Sudah tiga tahun Jasmine bekerja di RV Corporation, perusahaan milik Richard Valfredo. Pria itu memiliki sejuta pesona yang mampu memikat para wanita. Saat ia baru mengenal Richard, ia memilih untuk tidak bertingkah macam-macam seperti karyawati lainnya yang selalu berdandan berlebihan agar dilirik oleh CEO mereka. Jasmine lebih memilih berpenampilan sederhana dan riasan tipis agar ia tak terlihat aneh di mata atasannya. Ia selalu berusaha mengimbangi performa kerja Richard yang tak suka menunda dan selalu ingin terlihat sempurna di mata rekan bisnisnya. Lelah? Ia memang lelah, tetapi ia bisa apa? Setidaknya ia kini bangga bisa bekerja bersama Richard. Ia sering mendapat pujian dari pegawai perusahaan itu bahwa ia adalah asisten Richard yang paling lama bertahan. Jasmine hanya bisa membalas pujian itu dengan tersenyum.
Menghadapi sikap arogan yang kerap ditunjukkan oleh Richard memang tidaklah mudah. Ia sempat takut akan dipecat tiba-tiba bila ia melakukan kesalahan kecil saja. Namun, ia masih bisa bernapas lega karena Richard percaya pada kemampuannya.
Seperti saat ini, Jasmine masih menatap layar laptop di hadapannya sambil mencocokkan data yang ada di kertas yang ia pegang. Ia bekerja dengan sangat teliti dan rapi, benar-benar seperti atasannya. Setengah jam kemudian, ia menghela napas lega. Pekerjaannya sudah selesai. Ia melepas kacamatanya lalu tangannya memijat pelan pangkal hidungnya. Sebuah tangan kekar yang memegang botol minuman coklat dingin muncul di hadapannya. Kepala Jasmine mendongak dan menatap Richard yang juga menatapnya.
"Sudah selesai, Jasmine?" tanya Richard.
"Iya, Pak."
"Ambillah! Saya tahu kamu lelah."
"Baiklah. Terima kasih," ucap Jasmine sambil membuka botol minumannya.
Richard duduk di samping Jasmine di sofa yang hanya muat dua orang. Ia memeriksa pekerjaan Jasmine dengan posisi yang sangat dekat. Kedua bahu mereka saling menempel dan tak lupa pula wangi maskulin tercium oleh Jasmine. Situasi yang membuat jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya.
"Bagus. Sejak pertama kali kamu bekerja, kamu memang tidak pernah mengecewakan saya. Kamu cepat belajar mengimbangi saya," puji Richard seraya menatap bola mata Jasmine. Sang asisten yang merasa dipandangi secara intens langsung menunduk dalam. Ia tak melihat senyuman tipis Richard.
"Sudah terlalu malam. Ayo kita pulang!" ajak Richard.
Hari ini mereka lembur karena besok mereka akan meeting pagi-pagi sekali.
***
Dering alarm ponsel membangunkan seorang Jasmine yang terlelap dalam tidurnya. Ia mengucek matanya perlahan lalu mengambil ponselnya. Ia mematikan alarmnya yang masih terus berbunyi. Waktu menunjukkan pukul 04.00 pagi. Dia bangun lebih lambat dari biasanya karena dia baru tiba di apartemen pukul 22.00 karena lembur bersama atasannya.
"Setidaknya aku masih sempat shalat tahajjud sebelum waktu subuh tiba," gumamnya pelan.
Jasmine segera bangkit dari ranjangnya menuju kamar mandi yang ada di dalam kamarnya. Sepuluh menit kemudian dia keluar dalam keadaan segar dengan air wudhu yang masih menetes dari wajahnya. Dia mengikat rambut panjangnya dan memakai mukenanya, lalu segera menunaikan shalat tahajjud. Setelah itu, ia lanjut membaca Al-Qur'an hingga azan subuh terdengar.
Jasmine yang tengah membuat roti bakar coklat untuk menu sarapan paginya kali ini seketika menghentikan kegiatannya karena mendengar ponselnya berdering. Ia segera menuju meja makan di mana ia meletakkan ponselnya dan melihat nama kontak Richard My Boss tertera layar ponselnya. Dengan segera dia menggeser tombol hijau untuk menjawab panggilannya.
"Halo."
"Jasmine, apakah kamu sudah menyiapkan berkas-berkas yang kita kerjakan semalam?"
"Saya sudah menyiapkannya, Pak. Semua sudah saya simpan dalam tas saya."
"Baguslah. Oh iya, kamu harus siap-siap sekarang karena kita akan bertemu klien kita dari Abu Dhabi jam delapan pagi ini. Kita akan berangkat bersama!"
"Maafkan saya, Pak. Saya belum sarapan."
"Sarapan di mobil saja. Sekalian buatkan juga untuk saya!"
"Hah?"
"Jangan membantah! Segera bersiap karena lima menit lagi saya turun ke unit kamu!"
Jasmine menghela napas pelan begitu sambungan telepon terputus. Ia bergegas menyiapkan kotak makanan berukuran sedang untuk menyimpan roti bakar coklat yang cukup banyak untuk sarapan dirinya dan juga atasannya di mobil nanti. Ia segera merapikan dirinya kembali dan mengambil tas ransel miliknya lalu keluar dari kamarnya. Tak lupa dia mengambil kotak makanannya beserta dua kotak s**u coklat dan memasukkannya ke dalam kantong sudah ia siapkan di meja makan. Tak lama dia mendengar bel berbunyi.
"Pasti Pak Richard yang datang," gumamnya.
Tanpa membuang waktu lagi, dia bergegas membuka pintu setelah mengenakan kaos kaki dan high heels setinggi tujuh sentimeter dan seketika dia terdiam sejenak menatap atasannya.
"Masya Allah! Kenapa dia tampan sekali hari ini! No, buang jauh-jauh pikiran absurdmu! Toh dia tidak akan pernah melirikmu!" Jasmine membatin.
"Jangan melamun pagi-pagi!" Richard menghardiknya. Jasmine pun sudah terbiasa dengan itu.
"Maaf, Pak!" Ucap Jasmine sambil menunduk.
"Ayo berangkat!"
Richard melangkah mendahului Jasmine menuju lift. Setelah lift tertutup, Richard menekan angka satu di lift. Tak ada pembicaraan selama mereka di dalam lift. Jasmine merasakan aura yang begitu dingin saat dia menatap atasannya dari samping kanannya. Richard yang menyadari hal itu membuat Jasmine segera mengalihkan pandangannya ke depan seolah tak terjadi apa-apa. Tanpa gadis itu sadari, Richard tersenyum tipis.
"Cantik!" Richard hanya berani memuji dalam hati.
Lift pun berhenti di lantai satu dan mereka bergegas keluar dari gedung apartemen.
"Kamu tunggu di sini!"
"Baik, Pak!"
Richard menuju parkiran mobil dengan setengah berlari, lalu membuka kunci mobil dan bergegas masuk. Dia pun menghidupkan mesin mobilnya dan segera melaju menuju Jasmine yang sudah menunggu dirinya. Tanpa membuang waktu, Jasmine segera membuka pintu mobil dan duduk di samping Richard kemudian memasang safety belt-nya. Mobil mewah itu pun melaju dengan kecepatan sedang menuju sebuah hotel tempat kliennya menginap karena mereka memang mengadakan meeting di sana.
Lima menit kemudian, Jasmine membuka kantong tempat dia menyimpan bekal sarapan untuk dirinya dan atasannya. Dia pun memberanikan diri menawarkan sebuah roti bakar coklat untuk atasannya.
"Pak, ini sarapannya." Jasmine menyerahkan kotak itu di pangkuan Richard.
"Suapin!"
"Ya?" Jasmine takut dia salah dengar.
"Iya, suapin! Kamu tidak lihat saya lagi menyetir?"
"Baik, Pak. Maafkan saya."
"Hmm."
Dengan tangan bergetar, Jasmine menyodorkan sepotong roti bakar untuk Richard dan tanpa ragu Richard membuka mulutnya dan menggigit roti itu. Lalu dia mengunyah pelan sambil tetap fokus pada jalanan. Richard terus mengunyah hingga roti di tangan Jasmine habis. Berbeda dengan Jasmine yang merasakan jantungnya berdebar kencang.
"Anda masih mau, Pak?"
"Cukup!"
Jasmine segera mengambil sebuah kotak s**u coklat dan menyodorkannya pada Richard. Richard meminum pelan s**u itu hingga habis. Setelah itu, barulah Jasmine mengambil sepotong roti bakar untuknya. Ia makan dalam diam hingga dua potong roti telah habis. Kemudian, dia menutup kotak makanannya dengan dua potong roti yang masih tersisa dan menyimpannya kembali di kantong. Dia pun meminum s**u kotak miliknya hingga habis.
***
Mereka tiba di hotel tepat pukul 08.00 pagi dan segera menuju sebuah private room di hotel tersebut. Mereka disambut oleh seorang wanita berpakaian formal dengan rambut sebahu yang tertata rapi yang tengah berdiri di depan pintu ruangan yang mereka perkirakan adalah sekertaris klien mereka. Kemudian, wanita itu mempersilahkan Richard dan Jasmine masuk ke ruangan tersebut. Mereka melihat seorang pria yang kira-kira berusia empat puluh tahun bernama Ahmed Hoosain berjalan perlahan menyambut kedatangan mereka. Richard berjabat tangan dengannya, sedangkan Jasmine hanya menangkupkan kedua tangannya ke dadanya sambil menganggukkan kepalanya. Ahmed membalas dengan senyuman ramah sambil menganggukkan kepalanya. Setelah berbasa-basi sejenak, mereka memulai meeting yang membahas kerja sama kedua perusahaan antar dua negara yang berbeda.
Dua jam pun berlalu. Pihak perusahaan Ahmed setuju menggunakan produk yang Richard tawarkan. Ahmed pun berulang kali memuji kemampuan Richard dan Jasmine. Tiba-tiba Ahmed menanyakan hal pribadi pada Jasmine setelah mereka menandatangani kontrak itu.
"Jasmine, berapa usiamu?"
"Usia saya 27 tahun, Pak."
"Kamu sudah menikah?" tanya Ahmed lagi.
"Belum, Pak."
"Anak bungsu saya juga seusia denganmu dan belum menikah. Bagaimana kalau saya pertemukan kalian, siapa tahu saja kalian berjodoh."
Tiba-tiba Richard menyela pembicaraan mereka berdua.
"Maaf, Tuan Ahmed. Saya dan Jasmine harus segera kembali ke kantor sekarang mengingat masih ada pekerjaan yang belum kami selesaikan."
"Oh, baiklah, saya mengerti. Terima kasih sudah bersedia datang kemari. Mohon maaf karena saya tidak bisa berlama-lama berada di Indonesia. Nanti malam saya akan kembali ke Abu Dhabi."
"Sayang sekali. Padahal saya berharap kita bisa makan malam sambil berbincang ringan."
"Hahaha. Saya merasakan bahwa keputusan untuk bekerja sama dengan kalian adalah keputusan yang tepat."
"Sekali lagi terima kasih, Tuan."
"Sama-sama, Pak Richard." Pandangan Ahmed beralih pada sosok gadis yang berdiri di samping RIchard. "Oh iya, Jasmine. Tolong pertimbangkan tawaran saya tadi, ya!"
Jasmine hanya tersenyum tipis menanggapi perkataan Ahmed, sedangkan Richard menatap Jasmine dengan tatapan yang sulit diartikan.
Mereka pun berpamitan dengan Ahmed dan Serena, sekertaris Ahmed, lalu bergegas keluar dari private room dengan Richard yang melangkah lebih dulu menuju parkiran hotel. Jasmine pun berlari menyusul Richard yang terkesan terburu-buru padahal sebenarnya tak ada pekerjaan penting yang seharusnya mereka kerjakan.
"Jasmine, cepat masuk!"
Jasmine segera masuk ke dalam mobil dan memasang safety belt-nya. Richard pun mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju kantor. Jasmine tiba-tiba panik dan mencoba menenangkan atasannya.
"Pak, hati-hati nyetirnya! Kita bisa celaka kalau Anda menyetir seperti ini!"
Duuukk!
"Astaghfirullah!"
Jasmine meringis kesakitan karena kepalanya terbentur dashboard mobil Richard. Richard yang mendengar ringisan Jasmine segera menepikan mobilnya di tempat yang aman. Richard menarik tangan Jasmine yang memegang kepalanya dan mata Richard terbelalak seketika begitu melihat memar di kening Jasmine.
"Maaf, saya kehilangan kendali. Setelah sampai di kantor, saya antar kamu ke klinik kantor."
"Ti-tidak apa-apa, Pak."
"Jangan membantah, Jasmine!"
"Ba-baiklah," ujar Jasmine sambil menunduk.
Richard menghela napas kasar, lalu melajukan kembali mobilnya menuju kantor dengan kecepatan sedang.