Mulai Terusik

1015 Words
"Iya buat Zara, Ma, kasihan dia kalau ke kampus suka kehujanan," ucap ayah dengan enteng lalu ia berlalu begitu saja menghampiri pegawai dealer. Aku tersenyum penuh kemenangan sambil mengangkat kunci mobil itu setinggi wajah. "Aku jadi makin sayang sama Ayah." Ngomong sendirian sambil memandang kunci mobil itu. Dari sudut mata terlihat Tiara dan Tante Miranda saling lirik dengan wajah kesal, aku jadi ingin cepat-cepat malam, tak sabar melihat ayah dan gundiknya bertengkar. "Kenapa sih lihat aku melotot gitu?" tanyaku acuh tak acuh, padahal aku tahu betul d**a mereka berdua saat ini sedang panas. Karena tak ada yang menjawab aku pun masuk ke dalam lalu duduk di sofa ruang tamu, rasanya tak sabar ingin ajak bunda jalan-jalan, dia pasti senang karena memiliki mobil adalah impiannya sejak dulu. Dahulu saat ayah belum sukses seperti sekarang, bunda selalu bilang ingin punya mobil, katanya supaya tak ribet jika sedang berkendara lalu turun hujan, dia menemani ayah dari nol dengan begitu banyak harapan. Dan di saat itu pun ayah menjanjikan akan membelikan bunda mobil setelah ayah sukses, nyatanya setelah sukses memiliki supermarket dengan banyak cabang, ayah malah selingkuh dengan Tante Miranda, tetapi bunda tidak pernah membalas perbuatan mereka sampai sekarang, dia percaya jika Tuhan lah yang akan membalasnya, tetapi sebagai anak tentu saja aku gregetan ingin membalas dengan tanganku sendiri. Padahal bunda lah yang menemani ayah dari nol, dari kami tak punya apa-apa hingga memiliki segalanya, ayah memang keterlaluan, seharusnya bunda tidak diam saja, minimal satu kali menampar ayah atau menjambak rambut Tante Miranda. Sekarang aku kembali dan bertekad ingin merusak hubungan ayah dengan Tante Miranda, perempuan itu harus merasakan apa yang bunda rasakan selama ini, dan aku yakin tidak akan lama lagi perempuan itu pasti akan hancur, aku sudah tidak sabar menyaksikannya. *** Flashback beberapa bulan lalu. Dari celah pintu kamar yang terbuka sedikit aku melihat bunda sesenggukan, aku bersender di dinding sambil menengadah, lalu menatap ponsel yang berdenting. Temanku Farah yang mengirimkan pesan sebuah Poto, di Poto itu terlihat ayah sedang bersanding mengucap ijab kabul, di sampingnya ada wanita yang berdandan dan memakai kebaya, jangankan bunda aku pun sangat sakit hati melihatnya. Dialah Ayah yang menikah secara siri dengan gundiknya, sekarang aku faham tangisan bunda itu bukan karena bertengkar dengan ayah seperti biasanya, melainkan ia menahan pedihnya hati yang dikhianati melihat suaminya kawin lagi, hanya saja bunda tidak pernah membagi kesedihannya pada orang lain, dia memendam hal itu sendiri, bahkan di depanku pun perempuan itu terlihat baik baik saja, padahal aku tahu betul hatinya sedang rapuh. Aku masuk ke dalam lalu duduk di dekatnya, benar saja bunda malah menyembunyikan air matanya dariku, padahal aku datang ingin menjadi pelipur lara untuk nya. "Aku udah tahu tentang ayah, Bunda yang sabar ya." Sambil menangis bunda memelukku dengan erat, begitu pula denganku, kita sama sama menangis karena perempuan mur4h4n itu. Satu pekan setelah itu ayah pulang ke rumah tanpa merasa berdosa, kudengar mereka ribut di dalam kamar, tapi karena penasaran aku berhasil menguping perdebatan mereka. "Rasa cinta ini datang tiba-tiba, apa itu salah? lagian aku mampu menafkahi kalian berdua." Terdengar ayah berbicara, sungguh dia sangat egois, mentang-mentang sudah memiliki banyak uang. Dadaku panas mendengar ayah bicara begitu, jika tak ingat bunda sudah kutendang pintu kamar ini dengan keras lalu setelah itu menggamp4r pipi ayah bolak balik agar dia sadar atas kesalahan yang sudah dilakukannya. "Kamu selingkuh di belakang aku, dan aku beberapa kali memaafkan dengan harap kamu kembali ke keluarga kita, nyatanya kesempatan yang kukasih ga ada artinya ya." Bunda bicara dengan suara lembut dan pelan, padahal aku sudah geregetan menunggu bunda melakukan sesuatu. "Kamu ga kasihan sama anak kita yang menginjak dewasa, gara-gara perempuan itu kamu ga hanya kehilangan aku tapi juga Zara." Bunda bicara lagi, aku beberapa kali menghentakkan kaki karena suara bunda masih terdengar lembut, kalau aku yang di posisinya mungkin sudah berteriak lantang hingga terdengar ke ujung gank. "Aku sudah mendaftarkan perceraian kita ke pengadilan, silakan hidup saja dengan wanita itu, dan ingat satu hal, kalau Allah itu ga pernah tidur," ucap bunda. Aku memejamkan mata, kenapa harus bunda yang mengalah? kenapa bunda tidak melawan perempuan itu hingga dia kembali mendapatkan rumah tangganya yang utuh seperti dulu? aku benar-benar tidak setuju dengan tindakannya. "Apa salahnya sih terima Miranda," sela ayah, dasar gil4, mana ada perempuan yang mau diselingkuhi terus mau terima, uang memang sudah membutakan segalanya. Enak banget dia ngomong. "Oh begitu? kalau gitu juga apa salahnya sih kamu tinggalin dia dan fokus membesarkan anak kita," balas bunda. Ayah tak terdengar bicara, mereka hening entah sedang apa. "Aku tahu seperti apa kamu, Mas, kamu ga mungkin adil, poligami tuh ga begini, ga ada paksaan!" "Sudahlah, lebih baik kita pisah, aku juga berhak bahagia," lanjut bunda sambil menangis. Hingga akhirnya wanita yang begitu tulus mencintaiku itu pergi dari rumah, awalnya aku membenci ayah dan memutuskan ikut dengan bunda. Namun, jiwaku tertantang saat melihat postingan Tante Miranda dan Tiara yang memperlihatkan hidup mewah, mereka belanja barang-barang mahal, makan di restoran mewah, dan jalan-jalan menghabiskan uang ayah. Sebagai anak jelas aku cemburu dan tak terima, sejak saat itu aku bertekad ingin mengganggu ketentraman rumah tangga Tante Miranda. Aku tak terima ketika bunda menemani ayah dari mulai hidup susah, lalu setelah sukses gundik kurang ajar itu malah menikmati hasilnya. Hati kecilku sangat mengharapkan agar bunda dan ayah kembali bersama, aku sangat memimpikan hal itu. *** "Kalau Zara dibeliin mobil, Mama juga mau kalau gitu, Ayah jangan berat sebelah dong." Aku menyeringai saat mendengar pertengkaran ayah dan gundiknya di dalam kamar. "Ngapain sih beli mobil banyak-banyak, Ma, kita 'kan masih ada mobil yang lain, itu mobil kita pakai aja itu," jawab ayah keberatan. "Ayah tuh ga adil ya, kalau gitu motor bekas Zara kasih ke Tiara aja, lagian ga mungkin dipake lagi 'kan sama anak kesayangan Ayah itu." Tante Miranda bicara dengan ketus. Kesenanganku sedikit terusik, pasalnya motor itu adalah hadiah kelulusanku saat SMA dari ayah dan bunda, enak saja dikasih ke Tiara. "Itu motor Zara, kamu minta aja sama dia, Ayah ga mau bikin dia tersinggung," ucap ayah keterlaluan, kukira ia akan menolak ide konyol Tante Miranda. "Ok kalau gitu, lihat aja kalau Zara ga mau ngasih motornya," ucap. Tante Miranda.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD