Pertemuan tak sengaja

1114 Words
Siang ini matahari menampilkan pesonanya dengan sangat sempurna, membuat wanita cantik yang tengah berjalan di trotoar menampilkan wajah yang basah akibat keringatnya yang bercucuran. Namun ternyata tak hanya keringat yang membuat wajah wanita yang memiliki nama lengkap Sena Kiara itu basah. Air mata Sena yang terus-menerus keluar juga menjadi penyebab wajahnya semakin basah. Iya, wanita yang masih berusia 27 tahun itu sedang bersedih atas kondisi kehidupannya sekarang. Sejak ia lahir, ia selalu hidup dengan kemewahan. Namun sekarang, jangankan hidup mewah, hidup berkecukupan saja sepertinya tak mungkin lagi. Semua aset yang ia dan keluarganya miliki sudah habis, bisnis ayahnya bangkrut karena kecerobohan Sena yang mempercayakan bisnis itu pada saudara tirinya ketika ia sibuk mengurus ayahnya yang sedang sakit. Sejak Sena lulus kuliah, ayahnya mulai sakit-sakitan, ia kemudian menggantikan posisinya ayahnya sebagai CEO. Namun karena kondisi ayahnya yang semakin hari semakin memburuk, Sena semakin sulit membagi waktu antara pekerjaan dan ayahnya. Sena dengan terpaksa meminta Lea Pratiwi, saudara tirinya untuk membantu mengurus perusahaan. Sayangnya, Lea tak benar-benar serius membantu Sena dan malah membuat perusahaan memiliki hutang yang semakin menumpuk. Krisis perusahaan dimulai ketika gaji karyawan mulai tidak terbayarkan sampai client-client memutuskan kerja sama dengan perusahaan yang Sena urus selama ini. Segala macam usaha sudah Sena lakukan, namun ia tak bisa menyelamatkan perusahaan yang dibangun dengan jerih payah ayahnya itu. Yang lebih menyakitkan, kondisi ayah Sena yang semakin hari semakin memburuk. Sena mulai frustrasi, bingung harus mencari uang dari mana untuk membayar biaya pengobatan ayahnya itu. Bukannya berpikir secara jernih, Sena malah membiarkan pikirannya kosong sampai sebuah mobil tak sengaja menabrak tubuhnya yang tiba-tiba menyebrang ke jalan. Suara klakson saling bersahutan, lantang, membuat jalanan yang ramai lalu-lantang kendaraan itu semakin terlihat ramai. Tubuh Sena terpental cukup jauh, karena benturan yang cukup keras, kepala Sena mengeluarkan banyak darah. Pengemudi mobil yang tak sengaja menabrak Sena langsung keluar dari mobil dan mencoba menyadarkan Sena. Pengemudi yang merupakan seorang pria dengan penampilan rapi itu kemudian berlari ke arah mobil, ia meminta izin pada bosnya untuk membawa Sena ke rumah sakit. "Maaf Pak, lukanya parah, kita bawa ke rumah sakit ya?" tanya pria itu, namanya Riyan, sekretaris dari pemilik mobil sedan keluaran Toyota itu. "Bodoh! Kamu nggak tahu aku ada rapat sebentar lagi?!" teriak bosnya, pria yang seumuran dengan Riyan karena pada dasarnya mereka adalah teman kuliah. "Yah, pecat aku. Aku mau bawa wanita itu ke rumah sakit, sekarang." balas Riyan, sepertinya ia tak takut kehilangan pekerjaannya. Pada dasarnya Riyan selalu bersikap profesional ketika bersama bosnya yang tak lain adalah temannya sendiri. Namun kalau Riyan sedang dalam kondisi tertentu seperti marah atau bercanda, dia akan bersikap layaknya teman pada bosnya itu, Stevan Prayoga. Riyan berlari ke arah wanita yang baru saja ia tabrak, kali ini sudah ada banyak orang yang berkerumun demi melihat kondisi Sena yang sudah tak sadarkan diri. Tak lama kemudian Stevan ikut turun menyusul Riyan lalu menggendong Sena dan membawanya masuk ke dalam mobil. Riyan menyeringai mendapati sikap Stevan yang seperti itu. Riyan tahu kalau Stevan orang yang baik, walau hanya kata-kata kasar yang sering ia ucapkan. Riyan dan Stevan kemudian membawa Sena ke rumah sakit. Sena dirawat dengan sangat baik karena Riyan mencantumkan nama Stevan Prayoga. Nama Stevan memang semakin tenar seiring kesuksesannya menjadi CEO dari Prayoga Group. "Saya sudah mengatur ulang jadwal Pak Stevan untuk nanti sore. Maafkan atas keteledoran saya hari ini." ucap Riyan tegas pada Stevan sambil menunggu Sena sadar. Menurut dokter yang menangani Sena tadi, luka Sena tak terlalu serius sehingga tak lama lagi seharusnya Sena sudah bisa membuka matanya. Stevan yang sedari tadi duduk di bangku di ruang tunggu itu meminta Riyan mendekat hanya dengan menggerakkan jari telunjuknya. Riyan mendekat, tak lama kemudian Stevan menendang kaki Riyan, tepat di tulang, membuat Riyan meringis kesakitan. "Kamu bilang mau aku pecat! Hari ini kamu, aku pecat!" ucap Stevan lantang, seperti biasa Stevan memasang wajahnya yang tampak dingin dan datar. "Hei... Ampuni aku kali ini, kamu tahu aku ada cicilan rumah. Kalau kamu pecat aku, aku bisa jual rumahku karena nggak sanggup bayar cicilannya lagi. Apa kamu nggak kasihan lihat aku nggak punya rumah?" ucap Riyan yang sedang merayu Stevan seperti biasa. Ini memang bukan pertama kalinya Stevan dan Riyan adu debat. Namun Stevan tak pernah memecat Riyan, selain karena status Riyan sebagai teman, kinerja Riyan sangat bagus walau sikapnya sering bercanda. "Tidur aja di kolong jembatan." sahut Stevan yang terdengar datar, "Ah, sayang, jangan begitu, kamu tahu kan aku sayang sama kamu? Hm.." ucap Riyan yang terdengar manja layaknya wanita. Riyan sengaja bersikap aneh agar Stevan menjadi perhatian, Riyan memang suka mengerjai temannya sekaligus bosnya itu. Spontan saja, beberapa orang yang ada di situ, menatap Stevan dengan tatapan aneh. Tujuan Riyan memang agar mereka tampak seperti pasangan LGBT sehingga Stevan malu. Tak hanya ucapan, kali ini Riyan bahkan bergelayut di lengan Stevan dan duduk di samping bosnya itu. Stevan semakin risi dengan sikap Riyan yang semakin sulit ditebak itu. Stevan yang risi dan malu memilih pergi begitu saja karena tatapan aneh orang-orang. "Sayang, jangan marah, please, aku sayang sama kamu..." ucap Riyan yang sengaja menggunakan volume yang lebih tinggi agar Stevan semakin malu. Riyan tertawa terbahak-bahak melihat tingkah polos Stevan. Riyan yang sadar diperhatikan oleh banyak orang, akhirnya menghentikan tawanya. "Maaf Pak, Bu, saya cuma bercanda. Kami normal semua kok, masih suka dengan lawan jenis." terang Riyan yang kemudian pura-pura sibuk dengan ponselnya. Sambil menunggu Sena siuman, Riyan menyuruh Stevan untuk kembali ke kantor menggunakan taksi, lewat aplikasi pesan berlogo warna hijau itu. Tak lama kemudian, Riyan memilih menunggu Sena sadar di kamar pasien. Baru saja Riyan menutup pintu kamar, Sena tiba-tiba bangun, ia mengerjapkan matanya berkali-kali. Riyan yang tampak senang dengan kondisi Sena langsung menghampiri Sena yang masih mencoba mengumpulkan tenaga dan ingatannya. Sena ingat kalau dirinya sedang berjalan di trotoar dan tiba-tiba ia menyebrang karena ada banyak hal yang ia pikirkan. "Kamu baik-baik aja kan? Aku panggilin dokter ya.." ucap Riyan antusias, namun tangan Sena tiba-tiba menarik dan menahan Riyan. "Kenapa aku di sini? Aku mau pulang..." rengek Sena yang takut dan bingung harus membayar biaya rumah sakit dengan apa karena ia sudah tak memiliki apapun saat ini. "Kamu baru aja sadar, nanti, aku tanyain ke dokter, apa kamu boleh keluar hari ini." ucap Riyan mencoba menenangkan. "Tapi aku nggak punya uang buat bayar biaya rumah sakit." aku Sena pada Riyan, Riyan tersenyum melihat Sena. Entah apa yang Riyan pikirkan saat ini, ia seperti terhipnotis oleh penampilan Sena yang masih cantik walau dengan baju pasien itu. "Kamu nggak perlu bingung, semua biaya perawatan kamu di sini, akan ditanggung oleh bosku, Pak Stevan Prayoga." ucap Riyan yang mencoba menjual nama bosnya itu agar Sena terpesona padanya. Sena kaget bukan main, ia akhirnya bertemu dengan pria yang selama ini ia hindari, Stevan Prayoga. Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD