02 - Jalan Bareng Sam? OMG

1376 Words
Situasi terasa semakin tidak nyaman dirasakan oleh keduanya, akan tetapi keduanya tidak bisa kabur dari acara makan malam tersebut dengan mudah. Sam terlihat sangat gelisah saat ini seperti sedang memikirkan sesuatu. Dia memejamkan kedua matanya selama beberapa saat. Keadaan saat ini benar-benar sangat membosankan. Tidak menarik sama sekali, apalagi dia juga tidak berniat untuk mengobrol dan akrab dengan Aurora. Begitu pula sebaliknya. Bila saja keduanya bisa kabur dari situasi saat ini, mungkin sudah mereka lakukan sejak tadi. Aurora tengah sibuk dengan ponselnya, untuk sekedar menyibukkan dirinya. Dia mengetikkan apa yang terjadi sekarang dan bagaimana tentang perasaannya. Sebenarnya siapa yang tidak senang bila ketemu dengan idola satu kampus? Tapi tidak dengannya yang begitu mengkhawatirkan tentang yang terjadi esok hari bila ada yang mengetahui bahwa dirinya sedang makan malam bersama keluarga Sam. Oh tidak, pasti berita keduanya akan menjadi viral dan tranding. Dan yang pastinya Aurora tidak menginginkan tentang hal itu terjadi. Dia pasti akan dibully sekaligus dikucilkan habis-habisan dan dianggap tidak pantas untuk berdampingan dengan pria itu. Sam memang mempunyai setuja pesona, bahkan dirinya pun tidak menampik akan hal tersebut. Tapi bagaimanapun itu, dia sadar bahwa dirinya tidak pantas dengannya. Perbedaan keduanya terlalu mencolok. Seperti langit dan bumi. Mungkin ini merupakan mimpi indah sekaligus mimpi buruk baginya. Ya setidaknya dia pernah duduk hadap-hadapan satu meja dengan Sam. Pernah bermimpi menjalin hubungan lebih dengannya saja tidak pernah terlintas dibenaknya, mana mungkin. Satu kata yang selalu ditekankan Aurora didalam hatinya. Saat ini Sam sedang menatapnya dengan intens, tatapan keduanya bertemu, Aurora terlihat sedikit salah tingkah, dia memalingkan pandangannya dari pria itu dengan cepat. Dia tidak tau harus bersikap seperti apa saat ini. Dirinya menunduk dan lebih memilih untuk terus bermain ponsel yang sebenarnya dia juga sudah tidak bisa berkonsentrasi lagi. Ada debaran aneh didalam dadanya, dia berusaha keras untuk terlihat tenang, pria itu masih terlihat terus memperhatikannya. Apa yang sebenarnya diinginkannya? Aurora merasa tidak nyaman dengan sepasang manik yang terus saja mengawasinya itu. Tiba-tiba saja wajah tampannya menyinggungkan sebuah senyuman, Aurora terus saja menundukkan kepalanya. "Pa, Ma, bisakah aku dan Aurora berjalan-jalan?" Ujar Sam secara bergantian menatap Papa dan Mamanya maupun Aurora. Gadis itu hanya diam, dia begitu syok kenapa Sam ingin mengajaknya untuk pergi dari sana. Saat ini dirinya hanya mematung, tanpa membuka mulutnya sama sekali. Kedua orang tuan keduanya saling berpandangan sambil tersenyum, "Tentu saja, boleh dong." Sam kembali mengembangkan senyumannya, sekarang terlihat jauh lebih mengerihkan lagi. Aurora sebenarnya tidak setuju untuk keluar dengan pria itu. Tapi, apa daya dirinya tidak punya kekuatan untuk menolak. Apalagi saat ini pria itu terlihat sangat baik dihadapan semuanya. "Bagaimana Aurora, kamu mau kan?" Sam mengajukan pertanyaan kepadanya. Saat ini semua mata tertuju kepadanya, dia menatap Papa dan Mamanya yang tersenyum sambil menganggukkan kepala. Aurora menghela nafas dengan pasrah, lalu menganggukkan kepalanya. "Aurora pergi, Pa, Ma." Ucapnya dengan tidak bersemangat, lalu berpamitan dengan kedua orang tua Sam juga. “ Jeng aku rasa mereka berdua sangat cocok deh!” Ujar Intan ketika melihat Sam pergi bersama Aurora. “Aku rasa juga seperti itu! Aku juga menyukai Sam. Dia pria yang sopan.” Balas Raquel. “Semoga kedepannya hubungan mereka tidak hanya sekedar temanan saja ya! Aku berharap mereka berjodoh!” Ujar Intan. “Amin, aku harap juga kedepannya mereka saling menyukai. Agar perjodohan ini bisa kita lanjutkan.” Seru Raquel. Keduanya udah saling membayangkan kalau sampai keduanya beneran berjodoh, pasti akan menjadi berita utama bila hal itu terjadi mengingat dua keluarga yang sangat terpandang, kaya raya, bahkan sangking kayanya harta kedua keluarga tersebut tidak akan habis tujuh turunan. Keluarga baik-baik, Putra-Putri yang tampan dan cantik, sama-sama anak tunggal. Begitu sempurna bukan bila memang keduanya menjadi pasangan? “Sssttt kita serahkan aja kepada mereka berdua, bukankah jaman sekarang tidak ada lagi perjodohan? Aku mau anakku menikah karena saling mencintai.” Balas Mahesa yang mendengarkan betapa antusiasnya istri dan temannya mengobrol. “Iya sayang! Aku harap juga begitu. Aku hanya berharap kalau Aurora bisa bersanding bersama dengan Sam. Dia sangat tampan dan baik. Lagian mereka cocok bersama, kami hanya menilai saja.” Ujar Raquel sambil menggenggam tangan suaminya. Mendengar penjelasan dari Raquel membuat Mahesa mengerti. “Baiklah jika memang mereka berdua suatu saat nanti saling menyukai, aku akan mendukungnya. Apapun itu asalkan Aurora bahagia.” Ujarnya lagi. Raquel mengangguk setuju, “Aku pun begitu sayang. Aku juga akan mendukung apapun keputusan yang diambil Aurora. Lagian jodoh tidak ada yang tau bukan?” Serunya. Tapi itu hanyalah sebuah harapan dari keluarga mereka masing-masing karena itu hanyalah mimpi indah saja. Saat ini Sam sedang mengemudikan mobilnya dengan kecepatan penuh hingga membuat jantung Aurora menjadi tidak menentu. Padahal dirinya sudah mengenakan sabuk pengamannya, dia tidak berani untuk marah kepada pria itu. "Sial!" Ketus Sam ketika melirik kearah Aurora. Dia merasa begitu sial sekali malam ini karena bertemu dengan gadis itu. Dirinya juga tidak bisa menurunkannya sembarangan mengingat pesan Mamanya tadi sebelum keduanya pergi. Kalau saja Aurora ini bukan Putri dari sahabat Papanya sendiri, mungkin sejak tadi dia sudah meninggalkannya. "Jangan ada yang tau tentang kebersamaan kita malam ini! Mengerti?!" Ketusnya dengan tatapan tajam. "I-iya mengerti." Balas Aurora dengan gugup. Sam menarik lengan bajunya lalu menatap jam tangannya yang saat ini sudah menunjukkan pukul 10 malam, itu artinya dia sudah bisa mengantarkan Aurora untuk pulang. Sejak tadi dirinya hanya mengajak gadis itu untuk berkeliling-keliling saja tanpa berniat untuk mengajaknya mengobrol sama sekali. Begitu sampai di depan bangunan megah nan mewah kediaman Aurora, Sam pun menghentikan mobilnya, "Tunggu!" Aurora tidak jadi membuka pintu mobil, dia kembali menatap Sam. "Oh iya, Maaf merepotkan kamu. Terimakasih telah mengantarku pulang, kamu tenang saja aku tidak akan bilang apa-apa tentang malam ini kepada siapapun juga." Ujar Aurora. "Bagus! Sepertinya kamu memang gadis pintar." Setelah Aurora turun dari mobil Sam lalu tanpa menoleh kebelakang lagi, dia mempercepat langkah kakinya untuk masuk kedalam rumah. Dirinya mengamati kearah sekitar, berharap bahwa Papa dan Mamanya sudah tidur. Dengan perlahan dia masuk kerumah sambil celingak-celinguk untuk memastikan keadaan. "Untung saja." Ujarnya sambil menghela lega. "Untung saja kenapa sayang?" Mamanya berjalan kearahnya, Aurora saat ini benar-benar sedang tertangkap basah dan tidak bisa mengelak lagi, dia sudah tau bahwa Mamanya pasti akan mengintrogasinya. "Gimana tadi kencannya dengan Sam?" Goda Mamanya sambil terus mengikuti langkah kaki Putrinya yang semakin cepat. "Ma, hentikan." Dirinya terlihat tidak senang dibilang kencan dengan pria menyebalkan seperti Sam. Malam ini merupakan mimpi buruk baginya karena harus jalan bareng dengannya. 'Kencan? Bagaimana bisa Mamanya berpikir bahwa mereka berdua tadi sedang berkencan.' Pikirnya yang hanya bisa terucap didalam hatinya. "Mama mengerti kamu pasti malu ya sayang? Tidak masalah, Putri kecil Mama kan sudah besar, jadi wajar dong jalan bareng dengan seorang pria. Mama menyukai kamu dengan Sam. Kalian berdua terlihat sangat serasi lho." Aurora hanya menggeleng-gelengkan kepalanya saja, bahkan setelah malam ini dia sudah tidak ingin bertemu lagi dengan pria itu. Sam memang berparas seperti seorang Pangeran, tapi tidak dengan sifatnya yang sangat buruk. Begitu suka mengatur dan pemarah, itu hal yang bisa disimpulkannya. "Ma, Aurora sudah capek dan mengantuk, bisa kita lanjut mengobrol besok lagi?" Ujarnya yang memang sudah tidak berdaya untuk terus mendengarkan Mamanya terus saja memuji tentang pria menyebalkan itu. Kalau saja Mamanya mengetahui bahwa tadi Sam ngebut-ngebutan dijalanan tanpa memperdulikan dirinya, pasti Mamanya tidak akan memuji Sam lagi. Tapi dia tidak ingin mengadu tentang hal buruk tentang Sam kepada Mamanya, mengingat bahwa pria itu anak dari teman baik kedua orang tuanya. Raquel mengangguk, "Maafkan Mama sayang karena terlalu bersemangat dan antusias sekali. Ya udah kamu istirahat ya sayang. Good nite and sweet dream." Setelahnya dia mengecup kening Aurora lalu bergegas pergi dari kamar Putrinya. "Jangan lupa mimpiin Sam ya sayang!" Ucap Mamanya sebelum menutup pintu kamar. Aurora hanya bisa menggeleng dengan pasrah, mana mungkin dia mau untuk bertemu didalam mimpi dengan pria itu lagi. Pasti kalaupun dirinya bermimpi tentangnya itu merupakan mimpi buruk, sangat buruk. Dan ia akan segera terbangun. Aurora berpikir bahwa untuk apa punya paras tampan, populer, disukai banyak gadis, kaya raya kalau kelakuannya saja minus. Tidak bisa menghargai seorang gadis sepertinya. Kasar dan pemarah. Sosok Pangeran yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Sebelum tidur, dia menuangkan kekesalannya lewat tulisan agar hatinya menjadi lebih tenang dan tidak emosian. "Aku bersumpah malam ini adalah malam terakhir aku bertemu denganmu." Ucapnya lalu menutup kedua matanya yang memang sudah lelah dan mengantuk. Dia berharap akan ada seorang Pangeran yang baik datang kepadanya tidak seperti Sam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD