Suami Telaten

1249 Words
Lucky: Suami Telaten "Pit! Bangun, Pit!"  Udah hampir jam enam pagi, dan Pita masih aja bergelung sama selimut dan bantal. Gue baru aja masuk kamar, tadinya mau bangunin Pita, tapi nggak jadi gara-gara Aree teriak telur yang gue goreng hampir aja gosong.  Gue jadi balik lagi ke dalam dapur, menyelesaikan masakan gue lebih dulu, abis itu bangunin Pita lagi. Gila aja. Jam segini belum bangun, padahal dia masuk sekolah jam tujuh pagi. Lebih dikit aja dia telat masuk, gerbang pasti udah ditutup.  Yang namanya Pita, harapannya memang begitu. Nyampek sekolah, gerbang ditutup, dia malah seneng setengah mati.  "Bangun, hei! Pit!" Gue naik ke atas ranjang, menarik selimut yang menutupi seluruh tubuh Pita. "Lo mau sekolah apa nggak? Bangun! Udah mau setengah tujuh sekarang!"  "Kyyyy! Gue berangkat duluan, ya!" teriak Aree di dekat pintu, kepalanya setengah menyembul, kemudian nyengir. "Pita lo ajak begadang mulu, sih!"  Jangan salahpaham dulu sama kalimat Aree. Akhir-akhir ini, ah, nggak. Maksudnya, semenjak Pita menikah sama gue, menjadi istri sah gue, itu berarti Pita menjadi kewajiban gue sekarang. Segala sesuatu yang berurusan sama Pita, itu urusan gue. Termasuk nilai-nilai Pita yang jelek, banget. Sumpah.  Sebagai suami yang baik, dan memiliki otak yang lumayan encer. Gue merasa malu. Masa suaminya ganteng dan pinter kayak gue punya istri b**o macem Pita.  Kalau soal rupa, Pita nggak perlu diragukan. Istri gue cukup cantik. Tapi otaknya kurang sepersen. Tiap malem, sehabis gue pulang dari ngajar les, gue selalu menyempatkan diri untuk mengajari Pita. Gue nggak segan-segan untuk bersikap galak sama dia, yang gue lakuin semua kan buat Pita. Buat masa depannya. Ya kali mau g****k terus si Pita.  "Gue ngajarin dia belajar," sahut gue melirik Aree, "Ekspresi lo kayak ngeledek banget, sialan!"  Aree ketawa ngakak sambil memegangi gagang pintu. "Belajar sambil yang lain kan juga bisa. Nggak ada yang ngelarang, Ky."  "Dia masih sekolah, setan!" seru gue melempar bantal ke arah pintu, tapi keburu ditutup sama Aree.  Dari dalam kamar, gue bisa mendengar suara tawa Aree yang besar. Bisa gue bayangin kalau dia sekarang sedang memegangi perutnya karena terlalu kencang ketawa.  "Bangun, Pit!" Gue tarik lagi selimut Pita.  Mata gue membeliak. Cewek remaja yang satu bulan lalu resmi jadi istri gue, ini, mengenakan gaun tidur tipis berwarna merah muda pucat. Bikin gue menelan ludah, kemudian menyelimuti Pita kembali.  "Gue itung sampe tiga. Nggak bangun, gue bakar koleksi album Idola lo," ancam gue.  Gue memilih turun dari ranjang dan berdiri bersandar ke lemari plastik di samping tempat tidur. Gue rasa, nggak lama, cuma kurang dari lima detik, Pita bakal bangun, dan berteriak.  "Jangaaaan!"  Tuh, kan. Bangun.  Membangunkan Pita, sebenernya gampang-gampang susah. Kalau dibangunin baik-baik, Pita nggak bakalan bangun. Seriusan. Kemaren, saking gemasnya, gue gendong aja Pita yang masih tidur, terus gue masukin ke dalam bak mandi, abis itu gue isi bak mandi pake air sampe penuh. Tahu, nggak, Pita masih aja nggak bangun dong! Gue makin gemas, dengan jahil, gue guyur aja pake air dingin. Baru, setelah itu Pita bangun sambil gelagapan, bikin gue cekikikan keras.  "Makanya bangun, Pita!" Gue berusaha mengedarkan pandangan ke arah lain. Selimut yang menutupi seluruh tubuh Pita sekarang melorot sampe ke pinggang. Bikin gue gagal fokus. "Buruan mandi sekarang! Gue tunggu di meja makan."  Pita membuka setengah matanya, kepalanya celingukan seolah mencari sesuatu. "Tapi, lo nggak bakalan bakar album Idola gue, kan, Ky?" tanya dia, kayak setengah sadar.  Gue melipat kedua tangan di depan d**a. "Nggak bakalan kalau lo...," Gue memberi jeda, kemudian melanjutkan, "Kalau sepuluh menit lagi udah ada di meja makan. Buruan!" Dan selanjutnya, Pita langsung melompat dari ranjang, membuang selimut ke arah gue, lantas keluar kamar untuk pergi mandi.  Jangan banyak berharap menikah sama cewek belia. Salah satu contohnya kayak gue. Menikah sama Pita yang cantik, itu sebuah anugerah buat orang yang tahu. Tapi, kalau aja orang-orang lihat bagaimana Pita yang sebenarnya, dan soal ini cuma Aree doang yang paham karena cowok itu emang tinggal satu atap sama gue dan Pita.  Pita nggak bisa masak. Apa pun itu masakannya. Gue suruh dia goreng tahu aja, bisa gosong. Bikin mi instan juga gitu, hampir aja membakar rumah kontrakan kita gara-gara dia tinggal mainan ponsel di meja makan, sedangkan kompor masih menyala dalam kondisi volume besar. Usia Pita udah delapan belas tahun, tapi herannya dia nggak bisa ngapa-ngapain selain pergi main, cekikikan sama Aree, sama membully gue, padahal, gue suaminya. Gue yang ngurusin dia. Gue yang menyiapkan keperluan Pita. Mulai dari seragam, bikin sarapan, sampe merapikan rambut Pita yang sering acak-acakan.  Nggak percaya?  "Sini, duduk." Sebelah tangan gue bergerak memanggilnya.  Pita udah selesai mandi, udah pake seragam juga. Cewek duduk malas-malasan dan masih menguap. Ya lumayan sih. Wajahnya udah kelihatan lebih seger daripada tadi.  "Males amat kalau disuruh keramas, sih,"  keluh gue, meninggalkan Pita masuk ke dalam kamar untuk mengambil sisir sama kuncir rambut.  "Dingin, Ky."  Selain nggak bisa apa-apa. Pita juga kurang sopan sama suami. Denger sendiri, dong. Pita manggil gue 'Ky' sama kayak Aree. Gue ini bukan cuma menjabat sebagai suami Pita, bahkan usia kita terpaut empat tahun. Gue lebih tua dari dia, tapi masih aja manggil gue cuma nama doang.  "Bau banget!" Gue mengempaskan rambut Pita yang mungkin aja hampir tiga hari nggak keramas.  Pita—kelihatannya aja cuek, judes, tiap ditanya terserah mulu. Tapi, di balik semua itu, Pita anak-anak banget. Dia susah buat melakukan sesuatu sendirian. Bikin ini, nggak bisa. Bikin itu, nggak bisa. Apa-apa harus dibantu. Dan sialnya, gue yang jadi suami Pita. Yang tiap hari harus direpotin sama dia.  "Ky," panggil Pita, mulutnya penuh sama nasi.   Gue cuma balas bergumam. Gue sibuk menyisir rambut Pita dan menguncirnya. Sementara si Pita, lagi asyik makan.  Yang masak aja belum makan apa-apa, loh. Dia baru bangun, terus mandi, tinggal duduk manis dan makan. Pake dikuncirin lagi rambutnya sama gue.  Telaten banget, kan, gue jadi suami.  "Nanti gue pulang telat, ya," gumam Pita menyendokkan nasi ke dalam mulutnya.  Selesai menguncir rambut Pita, gue meletakkan sisir di atas meja makan lalu mengambil duduk di samping cewek itu. "Mau ke mana?" tanya gue, menyentuh tangan Pita yang lagi pegang sendok penuh nasi lalu mengarahkannya ke dalam mulut gue sendiri. "Katanya, udah nggak mau kelayapan lagi."  "Gue diajak temen ke toko buku."  Dahi gue mengernyit. "Toko buku? Kesambet apaan lo?"  Pita kesal. Dia empaskan tangan gue, lalu mendorong piringnya. "Ngeledek banget, sih!" keluhnya.  Bibirnya manyun kayak bebek. Ya tumbenan aja si Pita mau pergi ke toko buku. Selama ini, yang gue tahu, tongkrongan Pita dan teman-temannya, tuh, di kafe, mal, tempat karaoke, malahan, Pita bilang, dia sering masuk ke kelab malam. Kenapa tiba-tiba jadi ke toko buku? Istri gue lagi kesambet?  "Kayaknya lo nggak seneng amat gue berubah."  Gue menghela napas. Bukannya nggak suka, apa lagi meledek. Masalahnya, ini kayak bukan Pita banget.  "Gue mau lulus, Ky. Gue mau memperbaiki nilai-nilai gue," gumam Pita, mencebikkan bibir. "Supaya pas lulus nanti, gue bisa dapet kerjaan... bantuin lo yang kerja sendirian."  "Aduh!" seru gue sambil memegangi d**a, berusaha melawak.  Suasana kayak gini malah bikin gue awkward. Sumpah. Pita yang doyan teriak-teriak, Pita yang suka merengek, Pita yang hobi nyanyi lagu idolanya pake suara cempreng dia, mendadak jadi melo begini. Mana ekspresinya sendu-sendu ala penyanyi dangdut balada.  "Pasti. Selalu, gitu." Pita menunjuk hidung gue. Matanya menyipit.  "Haha!" tawa gue menyembur. "Lo sekolah aja yang bener. Belajar yang giat. Urusan abis lulus ntar, bisa kita obrolin nanti."  Pita diem.  Cewek itu kelihatan lagi mikirin sesuatu. Gue tahu, apa yang lagi dipikirin Pita sekarang. Dan itu, berhubungan sama masa depan kita. Jalan yang kita ambil. Atau, mungkin aja... Pita menyesal karena udah mengambil keputusan untuk meninggalkan keluarga dan segala kemewahannya.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD