meniupkan tanganku dengan lembut. Setelah selesai, aku kembali mencuci pakaian dengan menggunakan mesin cuci yang ada di dalam kamar mandi. Aku melihat ada dua bak besar pakaian yang harus ku cuci saat ini. Setiap hari mereka selalu berganti pakaian dengan semaunya. Menaruh semua baju yang sudah mereka pakai di sembarang arah dan bahkan mereka sering melemparkan baju kotor mereka ke depan mukaku. Di perlakukan seperti itu aku hanya bisa mengelus dadaku dengan pelan. Karena ayah sudah menitipkan aku pada mereka. Jika aku kabur dari rumah semuanya tidak akan baik, mereka akan tertawa melihat aku menjadi gelandangan di luaran sana. Aku tahu, jika aku keluar dari rumah ini mereka akan membuat keterangan palsu tentang kematianku. Keinginan mereka untuk menguasai harta ayah sangatlah besar, aku sendiri tidak tahu bagaimana mereka bisa berpikir untuk menguasainya. Selama hidup ayah, ia selalu membantu keluarga mereka. Selalu membantu dan memberikan tumpangan kepada mereka semua. Mereka semuanya baik di awal, di depan ayah mereka selalu menyayangiku. Mereka selalu mengajakku bermain, bercanda, dan tertawa. Tapi, sekarang setelah ayah tiada. Mereka memperlakukan aku selayaknya seorang b***k yang tidak memiliki apa-apa. Seorang manusia yang tidak memiliki hati, mereka selalu menyiksaku ketika Paman pergi dari rumah. Berbeda jika Ayah angkatku ada di rumah, mereka semua berubah total. Mereka akan berubah menjadi baik dan menjadi seseorang yang paling baik di dunia ini. Melihat perubahan sikap yang mereka tunjukkan ketika ada ayah angkatku. Membuat aku sadar bahwa semua manusia yang baik ini tidak sepenuhnya baik. Ada saja manusia yang baik di depan dan buruk di belakang. Saat ini aku belajar tentang semuanya, tentang di mana aku mempelajari sebuah topeng wajah yang selalu di pakai oleh manusia. Topeng yang selalu menutupi keburukan dan memunculkan kebaikan secara tiba-tiba. Aku kembali mencuci baju dan membilas pakaian yang sudah ku cuci tadi. Cukup lama aku mencuci baju, rasa dingin sudah menjalar ke atas tubuhku. Bukan hanya rasa dingin, rasa nyeri pun sudah mulai sangat terasa. Pedih di tangan ini membuatku lemas untuk melakukan sesuatu yang lebih dari ini. Aku melihat ke arah kaca yang ada di depanku saat ini. Betapa kagetnya aku melihat wajah pucatku yang kehilangan banyak darah karena ulah Angga tadi.aruh hpnya di atas nakas dan menyelimutinya Kak Andra yang sudah terlelap. "Emyss!!!" Aku menghela nafas dengan kasar. Kini saatnya Ibu angkatku yang memanggilku dengan sangat keras. Ingin rasanya aku menghentikan waktu untuk sebentar saja. Aku ingin mengobati lukaku ini, aku melihat ke arah tanganku dengan sangat dalam. Banyak darah kental berwarna merah keluar dari tanganku saat ini. "Emys!!!" teriak Ibu angkatku. Aku langsung berlari ke arah kamar Ibu dengan tergesa-gesa dan membuka pintu kamarnya dengan sangat pelan. "Iya ada apa Ibu?" tanyaku dengan pelan. "Di belakang ada cucian menumpuk. Kenapa tidak kamu cuci semuanya? Cuci semua baju yang ada di rumah ini dan selesaikan semua pekerjaan rumah. Ibu akan pergi arisan dengan Grilly," ujar Ibu dengan sangat ketus. "Baik Bu," jawabku dengan halus. Aku keluar dari kamar Ibu dan berjalan menuju dapur. Aku mencuci tanganku dengan air yang mengalir, dengan hati-hati aku mencabuti bekas pecahan kaca yang masih tersisa sedikit di tanganku. Aku menahan tangisanku saat ini. "Kenapa orang-orang di sini begitu kejam kepadaku? Kenapa mereka selalu memperlakukan aku sebagai manusia yang tidak punya hati?" gumamku dengan pelan. Aku mengelus tanganku dengan lembut. Tangan yang selama ini aku jaga, tangan yang selalu halus jika di pegang, sekarang berbanding terbalik. Tangan yang dulu aku rawat dengan baik sekarang tangan itu sudah di penuhi dengan luka. Aku mengambil kotak P3K yang tak jauh dari dapur, aku mengobatinya dengan perlahan sambil menahan tangis dengan pelan. Aku mengobatinya dengan perlahan dan sambil meniupkan tanganku dengan lembut. Setelah selesai, aku kembali mencuci pakaian dengan menggunakan mesin cuci yang ada di dalam kamar mandi. Aku melihat ada dua bak besar pakaian yang harus ku cuci saat ini. Setiap hari mereka selalu berganti pakaian dengan semaunya. Menaruh semua baju yang sudah mereka pakai di sembarang arah dan bahkan mereka sering melemparkan baju kotor mereka ke depan mukaku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD