3. Sekretaris polos

1651 Words
Daniel menunggu Luna yang tengah bersiap untuk pulang. Dia memandang ruangan Luna lagi sampai pandangannya tertuju di sebuah foto pernikahan milik Luna yang dicetak kecil dan diletakkan di atas meja kerja Luna. Tiba-tiba Luna keluar dari ruangannya yang lain, dia sudah siap. “Pantes pernikahanmu kacau. Foto pernikahanmu aja sekecil ini. Kamu itu miliarder, anak pengusaha terkenal, masa cetak foto saja gak mampu,” ejek Daniel. Luna memandangnya dengan tatapan malas. “Aku tidak ingin terlihat terlalu menginginkan pernikahan ini terekspos,” kata Luna. “Kamu saja tidak niat bagaimana pernikahannya bisa lancar?” “Bisa diam gak, aku gak butuh saran dari orang yang gagal menikah,” balas Luna berhasil membuat Daniel membungkam mulutnya. Memang Cuma Luna yang bisa mengatai Daniel seperti itu. Kedekatan keduanya membuat mereka terbiasa terbuka satu sama lain. “Ayo pergi, aku udah lapar nih. Kamu yang traktir kan?” Luna berjalan keluar dengan segera sebelum Daniel mengamuk padanya. Keduanya memang akrab, hanya dengan Daniellah Luna bisa menggandengkan tangannya. Keakraban mereka ini yang disalah artikan keluarga mereka sebagai hubungan romansa. Nyatanya keduanya adalah teman tanpa perasaan itu, mereka lebih mirip saudara karena selalu bertengkar. Makanya ketika keduanya tahu bahwa mereka berdua dijodohkan, keduanya kompak untuk menolak. Daniel bahkan harus mengambil jalan ekstrem dengan mencari gara-gara dengan salah satu anak mafia sehingga dirinya dikirim ke Kanada untuk beberapa lama. Alhasil, perjodohan mereka pun batal. Itu kenapa Daniel heran kenapa Luna dengan maunya dijodohkan lagi. Bahkan kali ini dengan orang yang sama sekali tidak dia kenal. Daniel sudah pasti tidak bisa dijodohkan, dan sekarang hatinya malah tertutup karena patah hati oleh mantannya. Mungkin Daniel tidak akan pernah menikah, sulit membayangkan dirinya mengganti kenangan indahnya bersama Nara. “Mobil kamu yang mana?” tanya Luna saat keduanya sudah berada di tempat parkir. “Yang itu.” Daniel menunjuk sebuah mobil sport mahal kepunyaannya yang sangat ia sayangi. Keduanya langsung melangkah menuju ke mobil Daniel. “Kamu mau makan apa?” tanya Daniel. “Aku ingin makan ramen, kita ke hotel H aja. Di sana kokinya dari Jepang langsung,” jawab Luna. “Baik bos,” kata Daniel sambil membuat tanda hormat sebelum menjalankan mobilnya membuat Luna terkekeh. “Asisten kamu yang tadi, apa dia punya saudara? Kakak atau Adik mungkin?” tanya Daniel lagi. Dirinya berusaha untuk mencari informasi mengenai Abel. “Sudah ku bilang jangan ganggu Abel. Dia sudah aku anggap adik aku sendiri ...,” “Dia mirip mantanku,” potong Daniel. “Aku hanya berpikir dia mungkin saudara dari Nara. Tapi itu gak mungkin sih, Nara gak punya keluarga,” sambung Daniel. Luna dapat melihat perubahan sorot mata Daniel saat menceritakan mantannya itu. “Kamu sesayang itu sama dia?” tanya Luna. “Banget. Sayang banget.” Daniel menghela nafas panjang, dadanya kembali sesak dan ia tidak ingin menangis di hadapan Luna. “Sakit banget ya pasti?” Luna mengelus d**a Daniel membuat pria itu tertawa sambil menahan kesedihannya. Untunglah ada Luna yang masih mengerti dirinya. Selama ini Daniel pikir dia sendirian dan tidak bisa menghadapi ini semua. Setengah jam kemudian keduanya sudah berada di sebuah restoran yang juga berada di sebuah hotel mewah. Luna tampak senang begitu juga dengan Daniel. Keduanya menikmati makan malam mereka dengan saling bercerita mengenai masalah masing-masing. Daniel yang curhat mengenai hubungannya yang sudah hancur sementara Luna menceritakan rumah tangganya yang mungkin sebentar lagi akan hancur. “Tapi kamu sudah pernah tidur dengan suamimu?” tanya Daniel berhasil membuat Luna hampir tersedak. Daniel segera menyerahkan sapu tangannya pada Luna. Daniel mencebikkan bibirnya. “Bagaimana mungkin kamu tidur dengan orang yang bahkan kamu gak tahu cinta sama kamu atau gak?” lanjut Daniel. Luna menatap tajam ke arah Daniel. “Lalu kenapa kamu setiap hari bergonta-ganti wanita untuk kau tiduri?” balas Luna. “Semua anak membicarakanmu tahu gak?” Anak yang dimaksud Luna adalah para anak-anak orang kaya yang mereka kenal ataupun mengenali mereka. Daniel adalah seorang pewaris tunggal sebuah kerajaan bisnis terkenal, hal itu tentu saja menarik perhatian orang untuk digosipkan. Daniel mengangkat bahunya bersikap tidak peduli. “Pendapat mereka tidak penting. Tidak akan merubah apa pun juga. Aku dan keluargaku tidak akan jatuh miskin hanya karena pendapat mereka,” ucap Daniel. Daniel benar, anak-anak itu mungkin berasal dari keluarga kaya. Tapi keluarga Daniel lebih berpengaruh seribu kali lipat dibanding mereka. “Lagi pula, laki-laki dan perempuan itu berbeda,” sambung Daniel sambil meminum minumannya. “Tidak adil! Memangnya hanya lelaki yang butuh kenikmatan?” protes Luna. “Oh, jadi kamu menikmatinya ...,” Daniel mengangguk-anggukan kepalanya. Pipi Luna langsung merah. “Jadi bagaimana jika dia tidak mencintaimu?” tanya Daniel frontal. Dia tidak suka berbasa-basi. “Aku akan meninggalkannya. Walaupun mungkin aku sudah terlanjur mencintainya. Kalau bahagianya adalah tidak bersamaku, maka aku egois jika memaksa terus bersamanya,” kata Luna lagi. Daniel menengadahkan pandangannya ke arah luar. Pemandangan kota dengan lampu dan gedung tinggi terlihat indah. “Benar, egois jika terus dipaksa bersama. Dia mungkin tidak bahagia bersamaku,” kata Daniel sedih. “Kita berdua memang payah dalam percintaan,” kata Luna kemudian disambut tawa oleh Daniel. “Cheers untuk dua orang yang gagal dalam percintaan.” Daniel mengangkat gelasnya yang disambut oleh Luna sambil tertawa. *** “Hei, bosmu ada?” Abel terkejut karena pertanyaan itu karena dia sedang fokus pada pekerjaannya. Dia mengarahkan pandangannya ke atas dan menemukan pria yang kemarin bersama bosnya itu sedang menaruh wajahnya di meja kerja Abel. Dia tersenyum manis pada Abel tapi itu malah membuat Abel merasa risi. “Apa sudah ada janji?” tanya Abel mencoba sesopan mungkin. “Memangnya aku perlu janji?” tanya pria itu. “Tentu saja, Pak.” Pria itu mengerutkan keningnya. Dia kemudian menggoyangkan jari telunjuknya. “Jangan panggil aku Pak, Bapak atau apa pun itu. Panggil aku Daniel. Kamu Abel kan?” kata pria itu. “Saya tidak enak, Pak.” Daniel mencebikkan bibirnya. “Sudah ku bilang panggil saja Daniel. Tapi kalau kamu mau panggil sayang juga boleh,” Abel memandang pria itu dengan tatapan tidak percaya. “Coba saja, mungkin dari panggilan bisa sampai ke perasaan.” Daniel mengedipkan sebelah matanya. “Jangan godai anakku atau ku bunuh kamu!!” Luna muncul dari balik pintu. “Duh, takut. Induknya udah keluar,” kata Daniel dengan ekspresi pura-pura takut. “Kamu kalau digodain lagi, lapor aja ke saya,” kata Luna pada Abel. Dia kemudian menyeret Daniel dari hadapan Abel. “Kamu ganggu, aku lagi membangun koneksi sama dia,” kata Daniel. “Kamu gak mungkin bisa deketin dia, dia berbeda dari wanita-wanita yang pernah kamu kencani,” kata Luna sambil tersenyum miring. Daniel memicingkan matanya menyelidik apa maksud Luna. “Maksudnya? Memangnya dia vampir?” Luna memutar bola matanya. Mencoba menahan sabar agar tidak melempar sepatu hak tingginya ke kepala Daniel. “Pokoknya jangan dekati dia,” kata Luna lagi. “Dia beneran vampir? Wah, kamu bayar dia pakai apa? Darah?” Daniel masih ingin bermain-main. “Sekali lagi kamu berkata yang tidak masuk akal, aku pastikan sepatu hak tinggi aku yang tajam ini bakalan tertancap di kepala kamu.” Luna memberikan tatapan peringatan. “Sayangnya semakin kamu bilang jangan, aku semakin ingin mendekatinya,” kata Daniel sambil melihat ke arah kaca di mana dibalik situ dia dapat melihat Abel yang sedang mengetik di komputernya. “Dia bukan Nara, Niel. Jangan ganggu dia,” ucap Luna. Daniel terdiam. Memang alasannya tertarik pada Abel adalah karena wanita itu mirip sekali dengan Nara, mantan pacarnya itu. Daniel penasaran apakah sifat mereka juga sama. Daniel sungguh ingin mengenal Abel lebih dalam lagi. Setidaknya jika dia tidak bisa bersatu dengan Nara, dia masih bisa bersama dengan orang yang mirip dengan mantannya itu. “Aku tahu dia bukan Nara. Aku juga tidak berharap dia adalah Nara. Aku hanya ingin mengenalnya saja,” ucap Daniel. “Kenapa kau melarang sekali?” tanya Daniel. “Abel itu belum pernah berpacaran sebelumnya. Aku langsung meminta dia bekerja untukku saat dia selesai kuliah. Dulu dia magang di kantor ayah. Aku tidak ingin, lelaki dewasa pertamanya akan menyakitinya,” ucap Luna. “Maksudmu aku akan menyakitinya begitu? Jahat sekali pikiranmu.” Daniel tidak terima. Luna memutar bola matanya. “Menurutmu saja, kau adalah orang yang selalu gonta-ganti wanita setiap saat bahkan saat kau ketahuan punya pacar. Mulut buayamu itu berbahaya bagi semua wanita, terlebih khusus lagi Abel. Dasar tidak sadar diri,” omel Luna. Daniel terkekeh mendengar omelan Luna. “Itu benar tapi hatiku sakit.” Daniel berpura-pura dengan memegang d**a sebelah kirinya. “Abel sudah ku anggap seperti adikku sendiri. Dia yatim piatu sejak kecil dan begitu polos sampai sekarang. Dia juga manis dan penurut. Aku tidak akan membiarkan playboy kusut sepertimu mendekatinya.” Luna menyilangkan tangannya di depan Daniel membuat pria itu tertawa. *** Abel membereskan berkas-berkas di atas mejanya. Dia kemudian segera memeriksa jadwal bosnya untuk besok. Dia menambahkan beberapa agenda tambahan dan juga menghapus beberapa acara yang ditunda atau dibatalkan. Untung saja hari ini jadwal Luna tidaklah terlalu padat. Jadwalnya berakhir jam 3 sore. Seharusnya Abel sudah bisa pulang namun dia mengurungkan niatnya setelah melihat Luna yang akhir-akhir ini selalu terlihat sedih dan kesepian. Beberapa kali Abel dapat melihat bos cantiknya itu menangis setelah merenungkan sesuatu. Tapi setelah kedatangan pria bernama Daniel itu, Luna kembali ceria. Keduanya tampak sangat akrab. Luna bahkan tampak sangat santai pada Daniel, dia bahkan berani menggandeng lengan Daniel. Sepertinya keduanya adalah teman, entah mengapa Abel tidak menemukan suasana romansa di antara keduanya. Hanya ada suasana ceria seperti suasana sahabat. Ketika sedang menatap Luna, matanya bertabrakan dengan mata Daniel. Lelaki itu memandangnya sambil tersenyum manis. Tapi tidak lama kemudian senyumnya berubah menggoda Abel membuatnya langsung mengalihkan perhatian dan bergidik ngeri. Dia tidak begitu tahu siapa Daniel, yang dia tahu pria itu adalah putra pemilik Wijaya Grup. Dia juga tidak menyangka bosnya berteman akrab dengan lelaki itu. Yang jelas Luna sudah bilang pada Abel agar jangan tergoda pada Daniel. Yang berarti kemungkinan besar pria itu berbahaya. Abel perlu mencatat itu. Sungguh dia begitu dengar-dengaran pada Luna.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD