02. BENANG DAN JARUM

1429 Words
"Aku selalu didekatmu di manapun kamu berada. Bahkan kita lebih dekat dari kedekatan seutas benang dan jarum." ~ Elgi Bhumi Firasa *** "Kenapa kau membawaku ke tempat ini El?" Kerutan terpatri dikening Sia. Ia menatap bingung kenapa Elgi membawa dirinya ke pekarangan padang rumput yang luas ini. Elgi masih diam bergeming, menatap mata Sia dengan sayu, lalu sedetik kemudian ia tersenyum kecil. Tidak, Sia melihat senyuman yang begitu beda dari biasanya. Menurutnya, tingkah Elgi hari ini sangat jauh lebih aneh daripada hari-hari biasanya. "Ih... ada apa si?" Sia menjawil lengan kokoh Elgi. Rasa penasarannya semakin membuncah. Tangan Elgi bergerak menyentuh tangan Sia dengan erat, namun raut wajahnya masih tersenyum kearah cewek itu. Dia semakin bingung dengan tindakan Elgi kali ini, sungguh sama sekali tidak bisa ditebak. Genggaman tangan Elgi semakin erat, tangannya yang berotot itu kemudian menariknya hingga lebih dekat. Elgi mulai berjalan maju, mau tidak mau Sia ikut melangkahkan kakinya karena tangan mungilnya masih setia berada digenggaman hangat tangan Elgi. Sia hanya diam bergeming, mengikuti Elgi dari arah belakang, ia sungguh tidak bisa menebak apa yang akan dilakukan Elgi setelahnya. Yang Sia lakukan sekarang hanyalah menunggu cowok itu mengeluarkan suara. Sesekali tatapan Sia terpaku menatap genggaman tangannya yang terpaut dengan tangan Elgi. Semburat merah mulai muncul dari pipi tirus Sia, entah kenapa Sia merasa nyaman oleh perlakuan Elgi kali ini. Bukan, bukan berarti selama ini Elgi memperlakukan Sia tidak sewajarnya, melainkan kali ini lebih romantis. Itu saja yang ada dibenak Sia. Elgi memberhentikan langkah panjang kakinya, ia berbalik menghadap kearah Sia dengan senyuman yang lebih merekah dari sebelumnya. Bahkan senyuman itu lebih dari bunga matahari yang merekah pada pagi hari. Tatapan mereka saling terkunci sesaat, Sia menatap wajah Elgi yang sangat berbinar dan tampan. Sorot mata yang Elgi pancarkan mampu membuat aura Sia tidak bisa mengalihkan sorot matanya. Ingin berpaling pun rasanya tidak bisa. Elgi melepaskan genggaman tangannya secara halus, Sia peka akan hal itu, lantas ia membuka telapan tangannya. "Elgi! kamu mau ngapain si ngajak aku kesini?" ulang Sia lagi. Entah itu menjadi pertanyaan yang keberapa yang Sia lontarkan untuk Elgi. Kekasihnya. Elgi masih sama seperti tadi. Hanya dengan ulas senyum yang terpatri dibibirnya saja yang ia tunjukkan. Sia berdecih, menghela napas dalam-salam karena usahanya untuk merayu cowok itu untuk bicara terasa sangat sulit. Bahkan bisa dibilang mustahil. Sia memalingkan wajahnya kesamping, ia sedikit kesal dengan tingkah Elgi kali ini. Sia butuh kejelasan, bukan hanya senyuman manis yang memabukkan. Kedua tangan Elgi kembali bergerak, telapak tangannya yang halus itu kemudian mengangkat dagu Sia agar tetap menatap wajahnya. Refleks Sia mendongak keatas menatap wajah Elgi dengan tatapan datar. Kedua jempol Elgi bergerak menjelajah setiap sudut pipi halus Sia, usapan yang begitu lembut itu membuat Sia tertegun, sedetik kemudian pipinya mengeluarkan semburat warna merah bak kepiting rebus. Cukup lama Elgi melakukan hal yang menurut Sia sangat romantis itu. Tanpa ragu, tangan Sia bergerak menyentuh pinggang Elgi yang besar itu. Telapat tangannya meremas baju yang membaluti badan Elgi. Wajah Elgi mulai bergerak sedikit demi sedikit kearah wajah Sia. Sia menatapnya bingung, jantungnya berpacu dengan cepat. Ia tidak bisa bergerak, seakan seluruh tubuhnya memgalami mati rasa. Wajah tampan Elgi semakin dekat, dan Sia semakin pula merasakan gugup. Sia segera menutup sudut matanya rapat-rapat, sedetik setelah itu Sia merasakan sentuhan halus yang menjalari bibirnya. Sia meneguk salivanya dalam, ia segera membuka matanya dengan perlahan dan mendapati Elgi tengah mencium bibirnya. Elgi tampak menghayati melakukan gerakan naik turun di bibirnya, Sia ikut menyeimbangi gerakan bibir Elgi yang sangat lihai. Elgi masih memegangi sekitar rahang dan dagunya dengan kuat, matanya terpejam sempurna. Cukup lama mereka merasakan bibirnya yang panas dan bergerak dengan santai bak sedang menari saat mendengar musik kuno yang sangat menenangkan. Semakin lama, Sia semakin menghayati dan ikut memejamkan matanya kembali, telapak tangannnya ia eratkan semakin kuat di area baju sekitar pinggang Elgi. Elgi menggigit bibir Sia dengan pelan. Sia langsung memekik. Bukan, ia tidak merasakan sakit. Hanya saja ia kaget akan perlakukan Elgi itu. Cahaya sore matahari yang menyinari dua pasangan yang sedang melakukan adegan romantis itu menambah kesan yang mendalam. Bibir yang saling bergesekan dengan lembut, bibir yang saling mengejar satu antara lain, dan desahan ringan dari mulut Sia membuat pasangan kekasih ini mempertahankan pada posisinya masing-masing. Elgi ingin melakukannya terus menerus dengan gerakan bibir yang seperti mengikuti alunan musik, dan Sia tidak ingin menolak atau membantah sama sekali atas tindakan Elgi tersebut. Elgi memberhentikan aktivitas itu, lantas ia menjauhkan wajahnya dari paras cantik Sia. Mereka saling beradu pandang dengan tatapan datar masing-masing. Elgi kembali mengusap pipi Sia dengan gerakan pelan yang sangat lembut. Lagi dan lagi Sia tertegun atas perlakukan Elgi yang menenangkan. Setelah itu, Elgi menarik tubuh Sia dalam pelukan hangat dirinya. Sia refleks kembali kaget. Dengan tangannya yang gemetar, Sia melingkarkan kedua tangannya di pinggang Elgi. Kepalanya berada di d**a bidangnya, Sia kembali memejamkan mata, menghirup aroma mint dari tubuh Elgi. Elgi semakin erat memeluk Sia, dagunya bertengger dipundak Sia seraya kedua matanya tertutup rapat. Tidak lama mereka merekatkan tubuhnya satu sama lain, kemudian Elgi mencium kening Sia dengan lembut. Sia dapat merasakan keningnya yang menghangat oleh kecupan yang Elgi buat. "Sia," panggil Elgi sangat pelan setelah mencium kening Sia tadi. Mungkin baru sekarang Sia dapat mendengar suara Elgi yang sedari tadi diam bergeming. Sia lantas menengadah kepalanya, menatap wajah Elgi yang melempar tatapan sukar diartikan. "Menurut kamu, apa yang dapat diartikan dengan kata perpisahan?" tanya Elgi kemudian. Sia menyerngitkan dahi. Bingung. Satu kata yang mewakili jawabannya kali ini. Sia kembali menatap Elgi dengan bingung. "Maksud kamu?" Elgi menghela napas pelan. "Perpisahan itu menurut kamu apa?" Sia tampak berpikir ssbentar sebelum melepaskan jawabannya kepada Elgi. "Perpisahan itu, kita harus rela mengikhlaskan orang lain untuk pergi dari kehidupan kita. Walaupun kita sendiri merasakan sakit yang amat pedih. Bukannya setiap pertemuan pasti ada perpisahan, bukan?" Itulah jawaban yang Sia lontarkan. Terdengar ambigu memang. Elgi menganggukkan dagunya pelan. "Walaupun itu terjadi antara kamu dan aku?" tanya Elgi lagi. "Nggak! kita akan selalu bersama terus sampai kapanpun." Sia menjawab cepat dan lantas memegangi tangan kekar milik Elgi. Elgi tersenyim kecil. "Bukannya sebuah pertemuan pasti ada sebuah perpisahan, bukan? Itu penuturan kamu barusan." "M-maksud kamu apa El? Aku benar-benar nggak ngerti," gumam Sia bingung. Kenapa Elgi membahas tentang perpisahan? Emangnya dirunya mau kemana? Itulah pertanyaan yang tertanam dibenak Sia. Elgi kembali merekatkan kedua telapak tangannya di genggaman telapak tangan Ela. "Aku rasa itu akan terjadi pada kita sebentar lagi!" jawab Elgi. Ambigu. Sia meneguk salivanya getir, kedua tangannya gemetar, matanya sudah berkaca-kaca, dan tatapannya sangat sukar diartikan. Sia memandangi wajah Elgi lama. "kamu mau ninggalin aku El?" suara Dia terdengar sumbang. Dadanya terasa sakit dan deru napasmya kian memburu. Ia memegangi pipi Elgi dengan lembut. "Jawab aku Elgi!" Kedua bahu Elgi digoncangkan oleh Sia dengan kuat. Sia kini tidak suka dengan Elgi yang terus menerus menampakkan senyumannya itu. Air mata Sia menerobos keluar dari kelopak matanya yang sendu, Sia ingin menahannya agar tidak keluar untuk saat ini. Namun, air mata itu terus memaksa agar meluncur dan membentuk aliran sungai kecil dipipi tirusnya. Sia mulai terisak. "Aku akan selalu didekatmu Sia. Dimanapun aku berada. Kita bahkan lebih dekat daripada kedekatan antara seutas benang dan jarum. Kita melebihi mereka, kamu harus ingat itu," lirih Elgi seraya mengelus pundak Sia agar mengisyaratkan tetap tegar dan tenang. "Suatu saat aku akan kembali," lanjutnya datar. Sia menggelengkan kepalanya kuat. Sia belum siap ditinggal oleh Elgi, Sia belum siap untuk menjalani hidupnya sendiri, Sia belum siap kehilangannya, dan Sia belum siap atas kepedihan yang akan segera dimulai. Baginya, ini terlalu mendadak. Sia benci Elgi. Sangat benci. Derai air matanya semakin deras, menyisakan isakan pilu yang keluar dari bibirnya yang terasa getir, dan lidahnya terasa kelu. Perlahan Elgi mulai menjauh dan sedikit demi sedikit telah tidak memanpakkan punggungnya. Sia belum tahu kenapa alasan cowok itu meninggalkannya sedemikian rupa. Sia ingin mengejar Elgi, tetapi kakinya terasa kaku, sulit sekali digerakkan. Ia hanya bisa menangis dan menangis. Pertahan Sia runtuh, ia mulai terjatuh diartas hijaunya rumput yang memnentang dengan luas ini. Kini orang satu-satunya yang selama ini menyemangati untuk menjalani hidup sudah meninggalkannya. Sia belum tahu kedepannya akan bagaimana, mungkinkah Sia bisa menjalani semua rintangan hidupnya tanpa Elgi yang selalu disampingnya? Entahlah, Sia belum tahu. Kini Sia menjadi gadis paling malang dan mengenaskan yang ada didunia. Ia mulai memeluk lututnya erat-erat. Sia tidak peduli dress yang kini dipakainya telah basah oleh air matanya sendiri. Sia menampar pipinya berulang kali, ia harap dirinya hanya sedang menjalani mimpi buruk. Namun, rasa sakit justru menjalar dipipinya yang berarti inilah kejadian nyata yang amat pahit bagi Jessia Kaula Rinjani. Kini, Elgi-nya benar-benar telah pergi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD