Superhero

1081 Words
Ami menyusuri jalan setapak dengan cemberut. Ami tidak berhenti mendumel dan sesekali mencebikan bibir. Mommy-nya jahat sekali, meminta Ami membelikan mangga muda di pasar, mana disuruh jalan kaki lagi. Kalau bukan karena ngidam, pasti Ami tidak akan mau! Tatapannya jatuh pada kantong kresek berwarna hitam di tangan kanan. Ami sedikit menggoyangnya untuk melampiaskan kekesalan. “Ini tuh gara-gara kamu, Mangga! Coba kalau kamu deket, pasti Ami nggak bakalan capek-capek jalan kaki sejauh ini!” Ami marah-marah sendiri. Tidak sampai di situ, Ami bahkan menendang kaleng soda dengan kencang. “Anjing! Berani-beraninya nimpuk kepala gue!” Seketika Ami menegang, berkali-kali Ami meneguk ludah gugup dan perlahan mendongakkan kepala. Tatapannya beradu dengan mereka, yang satu tangannya penuh tato dan ada beberapa codet di wajah, sedangkan yang satunya lagi berbadan kurus dan memiliki anting. Yang membuat Ami tambah takut adalah, dua orang itu menyeringai padanya. “Kalau manis begini, Abang nggak jadi marah sama Eneng.” Dua orang itu mendekati Ami, mereka ada di sisi kanan dan kirinya. Bahkan tampang yang lebih menyeramkan mulai mencolek dagu Ami. “A .. Ami n-nggak se-sengaja. Ma ... maafkan, A-Ami.” “Oh, jadi nama si manis ini, Ami?” Yang lebih kurus meraih helai rambutnya. “Abang berdua bakal maafin, Neng Ami, kalau Neng Ami mau diajak senang-senang.” Mendengar itu, Ami makin takut. Tangan Ami otomatis mencengkram erat kantong kresek mangga muda. “A-Ami mau pulang. Mommy pasti cemas nu-nungguin Ami.” “Nanti pulangnya, setelah kita bersenang-senang, Manis.” Si wajah penuh codet mensejajarkan tingginya dengan Ami. Wajah Ami makin memucat, dua orang ini sangat bau. Ami menahan napas untuk beberapa detik dan terpaksa menghembuskannya tergesa-gesa karena merasa akan pingsan. Kalau Ami pingsan pasti akan memudahkan dua orang ini membawanya. “A-ambil uang Ami saja, Ami anak orang kaya. Kalau kurang, nanti datangi saja ke rumah Ami.” “Sial! Lo kira kita butuh uang, hah?!” Rupanya Ami memancing kemarahan dua orang itu. Tiba-tiba tubuhnya terbalik, Ami dipanggul seperti karung beras, kepalanya pening seketika. Ami memberontak dan menendangi orang yang memanggulnya. “Lepasin, Ami!” Sekuat tenaga dia meronta. “Tolong ... tolong ...” Mereka berdua tertawa. “Tidak ada yang menolongmu, Manis.” Bahkan salah satu dari mereka menampar b****g Ami. Ami menangis kencang, dia sudah dilecehkan dua orang gila ini. Ami tidak berhenti memukul, mencakar, dan menendang, tapi tetap saja tidak mempan. Malah mereka menertawakan Ami layaknya Ami ondel-ondel. Karena lelah, Ami memutuskan berhenti meronta dan menangis sesegukan. Dalam hati Ami bersumpah, kalau ada yang menolongnya, maka Ami akan menjadikan orang itu sebagai pacar, bahkan kalau perlu, Ami akan jadi budaknya sekali pun. “Kalau nurut gini Eneng jadi tambah manis.” Dua orang bau ini makin senang karena merasa mangsa mereka akhirnya pasrah. Langkah mereka terhenti di depan rumah kosong tidak terpakai. Saat akan membuka pintu, si Kurus mengerang kesakitan sambil mengusap belakang kepalanya. “Cupu banget, beraninya sama cewek doang!” ejek sebuah suara. Ami merasa tubuhnya diturunkan, lalu Ami berpegangan pada dinding berdebu karena kepalanya pusing. “Wah-wah, rupanya ada pahlawan kesiangan?” Si Codet menyeringai. Bersama si Kurus, dia maju beberapa langkah. “Lo ngerusak kesenangan kami, Bocah!” Lalu semua terjadi begitu saja. Ami yang baru saja menguasai kesadarannya kini dibuat ternganga. Bagaimana tidak, dua orang bau itu sudah terkapar tak berdaya. Ada beberapa lebam di wajah keduanya, bahkan si Codet terbatuk-batuk memegangi perut. “b*****t! Lain kali, gue akan balas. Ingat itu!” Si Codet dan si Kurus bangkit, kemudian berlari tertatih-tatih. “Dengan senang hati gue ladeni.” Orang yang menolong Ami terkekeh. Setelah puas, dia menoleh lalu mendekati Ami. “Lo nggak pa-pa?” Rasanya Ami akan mimisan di tempat. Superhero yang menolongnya ini sangat tampan, bahkan lebih tampan daripada Captain Amerika. Sweater hitam, jeans panjang robek-robek, dan sneakers putih yang terlihat buluk tidak mengurangi sedikitpun kadar ketampanan laki-laki di depannya ini. “Ck! Lo baik-baik saja, kan?” Melihat superhero ganteng melambai-lambaikan tangan di depan wajahnya, Ami cepat-cepat mengerjapkan mata dan tersenyum canggung. “Eh, i-iya. Ami baik-baik saja.” “Bagus kalau gitu. Jadi gue nggak bakalan repot lebih jauh lagi.” Laki-laki itu langsung berbalik untuk pergi. “Tunggu, Superhero!” Ami berlari untuk menyeimbangkan langkahnya. “Ami mau ngucapin terima kasih.” “Gue nggak butuh terima kasih!” “Terus butuh apa untuk membalas kebaikan Superhero?” Laki-laki itu menghentikan langkahnya, dia menyamping lalu memandangi Ami sejenak. Saat melihat wajah polos itu, dia langsung menyeringai. “Lo punya uang berapa?” Dengan tergesa Ami merogoh kantong celananya. “Ami ada uang tiga puluh ribu.” “Bagus, sini kasih ke gue semuanya!” “Iya.” Uang itu langsung berpindah pada superhero. “Tapi, itu untuk apa?” “Tanda terima kasih lo sama gue.” “Ooo ...” Mulut Ami membulat, dia mengangguk-anggukan kepala tanda mengerti. Rupanya superhero tidak satu arah dengan Ami, dia berbelok sedangkan tujuan Ami lurus. Sebelum kehilangan jejak, Ami berteriak, “Superhero! Boleh Ami tau nama kamu?” Superhero menoleh, sudut bibirnya terangkat. “Boleh, asal lo kasih gue uang dua juta.” “Tapi, Ami nggak punya uang.” “Wah ... sayang sekali nggak bisa.” Ekpresinya dibuat seperti menyesal, lalu dia berbalik dan meneruskan langkahnya dengan ringan. Ami terus memandangi punggung superhero yang semakin lama semakin mengecil. Ami baru sadar kalau superhero itu tinggi sekali, bahkan Ami memperkirakan tubuhnya hanya sebatas d**a saja. “Astaga, mommy pasti nungguin mangganya!” Setelah sadar, Ami menepuk jidatnya pelan. Sedikit berlari, Ami memeluk kresek mangga muda. Beruntung rumahnya sudah dekat, jadi Ami tidak perlu khawatir lebih kecapean lagi. Setelah membuka pintu, Ami menormalkan pernapasannya terlebih dahulu lalu berteriak, “Mom, Ami bawa mangganya!” Mommy Alea keluar dari kamar dengan wajah yang terlihat pucat. “Ami, kamu darimana saja? Mommy cemas tahu nggak?” Mommy Alea memeriksa seluruh badan Ami, takut ada yang lecet atau kurang. Setelah dirasa baik-baik saja, Mommy Alea menghela napas lega. Ami nyengir lebar. “Maafin Ami, Mom. Tadi ada kejadian kecil, jadi Ami sedikit terlambat.” Ami menyerahkan kresek pada Mommy Alea. “Nih mangga mudanya. Masih segar-segar, loh.” Tangan Ami ditarik Mommy Alea. Mereka berdua duduk di ruang tamu, mangga muda ditaruh begitu saja di atas meja. “Kejadian apa? Ceritain sama Mommy tanpa terlewat satu katapun!” “O-oh, bu-bukan apa-apa, kok, Mom.” Ami meneguk ludah gugup. “Ami, Mommy tau kalau kamu tidak pandai berbohong.” Sebenarnya Ami tidak mau menceritakan karena Ami tidak ingin membuat Mommy-nya khawatir. Terlebih lagi, Mommy Alea sedang hamil muda. Kata dokter, kandungannya sangat rentan dengan keguguran. Tapi, karena terus didesak, terpaksa Ami menjelaskannya sampai akhir. Setelah mendengar semuanya, Mommy Alea begitu syok dan langsung memeluk Ami. “Maafkan Mommy, Sayang. Maafkan Mommy.” “Nggak apa-apa, Mom.” Mommy Alea menguraikan pelukannya. “Ya sudah, sekarang kamu isrtirahat dulu. Pasti kamu kaget dengan kejadian tadi.” Tanpa membantah, Ami langsung berdiri. Ami menaiki tangga menuju kamarnya. Semenjak hamil anak ke tiga, Daddy Andrew memutuskan untuk memindah kamar mereka ke lantai satu, sedangkan kamar lantai dua di isi oleh Ami dan Alan, adiknya. Ami membaringkan tubuhnya di kasur, matanya memejam dan kembali terbuka. Ami memandangi langit-langit kamar dan tersenyum saat langit-langit bercat putih itu berubah jadi wajah seseorang. Itu wajah superheronya. Sepertinya, Ami benar-benar love at the first sight. “Baiklah, Superhero, karena Ami sudah bersumpah, maka Ami akan membuat Superhero jadi pacar Ami. Tunggu saja!” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD