Aroma pengkhianatan

1514 Words
Nadia pulang ke rumah dengan rasa penasaran bercampur rasa takut. Nadia takut kalau suaminya yang sangat ia cintai selama ini main gila dengan asistennya itu. Rasa cinta Nadia untuk suaminya tak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Rasa yang sudah ia rasakan sejak ia duduk di bangku SMA, dan sampai sekarang. 10 tahun sudah Nadia menjalani hubungan dengan suaminya, pria yang telah mencuri hatinya sejak pertemuan pertama mereka. Nadia tak tahu apa yang akan ia lakukan jika benar kalau suaminya main gila di belakangnya. Ia mungkin tidak ingin bercerai dengan suaminya, namun ia juga tak akan bisa menerima kenyataan kalau suaminya main gila. "Ah, kenapa aku sekarang jadi sensitif begini? Bisa aja kan mas Satria nggak sengaja kena semprotan parfum Sofia karena mereka kerja bareng." ucap Nadia pada dirinya sendiri. Nadia saat ini berdiri di depan cermin, menatap wajah dan tubuhnya. "Apa aku udah nggak menarik lagi? Apa penampilanku kalah dari wanita-wanita di luar sana? Apa keputusanku memilih menjadi ibu rumah tangga adalah salah?" lanjutnya, Nadia takut kalau penampilannya sekarang yang tak menarik lagi sehingga membuat suaminya melirik wanita lain. Nadia mengembuskan nafas panjang, wanita yang terkenal kalem ini akhirnya ikut tidur siang bersama anak laki-lakinya itu. *** "Udah pulang mas?" tanya Nadia dengan suara pelan, sangat merdu didengar. "Udah sayang." sahut Satria yang menyodorkan tangannya, Nadia menyambut tangan suaminya lalu mencium punggung tangan suaminya tersebut. Satria pun langsung mengecup kening istrinya, pasangan ini tampak romantis dan harmonis. "Mana Bobi sayang?" tanya Satria karena saat masuk ke dalam rumah, hanya istrinya yang dapat ia lihat. Sementara anak laki-laki semata wayangnya, Bobi, tak ada. "Ayah tadi ke sini, ngajak Bobi pulang ke rumahnya. Jadi malam ini Bobi tidur di sana mas. Kenapa? Mas mau kita nyusul ke rumah ayah?" terang Nadia sambil membantu melepas jas suaminya. Bobi sejak bayi memang sering ikut dengan kakeknya karena sang kakek hanya hidup sebatang kara. Dulu setelah Nadia menikah, ayahnya sangat ingin Nadia dan Satria tinggal dengannya. Namun Nadia menolak karena ingin hidup mandiri, ia memilih berkunjung secara rutin dari pada harus tinggal bersama. "Nggak usah, kita malah punya waktu untuk membuat adik untuk Bobi." ucap Satria berbisik di telinga istrinya. Nadia tersenyum, hanya dengan ucapan seperti itu saja mampu membuat hatinya tersentuh. "Mas mandi dulu ya, aku siapin makan malamnya." ucap Nadia, Satria kemudian mengambil jas yang dipegang Nadia lalu masuk ke kamar. "Biasanya mas cerita kalau ada asisten baru, sekarang kok enggak. Tadi aku kaget loh mas, aku kira mas pergi sama wanita lain." ucap Nadia ketika menemani makan malam suaminya. Nadia sengaja mengatakan hal itu untuk mengetahui reaksi suaminya. "Aku lupa, ada banyak pekerjaan jadi akhir-akhir ini mau sekedar cerita tentang hal-hal kecil ke kamu, sampai nggak ada waktu." ucap Satria, namun Nadi tampaknya percaya begitu saja dengan ucapan suaminya. "Yuk.." lanjut Satria setelah menenggak segelas air putih di depannya. "Kemana?" tanya Nadia dengan polosnya, "Bikin adik buat Bobi." ucap Satria, Nadia tersenyum lebar mendengarnya. *** "Mas, apa aku sekarang nggak cantik lagi?" ucap Nadia, saat ini dia ada di pelukan suaminya, setelah selesai melakukan tugasnya sebagai seorang istri di ranjang. "Siapa yang bilang? Kamu cantik, sampai kapanpun, kamu wanita paling cantik yang pernah aku temui." ucap Satria yang lalu mengecup kening istrinya yang masih basah oleh keringat. Nadia mencoba percaya pada ucapan suaminya, walau sebenarnya ia masih saja curiga pada suaminya. "Kalau kamu bosan padaku, bilang aja mas. Aku nggak akan menahanmu karena rasa cintaku. Tapi sebagai gantinya, jujurlah padaku, aku nggak mau kamu bohongi aku." ucap Nadia yang tulus dari dalam hati. Nadia sepertinya mulai menyiapkan hatinya kalau seandainya benar bahwa suaminya main gila di belakangnya. Dari pada harus dibohongi, Nadia memilih Satria jujur saja sehingga ia bisa menghadapi kenyataan dengan pikiran jernih. Nadia sadar, cinta bisa saja berubah kapan saja, tak kenal usia, tak peduli masa lalu yang sudah dilalui bersama. "Aku nggak akan ninggalin kamu sayang, aku sangat mencintaimu, sampai mati. Jangan mikir yang aneh-aneh, semoga Bobi segera memiliki adik sehingga rumah ini semakin ramai." ucap Satria, Nadia menatap mata suaminya dengan lekat, berharap apa yang diucapkan suaminya adalah sebuah kejujuran. "Kamu mau anak cewek apa cowok lagi?" tanya Nadia dengan senyum lebar di wajahnya, sepertinya ia memilih mempercayai ucapan suaminya dari pada harus stres memikirkan hal yang tidak-tidak. "Mau cewek dong, tapi kalau cowok ya nggak apa-apa, nanti kamu tetap yang paling cantik." ucap Satria. Setelah bercengkerama, Satria akhirnya tertidur dengan masih bertelanjang dan hanya mengenakan selimut saja. Sementara Nadia segera memakai bajunya dan mempersiapkan pakaian untuk suaminya besok. Nadia mengambil jas Satria yang dikenakan Satria tadi, rasa penasarannya membuat Nadia mengendus jas kotor suaminya itu. Perasaan Nadia kembali resah, ia mencium aroma parfum Sofia di jas suaminya. Kaki Nadia melemas seketika, namun dengan sekuat hati ia kembali meyakinkan dirinya lagi kalau itu mungkin ketidak-sengajaan semata. Nadia memilih duduk di sofa, ia memegang kepalanya sesaat. Setelah itu ia melirik ponsel suaminya, cukup lama. Nadia beranjak lalu menyambar ponsel suaminya, berharap menemukan sesuatu pada gawai tipis merek ternama dari negeri gingseng itu. Sayangnya, tak ada yang spesial pada ponsel suaminya. Namun perasaan Nadia masih saja gelisah, ia bahkan sampai mengecek setiap kontak di ponsel suaminya. "Tak ada yang aneh, nama Sofia juga hanya dinamai Sofia. Apa aku curiga sama suamiku sendiri hanya karena aroma parfuma? Maafkan aku mas." batin Nadia. *** "Mas, acara pembukaan kantor baru katanya mau dirayain di vila ya?" tanya Nadia pada suaminya yang masih sibuk mengunyah sarapannya. "Iya sayang, kamu mau ikut juga?" jawab Satria santai. Perusahaan ayah Nadia memang berkembang pesat. Kali ini kantor cabang kembali di buka demi meningkatkan bisnis ayahnya tersebut. "Mas mau nginep juga?" tanya Nadia, karena yang Nadia tahu, acara tersebut diadakan selama 3 hari 2 malam. Ada banya karyawan yang ikut, sayangnya Nadia tak bisa ikut karena Bobi ada ulangan pada hari itu. "Nanti aku cuma nginep di malam terakhir aja, nggak enak kan kalau atasan mereka nggak ada yang dateng. Ayah jelas nggak bisa dateng karena ada meeting penting." ucap Satria, Nadia mengangguk pelan. "Sofia ikut juga mas?" tanya Nadia, ia sangat penasaran, apakah nanti suaminya akan menghabiskan malam dengan wanita yang ia curigai itu. "Ikutlah, dia asistenku sayang. Jadi kemana aku pergi, dia akan ikut." sahut Satria dengan santai. "Ya udah, hati-hati ya, aku titip hatiku buat kamu, jangan kecewain aku." Nadia mengatakan apa yang tidak pernah ia katakan selama ini. Selama ini Nadia tak pernah mengalami hal ini sebelumnya. Nadia tak pernah meragukan kesetiaan suaminya, sampai muncul Sofia. Setelah kepergian Satria setelah sarapan, Nadia memilih pergi membuntuti suaminya, hari ini ayahnya lah yang mengantar Bobi sekolah. Nadia memilih memakai jasa taksi karena tak ingin suaminya sadar kalau ia membuntutinya. Tak ada yang aneh, suaminya langsung pergi ke kantornya. Nadia tak berhenti di situ, Nadia ikut masuk ke dalam kantor. Sesampainya di lobi, Nadia menelepon temannya yang bekerja di kantor suaminya tersebut. Vina, teman sekolah Nadia yang kini bekerja di bagian front office di kantor pusat Jaya Group ini. "Ada apa Bu Direktur?" ucap Vina yang sepertinya meledek teman SMAnya itu. Nadia tersenyum kecil, "Aku mau minta tolong, boleh?" ucap Nadia tanpa basa-basi. Nadia mengajak Vina ke kafe yang tak jauh dari kantor mereka, lalu menceritakan keraguannya pada suaminya. "Tolong, perhatiin mas Satria, apapun yang kamu lihat, bisakah kamu memotretnya lalu mengirimnya ke aku?" pinta Nadia, Vina mengangguk mengiyakan. "Apa sih yang enggak buat kamu, Di? Kalau bukan karena kamu, mungkin aku nggak akan bisa nikmatin hidup nyaman dengan gaji besar kayak gini." ucap Vina, "Apaan sih." sahut Nadia yang merasa tak enak hati pada temannya. "Nggak usah terlalu dipikirin, mungkin Pak Satria dan asisten barunya itu duduk terlalu dekat pas meeting sama client, jadilah aromanya sampai ke jas Pak Satria." ucap Vina, "Tapi demi memuaskan rasa penasaran kamu, aku akan jadi paparazzi buat kamu." lanjut Vina. Nadia berulang kali mengucapkan terima kasih pada temannya tersebut. Setelah berpisah dengan Vina, Nadia memilih pergi ke salon demi memanjakan wajah, rambut dan tubuhnya. "Mbak mau ganti warna rambut?" tanya wanita petugas salon, Nadia mengangguk. "Aku mau warna cokelat, biar lebih fresh, bosen sama warna hitam." sahut Nadia, tak lama kemudian ada pesan masuk dari Vina. Vina mengirim foto Satria yang keluar dari kantor bersama Sofia, padahal masih di jam kerja. "Tapi mungkin saja mas Satria ada meeting dengan clientnya." ucap Nadia pada dirinya sendiri. Namun rasa penasaran Nadia membuat Nadia menelepon suaminya. "Halo mas." ucap Nadia, "Iya sayang, kenapa?" sahut Satria dengan santai. "Kamu dimana? Nanti siang kita makan bareng yuk." ucap Nadia, "Aku di kantor, kamu ke sini aja nanti habis jemput Bobi." sahut Satria yang membuat jantung Nadia berdegub kencang. Barusan saja Satria berbohong padanya, ia tak percaya kalau Satria berani membohonginya. Untuk apa Satria berbohong padanya? Terlebih Satria pergi bersama dengan Sofia, hati Nadia merasa dikhianati. Nadia menggigit bibir bawahnya, mencoba menyembunyikan kegelisahannya. "Mas ada di kantor sekarang?" tanyanya menegaskan apa mungkin suaminya salah dengar, "Iya sayang, aku masih di kantor." jawab Satria yang membuat buliran bening keluar dari mata Nadia. "Ah, aku kira mas Satria ada meeting, aku takut ganggu mas nanti." lanjut Nadia dengan suara sedikit gemetar. "Hari ini enggak ada meeting Dia sayang, nanti ke sini aja habis jemput Bobi, ya?" sahut Satria, Nadia yang tak kuasa menahan air matanya menjauhkan ponselnya dari wajahnya. "Ya udah, nanti aku kesana." ucap Nadia yang kemudian mematikan teleponnya tanpa menunggu jawaban dari suaminya. Tangisan Nadia pecah, ia benar-benar tak percaya kalau suaminya yang ia kenal baik selama 10 tahun ini akhirnya membohonginya. Untuk apa? Pikir Nadia. Seandainya Satria bilang sedang pergi dengan Sofia karena urusan pekerjaan, Nadia akan mempercayainya. Namun kenapa Satria harus membohonginya, itulah pertanyaan yang sulit dijawab oleh Nadia. Petugas salon berhenti menyentuh rambut Nadia ketika ibunya Bobi tersebut menangis keras sambil menunduk. "Apa benar kalau kamu main gila dengan asisten barumu itu mas?" ucap Nadia di sela tangisannya. Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD