Three Years Ago

1187 Words
Richard menatap nanar tumpukan dokumen yang ada di meja kerjanya. Ia baru saja tiba di ruangannya dengan napas tersengal-sengal. Ia datang kesiangan karena semalam ia tidur pukul 02.00 pagi karena terlalu asyik berkencan dengan seorang wanita di klub malam. Pandangannya beralih pada sepucuk surat pengunduran diri terletak di dekat tumpukan berkas itu. Lagi, asistennya mengundurkan diri padahal baru tiga bulan bekerja dengannya dan semua dokumen yang ada di hadapannya belum dikerjakan satu pun. Ia mengacak kasar rambut tebalnya. "Dasar asisten sialan! Sudah kerjanya gak becus, sering terlambat, cengeng, sekarang malah seenaknya mengundurkan diri!" umpatnya. Ia mengambil gagang telepon di atas meja dan menghubungi bagian HRD. "Pasang iklan lowongan kerja untuk posisi asisten CEO di mana saja! Seleksi administrasi dilakukan tiga hari lagi dan psikotes keesokan harinya. Untuk sesi wawancara, saya sendiri yang akan melakukannya sehari setelah psikotes. Baiklah, lakukan sekarang!" Richard menutup gagang teleponnya dan duduk di kursi kebesarannya. Ia menyalakan laptopnya dan mulai memeriksa dokumen satu per satu. Untung saja tak ada meeting hari ini, jadi ia bisa mengerjakan semuanya. Saat jam istirahat, ia memilih memesan makanan lewat office boy dan ia tetap di ruangannya sambil meneruskan pekerjaannya. Hingga malam pun datang, ia memilih menginap di kantornya karena masih belum bisa meninggalkan sisa pekerjaannya. Ia adalah seorang pemimpin yang perfeksionis. Meninggalkan pekerjaan bukanlah kebiasaannya. Ia baru berhenti pada pukul 01.00 dini hari. Ia ingin segera mandi dan istirahat di kamar tidur yang ada di ruangan itu. *** Seorang gadis berusia 24 tahun yang memakai gamis berwarna krem dan jilbab segiempat ukuran 130 X 130 cm yang ia bentuk jadi segitiga berwarna coklat tua tengah tergesa-gesa menuju kantor RV Corporation. Ia hampir terlambat interview karena ojek online yang ia tumpangi mengalami pecah ban. Tinggal beberapa langkah lagi ia akan sampai, akan tetapi sebuah mobil nyaris menabrak dirinya saat akan menyeberang masuk ke gerbang kantor. "Astaghfirullah!" "Hei, Nona! Kalau jalan tuh lihat-lihat! Untung mobil saya gak lecet!" "Siapa dia? Sombong sekali!" gerutu gadis itu. Ia terus melangkah masuk ke dalam kantor menuju resepsionis tanpa mempedulikan pria tadi yang terus berteriak memanggilnya karena sikapnya yang dianggap tidak sopan. "Hei, Nona! Saya belum selesai bicara! Berengsek!" Richard memilih masuk ke parkiran khusus petinggi perusahaan, lalu keluar dari mobil dan mengunci mobilnya setelah menutup pintunya. Ia berjalan dengan terburu-buru karena ia baru saja dihubungi oleh Nita, sang resepsionis bahwa peserta wawancara yang telah lolos seleksi administrasi dan psikotes pelamar asisten CEO sudah menunggunya. Richard bergegas menuju ruangan di mana semua pelamar sudah menunggunya. Matanya memandang ke lima peserta dan terkejut melihat wanita berjilbab coklat itu. Satu-satunya pelamar yang berpakaian tertutup. Richard tersenyum miring saat memperhatikan CV wanita itu dan menaruhnya paling bawah. Kemudian, ia memanggil satu per satu pelamar hingga akhirnya nama gadis itu dipanggil sebagai peserta terakhir. Bukan, sengaja disebutkan paling akhir lebih tepatnya. "Jasmine Sheza Silvina!" Jasmine menghela napas untuk menghilang rasa gugupnya. Dengan perlahan ia membuka pintu lalu masuk. Seketika matanya terbelalak saat mengetahui orang yang akan mewawancarai dirinya. Pria yang hampir menabraknya tadi. "Selamat siang, Pak!" "Duduk!" Jasmine duduk dengan tenang. "Kita bertemu lagi, Nona. Saya baru tahu bahwa wanita yang sudah bersikap tidak sopan tadi adalah salah satu pelamar jabatan asisten CEO. Begitukah sikap kamu ketika berinteraksi dengan orang lain? Apakah semua wanita yang berpakaian seperti kamu ini selalu bersikap seolah-olah mereka adalah pemilik surga?" "Apa hubungannya, Pak?" "What?" "Saya ulangi pertanyaan saya, apa hubungannya seorang wanita yang belajar menutup auratnya dengan pemilik surga?" Jasmine menghela napas dalam. "Pertama, saya ingin meminta maaf apabila tadi saya sudah bersikap lancang dan kurang hati-hati hingga akhirnya Anda hampir menabrak saya. Di sisi lain, Anda juga sudah bersikap seenaknya berteriak-teriak pada orang lain padahal bisa saja ada orang lain yang memperhatikan Anda. Anda yang seorang CEO tentu seharusnya bisa menjaga attitude pribadi dan nama baik perusahaan Anda sendiri." Richard terdiam, hatinya tersentil bahwa kalimat yang terlontar dari bibir mungil Jasmine ada benarnya juga. Namun, ia segera menormalkan kembali ekspresinya seperti semula. Tanpa senyum dan aura dingin yang selalu menyertainya. "Kedua," sambung Jasmine. "Allah adalah pemilik surga, bukanlah kami para wanita yang belajar memperbaiki diri. Saya sadar pribadi saya belum baik, akan tetapi saya mulai memperbaiki diri dengan menutup aurat agar saya mampu menjaga diri dari pandangan laki-laki agar mereka tidak sembarangan memandang kami. Selain itu, menutup aurat adalah perintah Allah dan wajib hukumnya untuk ditaati." "Apakah saya bisa menjamin bahwa Anda layak menjadi asisten saya?" Jasmine menganggukkan kepala. "Anda bisa mengajukan beberapa pertanyaan seperti yang Anda telah ajukan pada pelamar lainnya untuk menilai apakah saya layak mendapatkan posisi itu atau tidak." Richard menganggukkan kepalanya setelah mendengar jawaban Jasmine. Sejujurnya ia terpukau pada kecerdasan Jasmine. Ia pun tak pernah melarang pegawainya yang Muslimah untuk berjilbab dan memang banyak pegawainya yang berjilbab bekerja di perusahaannya. Namun, tidak ada yang penampilannya seperti Jasmine. Ketika pegawainya yang lain memakai riasan tebal dan lipstik merah terang di bibirnya, berbeda dengan Jasmine yang nyaris tidak memakai riasan sama sekali, hanya memakai lipstik berwarna nude pink. Namun, bagi Richard penampilan Jasmine seperti inilah yang menarik perhatiannya. Selanjutnya Richard melakukan tugasnya mengajukan pertanyaan-pertanyaan seputar job desk seorang asisten, kemampuan bahasa asing yang ia miliki, latar belakang pendidikannya, juga motivasinya melamar di perusahaannya. Jasmine mampu menjawab semua pertanyaan dengan baik. "Baik. Semua jawaban kamu cukup memuaskan saya. Selanjutnya kamu tunggu email dari pihak HRD tentang hasil akhir seleksi ini!" kata Richard. "Iya, Pak. Terima kasih," sahut Jasmine. "Kalau begitu, kamu boleh pergi!" "Baiklah, Pak. Kalau begitu, saya permisi. Assalamu 'alaikum." "Wa 'alaikumussalam." Setelah Jasmine keluar dari ruangan, Richard tersenyum tipis. "Jasmine, you are mine," gumamnya. *** Tiga hari telah berlalu. Jasmine tengah harap-harap cemas menantikan pengumuman seleksi penerimaan asisten CEO. Tak lama nada notifikasi tanda email masuk terdengar dari ponselnya. "Bismillahirrahmaanirrahiim," ucapnya pelan. Seketika Jasmine sujud syukur begitu selesai membaca kalimat yang tertera di surat elektronik bahwa ia diterima bekerja di perusahaan ternama itu. Ia pun diminta datang besok ke bagian HRD untuk menandatangani kontrak kerja serta berkas-berkas lainnya sebelum ia bekerja minggu depan. Ia langsung menyiapkan pakaian yang akan ia kenakan esok hari. "Alhamdulillah, akhirnya aku bekerja setelah lulus kuliah S-2. Semoga gajiku bisa menutupi biaya pengobatan Mama yang menunggak," ujar Jasmine penuh harap. Keesokan harinya, Jasmine sudah sampai di kantor jam delapan pagi. Ia pun diminta ke bagian HRD untuk menandatangani kontrak kerja dan beberapa berkas lainnya. Setelah itu, ia diminta untuk datang ke ruang kerja CEO yang ada di lantai sepuluh karena Richard menunggunya di sana. Setelah Jasmine sampai di lantai sepuluh, ia berjalan pelan menuju ruang kerja Richard yang tak jauh dari pintu lift. Ia menghela napas sejenak sebelum memberanikan diri mengetuk pintu. "Masuk!" Jasmine masuk ke dalam ruangan. Richard yang duduk menghadap ke jendela seketika berbalik dan bertatap mata dengan Jasmine, sang asisten barunya. Richard berdiri sambil tersenyum tipis dan mengulurkan tangannya hendak berjabat tangan. "Selamat bergabung di perusahaan ini! Semoga kamu mampu bertahan bekerja dengan saya. Karena mulai hari ini kita akan sering bersama ke mana pun kita pergi." Jasmine hanya menangkupkan kedua tangannya ke dadanya. "Maaf, Pak, terima kasih atas sambutannya. Mohon bimbingannya selalu, Pak!" Richard yang paham segera menarik kembali tangannya. "Ehm, silakan duduk!" Mereka duduk di sofa ruangan itu dan membicarakan kembali apa saja yang akan Jasmine kerjakan nanti.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD