Abel bangkit dari duduknya saat dia mendengar klakson mobil di depan rumahnya. Dia segera menarik tasnya, mematikan televisi yang tidak dia tonton juga dan pergi ke luar. Daniel turun dari mobilnya begitu melihat Abel sedang membuka pagar rumahnya.
“Pintu udah dikunci?” tanya Daniel.
Pria itu nampak santai dengan celana jeans hitam, kaos putih polos yang dimasukkan ke dalam ditambah dengan jaket varsity dan sepatu sneakers hitam. Terlihat berbeda dengan Daniel yang biasanya selalu tampak rapi karena memakai kemeja, celana bahan dan sepatu pantofel. Daniel tampak berbeda dan, tampan.
Daniel menyadari bahwa Abel memperhatikannya, hanya saja dia tidak tahu kenapa wanita itu menatapnya tanpa berkedip.
“Kenapa sih?” tanya Daniel yang merasa risih.
Abel mengerjap dan kemudian menggeleng.
“Gapapa,” kata Abel kemudian berjalan menuju mobil.
Daniel berjalan mendahului Abel, dia meraih pegangan pintu lebih dulu dan membukakan pintu untuknya.
Abel melemparkan tatapan bingung tapi Daniel hanya membalas dengan senyuman di wajahnya. Daniel kembali untuk mengecek pagar rumah Abel sudah terkunci atau belum kemudian dia segera masuk ke dalam mobil.
“Pakai seat belt kamu,” kata Daniel.
Dengan cepat Abel bergerak untuk memakai seat belt. Dia tidak ingin Daniel harus bertindak lagi untuk memasangkan benda itu karena tidak baik untuk kesehatan jantungnya.
“Kita mau ke mana sih? Aku tuh bingung banget kita mau ke mana jadi aku pakai aja baju begini. Awas aja kalau bikin aku salah kostum,” kata Abel.
“Tadinya aku mau meeting, tapi tidak jadi. Jadi mendingan aku ajak kamu ke sana. Sayang soalnya,” kata Daniel.
Daniel melirik sebentar ke arah Abel di sampingnya. Matanya memindai Abel dari ujung rambut sampai kaki. Wanita ini tetap terlihat cantik dengan apa pun yang dia pakai. Abel menggunakan celana kain berwarna coklat dipadukan dengan blus berwarna peach, rambutnya di kucir yang menampilkan leher jenjangnya yang indah.
“Kamu cantik kok,” puji Daniel.
Abel tidak bisa mengelak bahwa dia tersipu hanya dengan pujian kecil Daniel itu.
“Hari ini aku mau mengajak kamu kencan,” kata Daniel.
“Oh, kita mau makan seafood?” tanya Abel karena keduanya memasuki wilayah yang banyak pantai.
Daniel tidak menjawab, matanya sibuk mencari-cari sesuatu. Dia kemudian membelokkan mobilnya memasuki suatu tempat yang sepertinya bukan restoran. Banyak kapal di sana namun Abel tidak melihat adanya restoran di dekat situ.
Daniel memarkirkan mobilnya dengan baik. Beberapa orang terlihat mendekat ke arah mereka. Daniel lalu segera turun menemui dan berbicara pada mereka. Setelah selesai, dia kemudian kembali lagi ke mobil.
“Semuanya sudah siap, ayo turun,” ajak Daniel.
Abel membuka pintu mobil dan turun dari mobil Daniel. Dia tampak masih ragu dan bingung mengenai rencana Daniel. Melihat Abel yang terpaku di tempatnya membuat Daniel langsung menarik tangan Abel agar ikut dengannya. Kedua tangan itu kembali terpaut, menimbulkan percikan cahaya di hati keduanya yang menghangat di tengah terpaan angin malam di tepi laut.
“Kita mau naik ini?” tanya Abel setelah Daniel menghentikan langkahnya di sebuah yacht.
Daniel mengangguk.
“Ayo,” ajak Daniel. Dia membantu Abel naik ke kapal kecil itu dengan hati-hati.
Abel memandang sekelilingnya, pemandangan kerlap-kerlip lampu kota terlukis indah di matanya. Kapal kecil itu juga dihias dengan banyak lampu kecil yang membuatnya terlihat hangat dan nyaman. Ada sebuah meja dan juga dua kursi di tengah-tengah bagian belakang kapal kecil itu.
Daniel menarik kursi itu dan menyuruh Abel duduk, Daniel kemudian mengambil tempat di depan Abel.
“Kapan kamu menyiapkan ini semua?” tanya Abel.
“Kamu suka?” tanya Daniel.
Abel mengangguk.
“Syukur deh kalau suka,” kata Daniel lagi.
“Kamu tadinya mau meeting di sini?” tanya Abel.
Daniel mengangguk.
“Klienku dari luar negeri, aku harus memberi impresi baik,” kata Daniel lagi.
Abel masih memandangi pemandangan indah kota di malam hari dari kapal kecil itu. Angin malam yang tidak terlalu kencang juga menambah indah malam Abel.
“Kita pesan makan dulu,” kata Daniel.
Abel hanya mengangguk.
Daniel kemudian memanggil pelayannya dan kemudian memberi kode untuk pelayan itu.
“Kamu sewa kapal ini ya?” tanya Abel yang baru tersadar bahwa fasilitas yang di pakai sekarang ini pastilah sangat mahal, dia tidak ingin Daniel menghabiskan uang banyak hanya untuk membuatnya terkesan.
“Ini punyaku. Sudah kubeli dari lama,” bantah Daniel.
Pria itu sudah menduga bahwa Abel akan bawel dengan rencananya ini. Menurut Abel kegiatan seperti ini hanya menghambur-hamburkan uang.
Untung saja Daniel gagal dengan rencananya membawa Abel pergi berlibur dengan jet pribadinya ke Bali. Bisa-bisa bukannya bermesraan malah Abel akan mengomelinya sepanjang hari. Daniel bergidik ngeri membayangkan hal itu.
“Padahal aku sudah senang dibawa makan di pinggir jalan,” kata Abel.
“Hanya sesekali, tidak akan selalu,” balas Daniel.
“Tetap saja ini terlalu mahal. Kamu bisa mengajakku ke mana saja bahkan makan sate padang di abang-abang depan kompleks pun aku sudah senang,” kata Abel.
Daniel menghembuskan nafas pasrah. Dia bingung sekaligus kesal kenapa Abel malah mempermasalahkan harganya daripada menikmati waktunya bersama Daniel.
“Itu karena aku ingin membuat kamu terkesan,” ujar Daniel.
Abel terpaku, matanya menatap Daniel seolah meminta penjelasan pada pria itu.
“Itu karena aku ingin membuat wanita yang aku sukai terkesan,” kata Daniel lagi.
“Wanita yang kamu sukai? Aku?” tanya Abel.
“Iya, siapa lagi?”
“Bukannya kamu ... sama mantan kamu—“
“Aku sudah memutuskan Bel, aku ingin menghapus dia dari hidupku. Jadi tolong bantu aku melupakan dia. Tolong bantu aku membuat kenangan baru yang lebih baik bersama kamu,” potong Daniel.
Abel merasa kepalanya tiba-tiba penuh. Dia berdiri dari kursinya dan menuju tepi kapal kecil itu, siapa tahu angin bisa melegakan kepalanya. Daniel juga mengekori Abel, dia berdiri dan bertumpu pada pagar pembatas.
“Aku tahu awalnya aku tertarik sama kamu karena kamu mirip dengan Nara, mantan aku. Tapi semakin aku kenal kamu semakin aku tahu kalian berbeda. Saat sama kamu aku merasa ... diperhatikan dan dihargai,” kata Daniel.
Tangannya membawa Abel agar menghadap padanya, Daniel tersenyum.
“Dan aku gak mau kehilangan kesempatan saat aku punya orang yang aku sukai masih bersamaku. Aku gak mau lama-lama menunggu dan membuatnya pergi lagi.”
Abel menatap Daniel, mencoba mencari kebohongan di sana. Abel harap dia menemukan kebohongan itu tapi tidak ada, dia tidak dapat melihatnya.
“From now on, can I call you mine?” tanya Daniel.
Abel diam. Dia tidak tahu harus menjawab apa.
“Kalau aku bilang tidak bagaimana?” tanya Abel tiba-tiba. Entahlah, dia juga tidak tahu harus mengatakan apa. Pikirannya menjadi kosong secara tiba-tiba.
“Ya terpaksa aku harus sedikit memaksa.”
Daniel menarik pinggang Abel membuat jarak keduanya terpupus. Tangannya kemudian berpindah merengkuh wajah Abel dan kemudian mendekatkan wajahnya ke wajah Abel.
Cup.
Kecupan Daniel berhasil mendarat di bibir Abel, membuat wanita itu terkejut. Seumur hidupnya baru kali ini seorang lelaki menciumnya. Abel hendak mundur tapi ditahan oleh Daniel. Tatapan keduanya kembali bertemu, Daniel tersenyum.
“Kamu menggemaskan,” ucap Daniel.
Dia kemudian mencium Abel lagi, tangannya mengusap-usap telinga Abel membuat wanita itu sedikit rileks. Daniel mencium bibir Abel yang manis itu dengan santai, membuat Abel terbuai dengan sapuan bibir lelaki itu.
Tiba-tiba saja Daniel menggigit bibir bawah Abel membuat secara otomatis Abel membuka mulutnya. Daniel langsung bergerak cepat melesakkan lidahnya ke dalam mulut Abel.
Bunyi piring yang terbentur membuat keduanya kaget. Daniel menatap tajam ke arah pelayan yang baru saja menghentikan aktivitas menyenangkan dia dan Abel. Sementara Abel langsung beringsut di lengan Daniel karena malu, menutup wajahnya dengan jaket yang dikenakan Daniel.
Pelayan itu berkali-kali membungkuk untuk meminta maaf dan kemudian pergi menghilang dari hadapan Daniel. Bisa mati kalau dia lama-lama dia di sana.
“Ayo makan dulu,” ucap Daniel pada Abel setelah pelayan itu pergi.
“Duh malu sekali,” kata Abel sambil menutupi wajahnya.
Daniel meraih tangan Abel dan tersenyum.
“Tidak usah malu, mulai sekarang kamu kekasih Daniel Wijaya. Semua orang akan menghormati kamu,” kata Daniel lagi.
Keduanya kemudian mulai makan. Menu steak yang disajikan, wanginya sudah sangat menggoda perut.
Abel langsung memakan steaknya dengan semangat, karena memang dia sudah sangat lapar. Tadi siang setelah Daniel mengantarnya dia langsung tertidur dan bangun sudah lumayan sore.
Abel merasa kesal karena Daniel masih memperhatikannya bukan memakan makanannya.
“Kenapa sih dilihat in terus?” tanya Abel.
“Habisnya cantik, siapa suruh cantik? Jadi betah kan mandanginnya,” jawab Daniel.
“Udah, makan dulu makanannya nanti dingin,” perintah Abel.
Daniel akhirnya menyudahi aksi memandangi Abel dan kemudian mulai menyantap makanannya.
“Kamu ... benar-benar suka aku?” tanya Abel lagi.
“Masih gak percaya?” tanya Daniel sambil memasukkan potongan daging ke mulutnya.
“Agak susah ya percaya sama kamu,” kata Abel.
Daniel menarik nafas panjang, dia tidak menyalahkan Abel karena susah percaya pada kata-kata Daniel. Reputasinya sebagai playboy kaya raya yang brengsekk memanglah susah untuk dihapuskan.
“Sekarang kamu pikir, aku ganti mobil kesayangan aku karena apa?”
Abel diam.
“Karena aku ingin kamu nyaman saat kamu di dekat aku. Sekarang, kamu pikir aku bawa semua wanita yang aku kencani ke sini? Kamu pikir aku menyediakan semua kencan romantis dengan mereka?”
“Lalu?” tanya Abel.
“Aku melakukan itu semua karena kamu. Aku ingin kamu nyaman jika bersamaku. Aku ingin kamu merasa beruntung dan jadi wanita paling bahagia saat bersamaku,” ujar Daniel lagi.
“Bel ... aku melakukan ini hanya karena kamu orangnya.”
Daniel meraih tangan Abel dan menggenggamnya.
“Ada lagi yang harus aku lakukan agar kamu percaya bahwa aku benar-benar serius sama kamu?” tanya Daniel.
Abel tersenyum, namun senyumnya kali ini adalah sebuah senyum yang nakal.
“Aku mau kamu jadi bucin aku,” kata Abel.
“Bucin?” tanya Daniel.
Abel mengangguk.
“Ya Bucin, b***k Cinta,” kata Abel lagi.
***
Gimana episode kali ini? jangan lupa komen ya :)