2. Buaya Tampan

1789 Words
“Tuan, Anda sudah ditunggu.” suara pengawal Daniel memecah keheningan yang ada. Daniel mempercepat waktu mandinya. Ayahnya sudah pasti marah karena dia terlambat tapi Daniel tidak begitu peduli. Dia memang sudah tidak peduli lagi pada hidupnya, toh sudah hancur juga. Setiap hari Daniel merasakan sakit yang sama, sakitnya ditinggalkan saat masih sayang-sayangnya. Selesai mandi Daniel kemudian segera berpakaian dan kemudian pergi menuju kantor. Para pengawalnya sudah berada di depan kamarnya untuk menjemput Daniel. Tapi bukan Daniel namanya kalau tunduk pada aturan. Dia langsung berlari kabur begitu pintunya dibuka. Tentu saja hal itu membuat semua pengawalnya panik dan mengejarnya. Daniel tertawa sambil berlari dari kejaran pengawalnya. Dia segera membuka kunci mobilnya begitu ia melihat mobil porsche birunya yang terparkir di parkiran hotel itu. Daniel langsung melesat masuk dan menginjak gas mobilnya. Mobil tipe sport itu pun langsung melesat cepat keluar dari parkiran. Daniel tertawa melihat wajah panik para pelayannya saat mereka menyaksikan Daniel berhasil kabur. “Mereka tidak kompeten!” Daniel mengusap keringat yang membasahi jidatnya sambil tersenyum lebar. Daniel si “troublemaker”, julukan Daniel yang dia dapat dari semenjak sekolah. Sebagai pewaris satu-satunya Wijaya Grup, Daniel dapat bertindak apa pun sesuka hatinya. Daniel segera membelokkan mobilnya menuju parkiran gedung perkantoran. Daniel memang pergi ke kantor, tentu saja. Dia cari mati namanya jika tidak pergi ke kantor apalagi hari ini ada jadwal rapat dengan Ayahnya. Dia hanya ingin mengerjai para pengawalnya dengan pura-pura kabur. “Pak Daniel!” seorang lelaki berkacamata menghampirinya. “Anda sudah ditunggu untuk rapat di atas. Mari saya antarkan,” katanya sambil membungkuk. “Tidak perlu! Aku sudah tahu di mana ruangan rapatnya. Kamu tidak perlu menunjukkannya,” kata Daniel sambil berjalan santai. Dia memainkan kunci mobilnya dan berjalan menuju lift. Beberapa pengawal Daniel sampai dengan terburu-buru. Mereka baru berhenti saat melihat Daniel sedang berada di depan lift. Daniel melihat mereka dan tersenyum mengejek ke arah mereka. “Kalian sangat lama,” katanya lagi sambil masuk ke dalam lift. Daniel membuka pintu ruangan rapat itu dengan santai. Rapat yang sedang berlangsung itu langsung hening. Semua orang menatap ke arah Daniel yang baru sampai. Pria itu terdiam di depan pintu. Dengan senyum nakalnya dia mengangkat tangannya, “Hay!” sapa Daniel. “Duduk! Kamu terlambat setengah jam. Aku akan menghukummu nanti,” kata Ayah Daniel tegas tanpa menoleh pada Daniel. Daniel hanya tersenyum dan kemudian duduk di tempatnya. Setidaknya Daniel mengikuti rapat membosankan itu. Daniel lebih suka pergi berpesta bersama dengan teman-temannya daripada berada di sini. Jika bukan karena Ayahnya, dia sudah pasti akan membolos lagi. “Jadi artinya untuk produk ini kita akan bekerja sama?” tanya salah satu peserta rapat. Daniel mengenalnya sebagai proyek manajer di perusahaannya. Ayah Daniel mengangguk. “Targetnya kali ini orang menengah ya?” “Pasar paling besar berada di sana. Kita tetap harus mencari tempat dengan perputaran uang paling cepat kan?” kata Ayah Daniel lagi. “Bagaimana kalau produknya kita luncurkan di e-commerce atau via daring? Orang-orang menengah punya kebiasaan membeli barang secara daring,” kata Daniel. Semua orang terpana dengan ide Daniel. Mereka tidak menyangka anak tengil itu dapat mengerti agenda rapat mereka kali ini. Daniel bukannya tidak memperhatikan, dia sudah pernah membahas ini sebelumnya jadi dia tinggal membicarakannya lagi. “Dan daripada kita membuat laman internet lebih baik kita kerja sama dengan e-commerce. Itu menguntungkan kita di segi pemasaran dan juga biaya,” lanjut Daniel. Daniel berdiri dari kursinya, dia kemudian pergi ke depan ruangan. “Ada sebuah e-commerce yang sekarang sedang menjadi populer. Namanya G-shop, e-commerce ini sangat terkenal sekarang karena isunya mereka akan segera menjadi perusahaan unicorn,” jelas Daniel. “Kalau begitu, kau pergilah temui mereka dan bilang kita ingin bekerja sama,” kata Ayah Daniel. “Aku? Kan ada proyek manajer,” kata Daniel sambil menunjuk ke arah proyek manajer itu duduk. Ayahnya menggeleng. “Kau yang punya ide, sebaiknya kau yang eksekusi. Sekalian aku ingin melihat kemampuan negosiasimu.” Ayah Daniel menatap peserta rapat seolah meminta dukungan. “Apa yang Tuan Ferry bilang benar, kamu akan jadi penerus perusahaan ini. Pastilah para pemegang saham ingin melihat kemampuanmu,” ujar yang lain. Daniel kesal, dia melonggarkan dasinya. “Baiklah, rapat kita sampai di sini dulu. Dan Daniel, kami menunggu laporanmu besok. Terima kasih,” kata Ayah Daniel menutup rapat tersebut. Para peserta rapat pun satu per satu meninggalkan ruangan rapat. Daniel meninju meja dengan kesal. “Kenapa harus aku sih? Memangnya aku pegawai?” ujar Daniel kesal. “Daniel,” panggil Ayah Daniel yang kembali masuk ke ruangan. “Iya Ayah?” “Kenapa kamu terlambat? Kamu sudah tahu aku benci orang yang tidak disiplin apalagi soal disiplin waktu,” Daniel menelan ludahnya. “Aku bangun terlambat,” “Hentikan semua aktivitas kekanak-kanakanmu, fokuslah agar menjadi pemimpin yang baik,” kata Ayah Daniel lagi. “Dan jangan membuat pengawalmu kerepotan. Jika kau berulah lagi akan ku suruh mereka mengikatmu seperti anjing!” ancam Ayah Daniel kemudian keluar dari ruangan. Daniel tertawa tidak percaya dengan apa yang dikatakan Ayahnya. Seketika pandangannya menjadi pandangan penuh kemarahan. Daniel kemudian segera menghubungi Luna, CEO dari G-shop. Perusahaan yang ingin di ajak kerja sama oleh perusahaan Daniel. Luna adalah mantan pacarnya -hasil perjodohan yang gagal. Daniel dan Luna sudah saling mengenal dari sejak kecil. Keluarga mereka juga akrab. Tapi dasar keluarga kaya, entah ide siapa tiba-tiba saja keluarga mereka membuat perjodohan Luna dan Daniel. Keduanya tentu saja kaget dengan perjodohan itu, untunglah Luna berhasil membuat perjodohan itu batal. “Halo, apa kau sibuk? Aku ingin menemuimu. Ada yang ingin kubicarakan mengenai pekerjaan ...,” “Baiklah, aku segera kesana,” sambung Daniel kemudian beranjak pergi dari ruangan rapat itu. *** Daniel memandang kantor Luna yang lumayan megah. Ini malah seperti hotel dan mal yang digabung. Daniel memperhatikan karyawan yang lalu-lalang, mereka hanya menggunakan jeans dan kaos atau pakaian santai lainnya. Perusahaan start-up memang berbeda, sangat keren. Daniel lumayan bangga pada Luna. Meski menjadi salah satu pewaris kekayaan ayahnya yaitu kekayaan Irawan grup, tapi wanita itu malah memilih membangun kerajaan bisnisnya sendiri. “Pak Daniel?” sapa seorang wanita bertubuh kecil dengan rambut sebahu. Daniel mengerjapkan matanya, entah mengapa dia merasa seperti melihat Nara hanya saja lebih pendek. “Bapak bisa langsung ke ruangan rapat bersama yang lain,” katanya lagi. “Bersama yang lain?” Wanita itu mengangguk. “Wah, dia menaruhku dalam kompetisi. Benar-benar si Luna,” ucap Daniel sedikit kesal. “Mari Pak saya antar,” kata wanita itu kemudian berjalan di depan Daniel. ‘Wajahnya mirip, bibirnya juga. Kenapa bisa mirip ya?’ batin Daniel. Dia mengekori jalan dari wanita itu. Tidak lama kemudian si wanita itu langsung membuka pintu dan mengajak Daniel masuk. Di sana sudah ada beberapa orang lain yang tampaknya berasal luar. Daniel kemudian duduk di salah satu kursi yang disediakan. “Bapak mau minum apa?” tanya wanita itu lagi. “Ah air mineral saja. Tolong yang botol kaca ya,” kata Daniel sambil tersenyum. “Baik Pak,” balas wanita itu sambil tersenyum membuatnya kembali terlihat seperti Nara. Tidak lama kemudian Luna datang, dia kemudian memperkenalkan satu per satu anggota rapat yang ternyata benar, mereka adalah calon investor di perusahaan Luna. Daniel memperhatikan Luna yang asyik memperkenalkan perusahaannya. Berusaha meyakinkan para calon investor itu agar mau menginvestasi dana mereka di perusahaannya. Sejam kemudian rapat itu selesai. Luna menjabat tangan para calon investornya itu kemudian mengantar mereka keluar dari ruangan. Setelah selesai Luna kembali ke ruangan dan menemui Daniel. “Kamu kenapa? Wajahmu terlihat sangat lesu,” kata Daniel. Luna memijit tengkuknya. “Makin hebat aja kamu,” kata lelaki itu sambil tersenyum ke arah Luna. “Kamu gak mau balik, Niel?” tanya Luna pada Daniel, teman lamanya. “BTW, selamat ya buat pernikahannya,” Ucap Daniel. “Makasih ya, kamu kok gak datang?” tanya Luna. “Belum move on dari kamu soalnya,” kata Daniel lagi. Luna tidak tersipu karena dia sudah hafal betul mulut manis lelaki itu. “Kamu lagi gak punya pacar ya?” tanya Luna. Lelaki itu memandang Luna dalam, “Lagi kena karma,” kata Daniel sambil tertawa putus asa. “Kamu kenapa?” tanya Luna lagi. “Orang yang aku cintai, udah punya pacar,” kata Daniel. “Orang yang kamu cintai?” Daniel menghela nafas panjang. “Ternyata rasanya sakit juga,” kata Daniel lagi. “Ketika kamu cinta sama seseorang tapi kamu tahu bahwa dia gak cinta kamu,” sambung Daniel lagi. “Iya, sakit.” Kata Luna. Daniel memperhatikan Luna, wanita itu tampak termenung sambil berpikir. “Memangnya suami kamu gak cinta kamu?” tanya Daniel tiba-tiba. “Hah? Gimana?” tanya Luna gelagapan. “Bener kan?” tebak Daniel. Luna terdiam, Daniel tahu sesuatu yang tidak beres sudah terjadi pada Luna. “Karena itulah aku selalu menolak dijodohkan. Aku heran kenapa kamu setuju?” kata Daniel. “Dijalanin aja, Lun. Kalau memang gak jalan, mending pisah aja daripada makan hati,” tambah Daniel lagi. “Berpisah? Maksud kamu cerai? Aku bahkan belum 3 bulan nikah,” kata Luna. “Proses cerai itu lama Lun. Bisa aja kamu sah cerai pas kamu wedding anniversary,” kata Daniel lagi. Luna terdiam. “Tapi kamu yakin dia gak cinta kamu? Emang kamu udah tanya?” tanya Daniel lagi. Luna menggeleng. “Tanya dong, Lun. Gimana kamu mau tahu dia cinta ama kamu atau nggak kalau kamu gak tanya?” kata Daniel. “Lagian pisah itu kan tergantung kamu. Keluarga kamu juga pasti mendukung kamu. Toh kamu sudah bersedia menikah tanpa cinta dan gak bahagia,” ujar Daniel lagi. “Permisi Bu, saya pamit duluan ya,” Sosok wanita mirip Nara itu muncul dari pintu. “Iya Bel, makasih ya,” kata Luna. “Jangan lupa makan malam dan minum vitamin ya Bu. Pemisi,” kata wanita itu sebelum kembali menutup pintu. “Hei! Hei! Hei! Kamu!!!” panggil Daniel membuat wanita itu menahan pintu, “Iya Pak?” tanya Abel. “Nama kamu siapa?” tanya Daniel. “Abel, Pak.” Abel bersiap menutup pintu. “Ok,” kata Daniel lagi sambil tersenyum sementara Luna sudah memandangi lelaki itu dengan tatapan siap membunuh. “Apa?” tanya Daniel saat melihat tatapan Luna, sebenarnya dia takut juga. “Kamu sentuh Abel, ku bunuh kamu, Niel.” Luna menatap Daniel lekat. “Dia cantik, aku cuma ingin kenalan,” kata Daniel lagi. “Gak! Gak akan aku biarin Abel kamu goda. Dia udah kayak Adek aku sendiri. Cari yang lain aja,” kata Luna lagi. "Memangnya kenapa?" tanya Daniel Luna melotot ke arah Daniel. "Ya karena kamu buaya, lah. Kamu berbahaya," kata Luna. Daniel tertawa. "Setidaknya aku buaya yang tampan," ujar Daniel. "Tetap saja berbahaya." Luna melambaikan tangannya. Daniel tersenyum geli melihat Luna. Dia kemudian melirik arlojinya lagi. “Kamu udah pulang kan? Temani makan yuk sambil curhat,” kata Daniel lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD