04

1013 Words
Jam pelajaran berakhir, Alif langsung berkemas begitu juga dengan gadis disebelahnya yang selama pelajaran, ia hanya tidur, pantas saja kalau Bu Vina sampai berani menegurnya. "Kay, nanti mampir ke mall bentar, ada yang mau gue beli," ucap May yang memang benar kalau mereka berangkat bersama. "Asik! Ray, lo mau ikut nggak!?" tawar Kay senang. Alif memilih diam mendengarkan obrolan ringan tiga gadis didekatnya itu. Hingga kelas menjadi gaduh saat seorang pemuda yang pernah dilihatnya memasuki kelas dengan menabur senyum pada semua orang. "Gue nebeng dong!" Faris tersenyum pada sang adik tentu saja mendapat penolakan dari Ray. "Dih! Enak banget, naik angkot aja sana," gerutu Ray kesal. "Ica sayang..." panggil Faris mencolek dagu adiknya. "Tega banget," ucap Faris membuat May bergidik dengan tingkah kakak sahabatnya itu. "Emang mobil lo kemana, bang? Bukannya tadi pagi berangkat bawa mobil?" tanya Kay bingung. "Diambil montir, mau diservice," jawab Faris jujur. Alif berdehem pelan hingga semua menatapnya termasuk Faris yang baru menyadari hal tersebut. "Saya duluan," ucap Alif berniat pergi namun Ray mencegahnya. "Lo sekolah naik apa!? Mau gue antar pulang!?" tawar Ray membuat teman-temannya terkejut. Alif menatap Faris yang juga tengah menatapnya, nampaknya pemuda itu juga tak suka dengannya. "Sepeda, saya permisi!" Alif langsung pergi dengan langkah besar dan kali ini pandangan Faris tertuju pada adiknya. "Murid baru ya?" tanya Faris ingin tahu. "Iya, langsung bikin heboh lagi. Soalnya nanti malam Ray mau balapan buat ngebela dia dari bully an si Davi, tuh orangnya!" tunjuk May dengan polos pada Davi yang tengah bicara bersama teman-temannya. "Kalian mau balapan lagi?" tanya Faris jengah. "Kalau lo mau ngeluarin Davi dari sekolah, tinggal keluarin. Nggak perlu pakai acara balapan segala," tutur Faris membuat Davi menoleh dan seketika pemuda itu langsung beranjak pergi mengetahui Faris berada dikelasnya. "Gue cuma mau bikin dia jera!" tukas Ray melangkah meninggalkan kelas diikuti Kay dan May, juga Faris yang mengekori tiga gadis itu. Sedangkan disisi lain, Alif tengah mengayuh sepedanya dengan santai menuju komplek perumahannya yang berjarak tak terlalu jauh dari sekolah. Pemuda itu memarkirkan sepedanya dan tak lama kemudian disusul oleh kedatangan seorang gadis berseragam sekolah sama seperti dirinya. "Siapa lo!?" bingung gadis itu. "Ck, ini kakak!" gerutu Alif dengan decakannya. Airi Nara Sanjaya, adik dari Alif itu terkejut menatap penampilan sang kakak. "Mah!!! Liat deh!" teriak Airi memancing sang ibu yang bernama Santi keluar dari rumah. "Kamu ini, mama kirain apa. Ternyata cuma kaget liat kakak," ucap Santi kembali masuk kerumah. "Kakak serius!? Demi apa!? Jadi culun gini!?" tanya Airi tak percaya menatap penampilan kakaknya. Alif hanya berdecak lalu masuk kerumah disusul oleh Airi yang nampak berpikir serius. "Tunggu!" cegah Airi saat Alif hendak menuju kamarnya. "Apa jangan-jangan, kakak ya!? Si culun yang bikin onar hari ini!?" tanya Airi menunjuk Alif. "Jahat banget, sama kakak sendiri," tawa Alif melepas kacamatanya kemudian mengacak-ngacak rambutnya. "Kakak! Airi nanya serius!" tegas Airi berkacak pinggang. "Ini kenapa sih?" tanya Santi mendekati dua anaknya itu. "Kakak, mah! Di hari pertama bikin kehebohan di sekolah!" unggah Airi kemudian duduk disofa. "Airi liat sendiri, pertandingan basket antara Kak Raysa sama temennya, katanya sih buat ngelindungin murid culun biar nggak kena bully! Ternyata murid culun itu kakak!" heboh Airi tak percaya. Alif menatap Airi, rupa-rupanya sang adik juga sangat mengidolakan gadis yang duduk disebelahnya. "Biasa aja, kakak aja duduk sebelahan sama dia, dibantu nyari buku materi di perpus," ucap Alif mengeluarkan sebuah buku yang diberikan Ray. "Tunggu, mama nggak ngerti. Siapa Raysa?" tanya Santi ikut duduk disamping Airi. "Raysa, mama nggak tau ya!? Dia tu anak dari pengusaha terkenal, sekolah aja punya dia. Keluarga Samudera, sering kok ada diberita!" jelas Airi membuat Santi terkejut. "Yang orang kaya itu!?" tanya Santi juga sama hebohnya dengan Airi. "Ya ampun, kakak mau kekamar aja, kalian cerita aja," kekeh Alif memilih pergi kekamarnya. "Tunggu!" cegah Airi. "Kakak tau!? Malam ini Kak Raysa ada balapan sama temennya, iya 'kan!? Pasti taruhannya kakak, benar nggak!?" tanya Airi membuat Santi terkejut. Alif mengangguk dan kembali melanjutkan langkahnya meskipun ia sangat ingin mengeluarkan apa yang ia pikirkan pada Airi. "Kalau gitu! Kita harus nonton! Yeayyy!!!" girang Airi namun tentu saja langsung di tolak oleh Alif. "Balapan? Mobil!?" Santi kembali bertanya yang kembali diangguki oleh Alif. "Pokoknya nggak boleh nonton, tengah malam, dek! Besok harus sekolah, nggak, pokoknya enggak!" Alif melanjutkan langkahnya lalu mengunci pintu hingga Airi hanya bisa membujuknya dari luar. Pemuda itu mengeluh lalu melepas baju sekolahnya, terlihatlah postur tubuh tegap dengan roti sobek yang terpampang jelas dicermin. Alif tersenyum kembali teringat betapa baiknya seorang Ray, pantas saja semua orang mengidolakannya. "Maaf deh, gue cuma si culun yang bisanya jadi beban elo," ucap Alif dengan kekehan kecil. Fake nerd, benar sekali. Ray tiba dirumah bersama Faris, ia turun dari mobil lalu terdiam menatap jejeran mobil mewah. "Nanti malam Ica pakai yang mana ya?" tanya Ray meminta saran. "Yang merah aja," jawab Faris setelah turun dari mobil. "Kalian mau balapan di sirkuit 'kan? Biar tetap aman," ucap Faris yang langsung diangguki oleh Ray. "Oke! Ica pakai yang merah, yuk masuk. Katanya ada yang mau masakin makan malam, buat bayar upah nebeng," cibir Ray membuat Faris tertawa lalu merangkul bahu adiknya itu guna melangkah memasuki rumah. Mereka di sambut hangat oleh beberapa asisten rumah tangga, seperti itu setiap harinya. Hari mulai gelap, Ray sudah melaksanakan makan malam bersama Faris, meskipun hanya ditemani detingan sendok garpu dan candaan kecil, gadis itu bersukur karena sang kakak selalu setia menemaninya. Ray merebahkan tubuhnya, tinggal beberapa jam menuju pertandingan. Gadis itu sudah cukup lelah dengan hari ini. Namun tiba-tiba ia kembali teringat sosok pemuda berkacamata yang seolah memberi warna baru bagi hidupnya sejak hari ini. "Alif ya?" gumam Ray memejamkan mata guna mengistirahatkan diri sejenak. Kembali lagi pada kediaman Alif. Airi masih merengek meminta agar sang kakak mau membolehkannya menonton balapan. Santi, sang ibu nampak tak mempermasalahkan hal itu, agar Alif mau menemani Airi. "Al, udah mau aja. Turutin kata Airi, lagi pula, Raysa 'kan balapan buat kamu, mama jadi pengen ketemu sama dia," ucap Santi dengan senyum kecil. "Yaudah, nanti kita pergi. Tapi kakak nunggu dimobil aja, nggak mau turun," ucap Alif membuat Airi tertawa senang. "Oke!" girang Airi melanjutkan makan malamnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD