Bab 2

1773 Words
“Benarkah kamu tidak apa-apa?” “Benar, Yah. Ayah bagaimana kabarnya?” “Alhamdulillah, Ayah baik-baik. Ini Ayah tadi mengantar Pak Wira, dan sekarang dia sedang menunggu Ayah di mobil,” ucap Pak Andika. “Nak, sebaiknya kamu tinggal bersama kami lagi, apa kamu tidak kesepian sendirian di sana? Atau kamu sudah tidak menganggap kami sebagai keluarga la-.” “Bukan Yah,” ucap Viana memotong ucapan ayahnya. “Tapi tempat kerja Viana jauh dari rumah, kan capek jika jauh-jauh ke tempat kerja. Aku mohon Ayah jangan berpikir seperti itu terhadapku. Aku sangat menyayangi kalian,” ucapnya seraya memeluk ayahnya. “Ya, sudah kalau begitu, Ayah mau pergi dulu kamu hati-hati, ya,” ucap ayahnya. “Iya, Yah. Insyaallah minggu depan aku pulang,” ucapnya dan diangguki sang Ayah. Mendung tampak terlihat kelabu sama halnya dengan hati Viana saat ini, setelah pertemuannya dengan Ayahnya, tepatnya Ayah tiri. Yah Bu Rita, ibu dari Viana menikah dengan pak Andika ayah dari Ariana, sejak enam tahun lalu. Sebenarnya pak Andika sangat menyayangi Viana, namun tanpa pak Andika tahu apa penyebab Viana memilih untuk tinggal sendiri dari pada tinggal dengan dirinya dan juga istrinya. Sebenarnya Viana juga merindukan sosok Ayah sejak ayah kandungnya pergi menghadap sang Ilahi. Untuk kesekian kalinya ayahnya meminta dia untuk tinggal kembali dengan keluarganya, namun selalu di tolaknya, dengan alasan rumahnya dengan tempat dia bekerja cukup jauh, dan sang Ayah mencoba memahami kemauan Viana. Dia kembali pada ruangan dokter yang tadi sempat tertunda karena pertemuannya dengan Ayahnya. “Maaf Dok, saya sedikit terlambat. Tadi saya bertemu Ayah saya.” “Tidak apa, Vi. Ayo kita periksa dirimu,” ajak dokter dan mempersilahkan Viana berbaring di atas kasur. Setelah selesai dengan berbagai pemeriksaan, dokter pun menjelaskan tentang kesehatannya yang semakin menurun. “Vi, jika di biarkan terus keadaanmu akan semakin memburuk, jadi tolong kamu harus memberi tahu keluarga mu, agar mereka tahu keadaanmu, dan siapa tahu salah satu dari mereka ada yang ada kecocokan dengan sum-sum kamu,” ucap dokter dan hanya diangguki oleh Viana. Bukan dia tidak mau memberitahu keadaannya kepada keluarganya namun bagi Viana hal itu percuma bukan simpati yang akan dia dapatkan, maka dari itu dia memilih untuk diam dan menyimpan semuanya sendiri. ** Di lain tempat, tepatnya di sebuah rumah sakit terbesar di Surabaya, terlihat seorang pemuda terbaring lemah di atas tempat tidur rumah sakit, tubuhnya kurus dan wajahnya yang pucat, dan berbagai alat medis terpasang di tubuhnya, selama dua tahun dia harus menjalani pengobatan, namun hasilnya nihil karena gagal ginjal yang dia derita sudah sangat parah, dan harus segera melakukan pencangkokan, namun sampai saat ini masih belum menemukan pendonor yang tepat. “Pa, bagaimana ini? Jika dalam dua bulan anak kita belum menemukan pendonor, bagaimana keadaan dia, Pa,” ucap wanita paruh baya seraya memeluk suaminya. “Mama yang sabar, insyaallah pasti ada jalan Ma,” ucap sang suami. Mereka adalah orang tua dari pemuda bernama Ragarta Yang kini tengah terbaring lemah di kasur rumah sakit. Keluarga mereka terbilang cukup terpandang karena bisnis dan juga hotel yang mereka miliki. Siapa yang tidak mengenal pasangan Danang Setyo Anam dan Diandra Setyo Anam? Mereka adalah salah satu pengusaha asal Surabaya yang tersohor, dan jangan lupakan anak semata wayang mereka, Ragarta Setyo Anam, di usianya yang masih muda dia sudah memiliki bisnis sendiri. Namun semua hal yang mereka miliki saat ini terasa tak berarti, karena Ragarta putra semata wayang mereka tengah tergolek lemah karena sakit yang dia derita dan harus segera mendapatkan donor, dengan kekuasaan dan harta yang mereka miliki tidak lah bisa membantu proses pencarian pendonor untuk Ragarta. Karena sakitnya yang semakin parah, membuatnya sedikit frustrasi akan hal itu dan membuatnya lari dari tempatnya dirawat namun hal itu malah membuat dirinya berakhir pingsan di pinggir jalan, untung ada seseorang yang menemukannya ketika dia pingsan dan membawanya kembali ke rumah sakit kembali. Satu bulan setelah kejadian Ragarta kabur dari rumah sakit, kini dokter mengatakan jika ada seseorang yang ingin mendonorkan ginjal pada Ragarta, dan hal itu di sambut baik oleh keluarga Setyo Anam. “Dok, bolehkah kami bertemu dulu dengan calon pendonor sebelum di lakukan operasi ini?” tanya pak Danang. “Maaf Pak, atas permintaan beliau kami tidak bisa memberikan informasi apa pun pada anda,” ucap sang dokter. “Ya, kami mengerti Dok, tapi apa dia seorang laki-laki atau perempuan?” tanya Bu Diandra. “Dia seorang wanita cantik dan baik hati, karena saya sangat mengenal beliau, Bu,” tutur dokter. “Terima kasih, Dok,” ucap pak Danang dan diangguki dokter. “Pa, cari tahu siapa pendonor itu, Mama tidak mau jika dia terpaksa melakukan ini, bisa-bisa nanti kita yang akan celaka,” ucap Bu Diandra pada suaminya. “Ma, yang penting sekarang anak kita selamat, soal itu nanti Papa usahakan,” ucap pak Danang seraya mengusap punggung istrinya. Hari ini adalah hari di lakukan operasi Ragarta. Sebelum menjalani operasi, Ragarta sempat melihat wanita yang di bawa masuk ke dalam ruang operasi bersamanya, namun sebelum dia benar-benar melihat wajahnya alam bawah sadar sudah menguasai dirinya. Ragarta POV. Sayup-sayup terdengar suara seseorang yang sedang berbicara, mataku terasa berat sangat sulit untuk ku buka, namun telinga ini sangat jelas mendengar ucapan mereka. “Bagaimana, Rid? Sudah kamu dapatkan informasi tentang wanita itu?” “Sudah, Tante, tapi aku masih belum yakin. Nanti aku akan cek rumahnya.” “Siapa yang mereka bicarakan? Wanita siapa yang mereka maksud?” pertanyaan itu muncul di benakku, namun tak bisa ku ungkapkan karena mulut dan mata ini sulit untuk di buka. Hingga aku mulai merasakan kantuk dan aku kembali tertidur. “Ma–mama!” ucapku perlahan, saat kesadaran ku pulih, dan mendapati mama tengah tertidur di sofa. “Ya, Allah! Nak, kamu sudah sadar Sayang? Mana yang sakit?” ucap Mama khawatir. “Haus, Ma,” ucapku. Setelah minum, dokter pun datang dan memeriksa diriku, ya meskipun masih terasa berat seluruh badan ini namun aku merasa lebih baik daripada sebelumnya. “Ma, Papa mana?” “Papamu pergi untuk memeriksa hotel bersama Ridwan. Nanti sore dia ke sini,” ucap mama. “Siapa yang sudah mendonorkan ginjal padaku, Ma?” “Kami masih mencari tahu, sepertinya dia tidak mau identitasnya diketahui oleh kita, Nak.” “Nanti jika aku sudah pulih aku akan mencarinya juga, aku akan mengucapkan terima kasih kepada dia.” Ragarta POV end. Di sebuah ruangan terdapat gadis berhijab dan tampak mengerjapkan kedua matanya. “Vi, Nak. Kamu sudah sadar?” ucap Pak Andika. “Ayah. Aku ada di mana?” “Kamu di rumah sakit, sebenarnya apa yang terjadi padamu, Vi? Kenapa kamu tidak menceritakan pada kami tentang keadaanmu, Nak.” Deg... “Apa mereka sudah tahu tentang operasi ini, dan apa mereka juga tahu tentang penyakit ku? Bagaimana ini?” batin Viana panik. “Kenapa kamu melamun, apa kamu tidak mau menjawab pertanyaan ayah,” ucap Ariana dengan ketus. “Ar, adikmu sedang sakit kenapa kamu berkata seperti itu,” ucap Pak Andika. “Terus saja Ayah membela dia, sebenarnya anak Ayah itu dia atau Ariana?” ucap Bu Rita yang tiba-tiba datang ke ruangan Viana. “Bu, apa yang kamu katakan? Bisakah kamu sehari saja tidak berkata seperti itu di depan Viana? Apa ini alasan dia tidak mau tinggal bersama kita? Karena Ibu selalu ketus padanya?” ucap pak Andika. “Sudahlah, ini makanan pesanan Ayah, aku mau pulang capek aku harus menjaga dia semalaman,” ucap Bu Rita seraya keluar dari ruangan dan di ikuti oleh Ariana. “Yah, tolong jangan terlalu keras pada Ibu dan Mbak Ari,” ucap Viana. “Mereka keterlaluan, Nak. Jangan-jangan dugaan Ayah benar, kamu pergi dari rumah karena mereka?” tanya pak Andika. “Tidak, Yah. Justru mereka melarang ku waktu itu hanya saja aku terlalu memaksakan egoku, mungkin karena itu mereka menjadi dingin padaku. Mereka pikir aku sudah tidak menganggap mereka, Yah.” “Apa pun alasannya tetap saja yang mereka lakukan itu tidak di benarkan, saat ini keadaan mu sedang sakit dan tadi dokter juga mengatakan jika tifus kamu parah,” ucap pak Andika. Terlihat helaan nafas lega pada Viana, ternyata dokter tidak mengatakan yang sebenarnya pada keluarganya. “Maafkan Viana, karena sudah membuat Ayah khawatir,” ucap Viana. “Kamu bicara apa, Nak? Jelas Ayah khawatir, anak Ayah sakit dan Ayah tidak mengetahui hal itu. Sudah kamu istirahat dulu nanti setelah sehat kamu harus pulang ke rumah,” ucap Pak Andika dan diangguki oleh Viana. Dua minggu pasca operasi, Viana dan Ragarta di perbolehkan pulang, dan keduanya tidak tahu sama sekali tentang kebenaran masing-masing, Ragarta yang tak mengetahui siapa pendonor nya. Ragarta berjanji akan menemukan siapa pendonor nya, dan Viana berjanji akan tetap merahasiakan semua hal yang terjadi padanya pada semua orang kecuali sang dokter. Di kediaman keluarga Setyo Anam, terlihat ramai atas kedatangan kembali putra semata wayang mereka, tampak para saudara dan keluarga besar sangat antusias atas kedatangan dan kesembuhan Ragarta. “Semoga kamu selalu di beri kesehatan setelah ini, Nak” ucap salah satu keluarganya. “Hai, Gar! Bagaimana rasanya cuti selama hampir tujuh bulan? Pasti kamu bahagia kan,” ucap Ridwan asisten sekaligus sahabatnya itu. “Hah, lambemu tak jahit, kapok yo. Mbok pikir aku ini seneng opo? Ojok-ojok kowe iku seng seneng lek aku loro,” (bibirmu minta di jahit, ya,. Kamu pikir aku senang apa? Jangan-jangan kamu itu yang senang jika aku sakit?”) cerocos Ragarta. “Weh, sabar to kang ojok nesu,” (sabar dulu Mas, jangan marah,”) balas Ridwan. “Kenapa kamu kesini? Apa perusahaan ku masih aman saat ini, atau sudah bangkrut gara-gara kamu yang urus,” tuduh Ragarta. “Lambemu juga minta di jahit ya, apa saat kamu operasi kemarin otakmu juga di cangkok sampai bicaramu seenaknya? Nih ambil,” ucap Ridwan seraya menyodorkan kantong plastik pada Ragarta. “opo iki?” (apa ini?”) tanya Ragarta, namun setelah tahu isinya dia segera melayangkan kembali kantong itu pada Ridwan. “Mbok yo seng apik tah, seng gawe wadah mosok kresek koyo ngene gawe adah e dokumen penting, ncene ndak bhek tenan kowe iki,” ucap Ragarta. “tidak ada lagi tas atau serupa nya, yang penting itu dokumen sudah sampai sini, ini sudah lima belas hari ya, sejak kamu keluar dari rumah sakit, buruan cepat sembuh dan segera selesaikan tugasmu yang menumpuk, aku mau pamit pulang capek pol ini otakku,” ucap Ridwan seraya melangkah pergi. “Dasar, punya asisten kok gitu banget. Mau di pecat sayang tak di pecat bikin pusing,” ucap Ragarta. Dia meneliti dengan saksama dokumen yang di berikan Ridwan kepadanya. “Ternyata sudah tujuh bulan aku seperti ini,” ucap Ragarta. “Aku akan menemukanmu siapa pun kamu tua atau muda aku pasti akan membalas kebaikanmu,” janji Ragarta.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD