Feelings

2353 Words
    Setelah Mr. Sebastian menyelesaikan kelasnya, aku langsung pergi meninggalkan Anna sendirian. Sedari tadi dikelas, ia terus membujukku untuk ikut melalui kertas surat yang di lempar terus terusan ke mejaku.  Aku yakin dia akan makin membujukku untuk ikut ke pesta itu sampai hari H tiba. Kenapa dia harus mengejar seorang lelaki sepertti itu. Padahal belum tentu ikut juga kan? Pikirku.     “Gis, tungguin aku dong,” teriak Anna menyusulku. Aku memelankan langkahku, api aku gak mau melihat kearahnya.     “Giselle, please,” mohonnya sambil meraih tanganku.     “aku gak akan ikut Anna. Tadi aku udah bilang kan,”     “please Giss, temani aku,” mohonnya lagi.     “belum tentu dia bakal datang Anna,” ucapku sambil berusaha mengubah pendiriannya.     “siapa tau dia emang datang beneran. ya? Ya?” paksanya padaku.     “tapi aku gak yakin,”     “gini aja, kamu temani aku datang, sampai aku melihat ada Kak David kamu pulang aja. Gimana?” tawarnya padaku. Aku mengerutkan kening, sejak kapan dia memanggil Mr. Sebastian dengan sebutan kakak?     “Kak David?” tanyaku pada Anna dengan heran. Anna menjawabnya dengan sebuah cengiran.     “diluar kelas aku bisa menyebutnya kakak kan? Ayolah? temani aku Gis,” rengeknya.     “aku gak tau Ann,”     “aaah! Aku udah terlambat kelas Mr.Park!” teriaknya panik sambil melihat jam ditangannya. “Giselle, pokoknya kamu harus temani aku. Aku gak mau tau!” ucapnya sebelum berlari menuju kelasnya yang lain. aku merasa tidak percaya Anna yang sekarang ke seberani itu dalam mengejar cintanya. Dulu dia sangat pemalu. Didepan lelaki yang mendekatinya saja dia selalu jaga imej. Apa yang buat dia berubah kayak gini.  ***     Aku berjalan tak tentu arah. Tak ada jadwal kuliah lagi setelah ini. Aku juga belum mau pulang kerumah, masih jam 10 terlalu pagi untuk pulang. Sempat terpikir untuk pergi ke perpustakaan, tgapi kuurungkan niatku.aku gak mau kejadian saat aku memergoki Chris tengah berciuman panas terulang lagi. Kuputuskan untuk ke kantin aja. Sekalian aku mencari topik untuk tugasku.      Saat aku sedang serius mencari topik untuk tugasku, sebuah tangan terulur dengan kopi yang masih mengepul. Si pemberi kopi tersenyum sambil mengangkat sebelah alisnya. Aku tersenyum senang menyambut kopi dari tangannya.     “serius sekali? Ngerjain apa?” tanyanya sambil melihat laptopku.     “aku sedang mencari topik untuk tugasku” ucapku sambil menggeser posisi duduk. Tanpa disuruh, Daniel langsung duduk disebelahku.     “hmm.. mau kubantu?” tawarnya sambil menyabotase laptopku.     “emangnya kamu ngerti tugas mahasiswa desain?”     “kan ada internet, kita bisa mencari topiknya lewat internet kan”      “pinter!” jawabku sambil mengacungkan  jempoil     “kamu memuji apa meledek sebenernya”     “dua-duanya” ucapku sambil tertawa.     “ish, dasar ya,” ucap Daniel sambil ikut tertawa.     Daniel memang membantuku mencari topik untuk tugasku. Beberapa yang menarik sudah kucatat dan aku tinggal mencari buku sebagai tambahan referensi. Setelah beberapa lama, Daniel yang memegang laptopku malah mencari situs video lucu yang ada di internet. Situasi yang awalnya serius menjadi penuh tawa. Orang-orang yang berada di kantin melirik kami sekilas, penasaran dengan apa yang kami lihat dan tertawakan.     Seseorang menggebrak mejaku. Aku terloncat kaget dan memeluk lengan Daniel. Masih dalam kondisi kaget, aku hanya memandang heran orang yang menggebrak mejaku. Mengerjapkan mataku beberapa kali.     “apa masalahmu Chris?” tanya Daniel dengan ketus     “kalian berisik sekali, mengganggu makan siangku,”balasnya tajam      “kau bisa pergi kalau gak suka,”     “gimana kalau kamu yang pergi. Ini kantin jurusan kami,”     “ini tempat umum, semua orang bisa datang dan pergi”            “dan kamu yang pergi,” timpal Chris     Mereka saling bertatapan tajam. Bisa kurasakan tatapan kebencian dari mata mereka.Kulihat sekelilingku, banyak orang yang meperhatikan pertengkaran Chris dan Daniel. Sudah hampir jam makan siang rupanya. Pantas saja kantin mulai ramai orang berdatangan. Tak ingin membuat keributan, aku lantas menengahi mereka.     “udah Daniel lebih baik kita pindah aja dari sini,” ucapku ambil membereskan laptop dan buku lalu kumasukan kedalam tas.     Aku beranjak berdiri dari kursiku dan melangkah keluar diikuti Daniel. Tiba-tiba Chris menarik pergelangan  tanganku.     “kamu tetap disini” ucapnya datar     Aku menatap pergelanganku yang dipegang Chris. kuat, tapi tidak terasa sakit.     “lepaskan dia b******k!” Daniel mulai kesal dengan Chris. dia mencengkram tangan Chris yang memegang  pergelangan tanganku. Berharap Chris melepaskan genggamannya. Tapi, Chris justru lebih mengeratkan genggamannya padaku. Membuatku sedikit kesakitan.     “argh,” aku mengerang kesakitan.     “kamu gak liat dia kesakitan. Lepasin tanganmu Chris!” Daniel mulai emosi.     “kamu lepasin tanganku dulu. Baru aku lepasin Giselle” ucapnya dingin     Daniel dengan perlahan melepaskan cengkramannya pada Chris. begitu terlepas, Chris langsung menarikku kebelakang tubuhnya.     “kau b******k! Sudah kubilang lepaskan!” bentak Daniel sambil meraih kerah baju Chris. Chris bergeming di tempatnya. Matanya masih menatap tajam Daniel. Taehyung yang sejak tadi mengamati mereka akhirnya berdiri untuk menengahi.     “bro, kau membuat dirimu sendiri jadi tontonan orang-orang,” ucapnya santai. Daniel tidak menanggapinya. Matanya terus memelototi Chris.     “Daniel, aku gak apa-apa. Tenang saja,” ucapku menengkan Daniel. Dan menenangkan diriku juga sebenarnya. Aku sedang berusaha untuk tidak terpengaruh suasana.     “lepaskan dia, Daniel. Kita jadi tontonan orang,” mohonku padanya. Untungnya Daniel mau mendengarkanku. Aku gak mau membuat situasi semakin buruk, lalu gosip-gosip mulai menyebar.     “Chris, bisa kau lepaskan tanganku. Tanganku sakit..” pintaku. Chris memegang pergelangan tanganku erat sekali. Rasanya tanganku akan patah. Chris tidak melepaskan tanganku, tapi genggamannya tidak sekuat tadi. Darahku langsung mengalir dengan derasnya melewati pergelangan tanganku yang tadi dicengkramnya.     Chris langsung menarikku keluar dari tempat itu dengan langkah cepat. Aku yang terkejut dengan gerakan Chris yang tiba-tiba hampir saja terjatuh. Aku berusaha menyamakan langkahku dengan Chris.     “CHRIS!” teriak Daniel begitu aku dibawa menjauh. Kulihat Daniel seperti akan menyusulku, tapi langkahnya dihadang Kevin.     “Minggir kau,sialan! Aku harus mengejar temanmu yang b******k!” Bentaknya pada Kevin.     “kau pikir aku akan membiarkanmu?” ucapnya serius pada Daniel.     “kau pikir aku takut? Aku gak akan biarkan Giselle ‘disentuh’ Chris!” ucapnya pelan tapi mengancam.     “apa maksudmu ‘disentuh’?” tanyanya tajam.     “jangan pura-pura, Kevin. Aku tau kau dan grup kecilmu selalu mengadakan pesta seks. Setelah selesai kalian membuang para wanita itu seperti sampah” ucapnya merendahkan Kevin dan temannya.     BUG! Kevin meninju Daniel. Suara terkesiap terdengar dari mulut orang-orang yang melihat mereka.     “jaga mulutmu! Jika tidak tau apa yang sebenarnya jangan membuat cerita bohong!” murkanya pada Daniel. Kevin lalu pergi meninggalkan Daniel yang masih berdiri memegang pipinya yang bengkak. ***     “Chris.. Chris tunggu. Pelan-pelan dong” ucapku sambil tergopoh mengikuti langkah Chris.     “Chri..” tiba-tiba Chris berbalik kearahku dan aku menabraknya.     “ow.. kamu kenapa sih Chris,” ucapku kesal. Aku mendongakkan kepalaku kearah Chris. shoot! wajah kami sangat dekat. Bahkan hidung kami hampir bersentuhan. Aku mundur beberapa langkah untuk memperbaiki posisi berdiriku, tapi Chris menarik pinggangku dan memeluknya. Membawa tubuhku lebih dekat kearahnya.     “Chris..” ucapku sambil mendorong tubuhnya.     “siapa dia?” tanyanya padaku.     “dia temanku..”     “benarkah? Tapi kayaknya gak gitu” ucapnya sambil menatap mataku, kemudian beralih pada bibirku.     “dia temenku Chris. mundurlah sedikit, ini terlalu dekat,” aku masih berusaha mendorong tubuhnya. Dengan jarak sedekat ini, aku bisa merasakan hangat napasnya di wajahku. Jantungku juga sejak tadi berdegup amat sangat keras. Aku takut dia bisa mendengarnya.     “apa kamu menyukainya?” tanyanya padaku. Matanya menatap lembut kedalam mataku. Aku terdiam. Terpesona pada manik matanya yang berwarna hitam.     “Giselle, jawab aku..” bisiknya     “aku..”     Cup! Giselle mengecup bibir Giselle singkat. Bisa kulihat Giselle sangat kaget dengan ciuman tiba-tibaku. Matanya membelalak dan mulutnya sedikit terbuka. Aku tak tahan ingin menciumnya lagi. Kutempelkan bibirku lagi pada bibirnya. Hanya menempelkan saja, tanpa ada gerakan apapun lagi.     “Chris!” dorong Giselle begitu dia sadar dari rasa kagetnya. Chris terdorong ke belakang. Ia kaget begitu menatap Giselle yang berkaca-kaca.     “kamu keterlaluan Chris” ucapku sambil menahan tangis     “Giss, maaf. Aku...” Chris tak bisa berkata apa-apa lagi. Lidahnya mendadak kelu. Hanya bisa menatap perempuan di depannya dengan perasaan bersalah.     Giselle, hendak beranjak dari tempatnya berdiri. Chris dengan cepat menghalanginya.     “mau kemana?” tanyanya.     “buka urusanmu” jawabku ketus     “Giss yang barusan aku...” kupotong ucapan Chris dengan mendorongnya kesamping. Tanpa mremandangnya lagi aku segera berlari meninggalkan Chris sendirian di koridor. Chris hanya berdiri mematung melihat Giselle yang berlari menjauh     “AARGH!” teriak Chris sambil menendang loker yang entah milik siapa.Sial! makinya dalam hati. ***     Giselle sedang berjalan sendirian sambil melamun. Dia memutuskan untuk pulang berjalan kaki karena kakaknya tidak mengangkat telponnya. Dia juga ingin sedikit menjernihkan pikirannya dari insiden tadi. Insiden yang membuat jantungnya berdegup lebih cepat ketika ia memikirkannya. Ia berjalan sambil menyentuh bibirnya dengan jarinya yang lentik.     Ciuman pertamaku dengan Chris. bukankah berciuman harus kedua belah pihak menginginkannya? Dia yang menciumku duluan dan aku tidak membalasnya. Tapi apa aku memang tidak ingin menciumnya? Kenapa juga daritadi aku hanya diam saja? Argh! Aku menjambak rambutku sendiri. Merasa pusing pada percakapan dengan diriku sendiri.     “heheh.. apa kamu udah gila Giselle” kekeh seseorang.     “kak Arthur, ngapain disini?” tanyaku begitu tahu yang menertawaiku adalah Kak Arthur. Ia melajukan mobilnya sangat pelan.     “jemput kamu,” ucapnya sambil masih berada di dalam mobil. Aku segera naik ke dalam mobil dan memasang sabuk pengamanku     “temani kakak makan siang dulu ya” ujarnya tanpa persetujuanku. Aku tidak menolak karena sebenarnya aku juga belum makan siang.     “aku mau bulgogi kak!” seruku.     “oke! Aku juga sepertinya kangen bulgogi” jawab kakakku seraya mengebutkan mobilnya. Kami langsung menuju restoran bulgogi yang dulu menjadi langganan kami.     “wow, selama tiga tahun aku di Amerika, tempat ini gak berubah,” ucap Arthur sambil melihat interior restoran begitu sampai.     “yang berubah adalah rasanya yang semakin enak,” ucapku bangga sambil emnagcungkan kedua jempolku. Sedangkan kak Arthur terkekeh sambil mengelus puncak kepalaku.     “jadi kamu sering makan kesini rupanya,” ucapnya sambil menatapku. Aku hanya memberikan cengiran sebagai jawabannya.     Kami langsung memesan tiga porsi bulgogi, dua porsi nasi,beberapa makanan tambahan dan satu botol soju.     “jadi apa yang bikin kamu jadi kayak orang gila tadi, hm?” tanya kakakku begitu pelayan pergi.     “hah?” tanyaku balik.     “aku lihat dari dalam mobil kau sambil terbengong memegang bibirmu. Lalu menyentakkan kaki dan menjambak rambutmu sendiri,” jelasnya sambil tersenyum geli. ‘sebenarnya kau sangat lucu , tapi aku juga merasa sedih. Ternyata adikku satu-satunya telah jadi gila. Aku ragu apa aku harus mnegantarmu ke psikiater atau apa,” ucapnya lagi sambil tergelak.     “kakak!” ucapku tak terima. Aku memanyunkan bibirku, tapi malah membuat kakakku semakin tertawa.     “oke, oke. Jadi.. kenapa? Kamu bisa cerita” kakakku berusaha mengontrol tawanya.     Aku terdiam sejenak. Menimbang-nimbang harus kuceritakan atau tidak. Sepertinya, aku bisa menceritakannya pada kak Arthur.     “tapi janji jangan beritahu ibu,” ucapku. Kakakku mengernyitkan keningnya     “kenapa ibu gak boleh tau?” tanyanya.     Aku menepuk keningku. Sepertinya kakakku lupa kalau ibu selalu ingin aku berkencan. “kakak luapa yang kuceritakan sebelumnya? Ibu mengatur kencanku?” tanyaku pada kak Arthur.     “kencan gagal itu?” tanyanya sambil mengangguk     “yah anggaplah begitu. Tapi ini sedikit lebih dari itu kak”     “gimana maksudmu?” kakakku tak mengerti ucapanku. “dia akhirnya menyukaimu?”     “bukan... seseorang...” aku ragu untuk mengatakannya. Kulihat kakakku sedang menungguku melanjutkannya.     “seseorang menciumku,” ucapku cepat dan pelan. aku tertunduk. Hening. Tak ada reaksi dari kakakku. Kuberanikan melihat kakakku. Ia masih terdiam.     “apa? Siapa yang berani menciummu Giselle?!” ucap kakakku heboh. Reaksi kakakku agak lambat. Kututup mulutnya. Mengingat ini ditempat umum. Aku gak mau orang lain dengar. Kakakku melepaskan tanganku yang membekap mulutnya.     “jadi siapa? Siapa seseorang itu?” tanyanya. Pelayan restoran datang membawa pesanan kami. Kami terdiam sebentar, menunggu pelayan itu pergi.     “jadi?”tanyanya lagi seraya masukan daging ke panggangan.     “dia menciumku kak. Gitu aja” jawabku sambil mencomot kimchi.     “maksudku kamu. Gimana perasaanmu? Itu ciuman pertamamu kan”     “aku gak tau kak. Teman-temanku bilang aku harus menjauhinya”     “kenapa begitu?”     “karena dia playboy,” jawabku polos. Kakakku langsung tersenyum begitu mendengar jawabanku.     “kau tau kakakmu yang tampan ini juga seorang playboy dulu” ucapnya tanpa rasa malu.     “apa kakak pernah mencium perempuan?”     “tentu saja pernah. Itu adalah salah satu bentuk afeksi. Selain berpelukan ada juga berciuman. Aku juga melakukannya dengan pacar-pacarku” jelas Arthur panjang lebar.     “kalau melakukan one night stand?” tanyaku menyelidik. Kakakku yang sedang mengunyah daging langsung tersedak begitu mendengar pertanyaanku. Kusodorkan gelas berisi air, kakakku langsung meminumnya habis.     “hei apa yang kau bicarakan sih,” ucapnya memerah antara marah atu merasa malu.     “jadi kakak pernah apa enggak?” tuntutku.     “ya enggaklah. Se-playboy-nya diriku tidak pernah melakukan itu. Aku hanya akan melakukan hubungan seks ketika sudah menikah. Tapi beberapa ciuman panas tidak masalah untukku” ucapnya sambil mengedipkan matanya padaku. Ku lempar selada pada wajah kakakku. Kakakku semakin tidak tahu malu sejak tinggal di Amerika.     “tapi aku pernah memergokinya berciuman di perpustakaan,”     “hanya berciuman kan? Apa masalahnya” ucap kakakku seolah tak peduli. “ lagian dia juga bukan pacarmu, kenapa kamu memikirkan itu?” sambungnya     “tapi dia menciumku kak. Bukankah untuk berciuman harus memiliki ketertarikan satu sama lain?” tanyaku.     “memang.” Ucapnya simpel. Nah kan, benar seperti yang kupikirkan tadi.     “tapi kamu harus mencari tau perasaanmu sendiri dan perasaannya. Apa itu memang cinta apa hanya sekadar nafsu. Dulu aku mengencani banyak wanita karena mereka mencintaiku, jadi kupikir aku juga harus mencintai mereka. Tapi ternyata aku salah..”     Kakakku menceritakan bagaimana dulu ia menjadi playboy. Berkencan dengan banyak perempuan yang dia kira menyenangkan yang ternyata malah semakin membuat hatinya kosong. Aku jadi berpikir apakah Chris seperti itu juga? Merasa kosong dalam hatinya?     “Gis?” tanya kakakku sambil melambaikan tangannya didepan wajahku. Aku segera tersadar dari lamunanku.     “jadi kakak udah gak kayak dulu lagi sekarang?” tanyaku.     “tentu saja. Sejak aku di Amerika udah gak kayak begitu lagi,” ucapnya sambil tersenyum penuh makna.     “sepertinya Amerika udah buat kakakku berubah banyak ya. Menjadi semakin tidak tau malu” ucapku sambil menyuap daging.     “ haish, kamu ini” ucapnya lalu menjitak kepalaku. “yang terpenting adalah perasaanmu dan orang itu. Kamu gak perlu mendengarkan gosip orang yang belum tentu benar. Cari tahulah perasaan kalian. Apa dia mencintaimu apa memanfaatkanmu saja.”     “tapi, kalau memang gosip itu terbukti?” ucapku ragu.     “kau harus membuat pilihan. Mau tetap bersamanya atau pergi darinya” saran kakakku. Aku termenung memikirkan kata-kata kakakku tadi. Aku harus mencari tahu bagaimana perasaanku dulu, lalu mencari tahu perasaannya padaku. Apakah itu cinta atau bukan.. aku hatus mencari tahu sendiri. ***     Aku sedang berada di rumah Kevin. Menenangkan diri dan memahami perasaanku. Aku sangat kesal melihat Giselle tertawa bersama orang lain. Apalagi dengan seorang lelaki. Dua kali ku memergoki mereka tertawa bersama. Membuat hatiku panas. Apalagi ketika mereka duduk berdekatan dan memeluk lengannya ketika dia kaget. Ingin kusingkirkan lelaki itu dan menarik Giselle dalam pelukanku.     “sepertinya kau menyukai Giselle, Chris” ucap Taehyung     “aku tidak menyukai dia” balasnya datar     “benarkah? Kalau begitu aku akan mendekatinya” ucap Kevin memancing reaksi Chris.     “kau gak perlu mencobanya Kevin. Aku gak mengizinkanmu” ucapnya galak.     “kenapa? Kau gak menyukainya kan?”     “siapapun tapi jangan dia Kevin. dia milikku” tegasnya sambil beranjak pergi.     “kau mau ke mana?” tanya Kevin     “studio Adam!” teriaknya di ujung pintu.     Taehyung mendesah pasrah. Ia tahu Chris menyukai Giselle, tapi dia terlalu keras kepala untuk mengakuinya. “kuharap kamu gak terlambat menyadari perasaanmu Chris. karena sepertinya bukan hanya kamu yang menyukainya.” Gumam Kevin pada diri sendiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD