Menghindar

1514 Words
    “kamu kesini sendiri Kian? Mana Rio?” tanyaku pada Kiana. Berusaha mengalihkan pembicaraan tentang kejombloanku..     “dia ada urusan sebentar. Nanti dia menyusul kesini,” jawabnya. Anna menyenggol tanganku. Dia penasaran dengan orang yang mengobrol denganku.     “oh, Kiana kenalkan. Dia Anna sahabatku,” ucapku sambil mengenalkan mereka berdua. Anna dan Kiana pun saling bertukar sapa.     “aku Kevin,” sambungnya sambil melambaikan tangan. “hai. Kevin,” balas Kiana ramah.      “hai, my princess,” ucap Jimin sambil meraih tangan Kiana dan hendak menciumnya. Namun, tangan itu  segera ditepis oleh seseorang.       “jangan sentuh pacarku,” geram Rio. Dia memberikan tatapan tajam menusuknya pada Christian. Christian menanggapinya dengan tertawa sinis. Suasana menjadi tegang seketika. Anna berbisik padaku apa aku kenal mereka semua. Aku menjawab dengan anggukan kepala. “Nanti aku jelaskan,” balasku berbisik.      “ada apa? Kenapa kalian tegang sekali,” Daniel datang menyusul Rio. Ia melihat Rio melotot tajam kearah lelaki yang sedang duduk disebelah Kiana.      “dia mencoba menggoda Kiana ku,”       “hah, kau berlebihan sekali. Aku hanya mau memegang tangannya” ucap Chris dengan nada mengejek.       “b******k, kau pikir aku gak tahu hah!” Rio dengan emosi meraih kerah baju Christian. Daniel, Kevin dan Kiana berusaha melerai mereka. Sedangkan aku dan Anna terdiam, tidak tahu apa yang harus kami lakukan.       “bro, kau berlebihan sekali. Dia hanya mencoba berkenalan,” ucap Kevin santai.        “diam kau,” desis Rio galak.         “Rio, udah. Dia Cuma menjabat tanganku aja,” Kiana mencoba menenangkan Rio yang sedang cemburu. Beberapa mahasiswa yang sedang makan di kantin melihat kearah kami. Penasaran dengan drama yang baru terjadi.        “lebih baik kita pergi Chris,” ajak Kevin datar. Chris menyentak tangan Rio yang masih menggenggam kerahnya. Merapikan sedikit bagain kerahnya. lalu, ia melihat kearahku sambil tersenyum. “sampai ketemu lagi, nerd” ucapnya sambil mengedipkan matanya kearahku. Aku hanya diam menatapya.        Christian dan Kevin berjalan menjauh keluar kantin. Sedangkan aku, Anna dan yang lain masih duduk di kantin.        “siapa mereka?” tanya Daniel tiba-tiba.        “ mereka murid baru di jurusan kami,” jawab Anna        “sepertinya mereka tipe yang bakal digilai para wanita,” ucap Daniel. Lagi.        “mereka sekumpulan geng playboy. Aku kenal mereka karena adikku pernah pacaran dengan salah satu dari mereka.”        “benarkah?!” ucapku dan Anna berbarengan.        “ya mereka mereka kencan dengan wanita. Setelah bisa menidurinya, mereka mencampakannya begitu saja” jelas Rio sambil emosi.       “kau jangan sampai ketemu dengan dia lagi sayang. Jika berpapasan dengannya, segera balik arah. Aku gak mau kamu tergoda dengan mereka,” ucap Rio pada Kiana. Solhee mnegiyakan lalu bergelendot manja dibahu Rio.       “jadi gimana kamu bisa kenal Christian?” tanyaku penasaran.       “dia satu sekolah denganku waktu SMA. Banyak wanita yang mengejarnya. Hampir semua murid perempuan di sekolah pernah tidur dengannya,” jelasnya        Aku dan Anna terkesiap. Anna bahkan sampai membelalalkan mata dan membuka mulutnya. Merasa tak percaya dengan wajah setampan pahatan dewa ternyata seorang b******k.      “lalu gimana sama adikmu?” tanya Anna penasaran.      “dia menangis selama seminggu gara-gara lelaki itui. Selama beberapa bulan ia menolak berbicara pada siapapun bahkan ia pernah mencoba bunuh diri sekali.” Ucap Rio sambil menggertakkan giginya.       “Dia dan temannya bukan lelaki yang baik. lebih baik kalian menjauh saja,” tukas Daniel. Ia melihat tatapan marah dari Rio. Walau belum lama ia berteman dengan Rio, ia tahu Rio sangat menyayangi adiknya. Dia melihat tatapan penyesalan dari Jinwoo ketika ia melihat adiknya.      “benar. Jauhi mereka sebelum kalian menyesal” ucap Rio tegas.       Aku dan Anna hanya bisa terdiam. Kami baru saja berteman dengan mereka beberapa saat lalu. Bagaimana aku harus menghindari mereka dengan natural? Pikirku.     “lalu kalian ada apa kesini? Apa kalian teman Giselle juga?” tanya Anna pada para wajah baru ini.      “ya, kami teman Giselle,” jawab Daniel sambil tersenyum ke araahku       “kau tidak membalas pesanku semalam, Giss,” tanyanya lembut        “maaf, aku ketiduran”        “Tidak apa-apa. Sudah kutebak”        “ehem, ternyata kalian sudah saling bertukar pesan,” goda Rio.        “duh aku tiba-tiba merasa sesak disini” Anna ikut-ikutan. “akhirnya gak lama lagi ya Giss” ledeknya.        “sepertinya” Kiana ikut menambahkan. Mereka bertiga menertawaiku, sedangkan aku tersipu malu. Kulirik Daniel. Dia masih menatapku sambil tersenyum.       “cieeee...” goda mereka bertiga lagi.       “udah dong, kasian Giselle mukanya merah gitu” bela Daniel padaku. Karena Daniel, mereka malah semakin heboh menggodaku. Dia malah membuatku semakin menjadi pusat perhatian.       “oh iya, kuliah udah selesai? Kita hangout yuk,” ajak Kiana tersadar tujuannya kesini mencari Gisekke.       “ayok! Aku gak ada kuliah lagi setelah ini!” seru Anna antusias.       “sepertinya aku gak bisa. Aku ada kelas estetika setelah ini,” sesalku.       “yah, jadi kita hanya berempat?”       “aku juga gak ikut. Aku ada janji dengan Tian,” ucap Daniel pada Kiana yang terlihar kecewa.        “tugas lagi?” ujar Rio         Daniel menjawabnya dengan anggukan        “aku heran dengan otaknya yang seperti itu, kenapa dia bisa masuk universitas ini,” ledek Rio. Daniel menanggapi pernyataan Rio dengan tertawa.       “ya udah, kita bertiga aja yang pergi,” ucap Kiana meraih tangan Anna.       “sepertinya aku juga gak bisa sayang,” sesal Rio pada Kiana.       “kamu mau kemana?” tanya Kiana penasaran       “ke kantor Papa. Dia butuh aku disana,” jawabnya. Kiana diam. Dia tahu kalau sudah menyangkut keluarga Rio, dia gak bisa ikut campur. Karena dia sendiri juga sadar dia belum diterima oleh keluarga pacarnya.       “ya udah,” balasnya pelan. Rio mengelus puncak kepalanya dengan sayang, ia tahu Kiana kecewa karena waktu kebersamaan mereka hanya sedikit. “tapi aku bia anterin kamu dulu kok,” hiburnya pada Kiana.      “yuk kita pergi Kiana. Tanpa lelaki, girls time,” ucap Anna sambil memainkan alisnya.      “Daah Giselle, Daniel. Kita pergi dulu,” pamit Kiana.      “wah, kalian tega meninggalkanku,” tukasku      “salah sendiri,” Anna meledekku dengan menjulurkan lidahnya.       Setelah pamitan, kini hanya tinggal aku dan Daniel yang tersisa. Dia ternyata belum pergi.       “kamu belum mau pergi?” tanyaku       “kamu mengusirku?” tanyanya balik.       “engga, aku mau ke perpustakaan. Kalau kamu masih mau disini, silakan” jawabku sambil beranjak.       “aku ikut,” ujarnya sambil ikut berdiri.       “bukannya kamu ada janji dengan Tian?”        “dia bisa nunggu. Telat dikit kan gak apa-apa,” balasnya sambil berjalan di sebelahku.       “janji itu harus ditepati. Aku benci orang yang ingkar janji,”       “baiklah, aku anter kamu sampai depan perpus. Aku Cuma pingin waktu lebih lama denganmu,” jawabmu sambil menggodaku.       “ih kamu yaa, gombal banget mulutnya” cebikku kesal. Sang penggombal hanya tertawa melihat tingkahku.       “kamu lucu banget ya ternyata,” kekehnya.        “gak, aku bukan badut tau,” kesalku karena ditertawakan. Emang apanya yang lucu? Rutukku. Tiba-tiba saja ponsel Daniel berdering. Ia melihat ponselnya sekilas.       “sepertinya aku harus pergi,” ucapnya sambil menatapku.       “dia udah nungguin kan. Udah sana pergi. Gak usah nganterin aku ke perpus,”       “oke, biar kamu gak benci sama aku gara-gara gak nepatin janji,” kekehnya sambil mengacak rambutku. Setelah itu di menjauh sambil melambaikan tangannya. Aku merasa pipiku memanas. Aku mengedarkan pandanganku, berharap tidak tidak ada yang melihatku dan Daniel barusan. Kurapikan rambutku yang diacak-acak Daniel, lalu berjalan kembali menuju perpustakaan.       Perpustakaan lumayan sepi. Hanya terlihat beberapa orang yang sibuk mengerjakan sesuatu. Well, sekarang memang bukan musim ujian sih. Biasanya perpustakaan akan penuh ketika musim ujian tiba. Terlambat sedikit, gak akan kebagian tempat duduk.       Kucari buku tentang estetika desain yang berada di rak paling ujung. Paling ujung ruangan tepatnya. Tempat yang paling sepi dan jarang orang lewat. Kutelusuri rak demi rak, buku demi buku. Namun, yang kucari belum juga ketemu. Samar-samar, kudengar suara seperti orang yang sedang berciuman. Walau pelan, bisa kudengar suara desahan perempuan. Sontak aku melihat sekelilingku. Siapa yang berani melakukan hal m***m di dalam perpustakaan. Karena rasa penasaran, kucari sumber suara itu.      Sepertinya ada dibalik dua rak buku dibelakangku. Di tempat paling pojok, kulihat kaki seseorang terjulur. Kutarik napas pelan, memberanikan diriku untuk memarahi mereka. Ketika kuhampiri, aku terkesiap kaget. Melihat seorang perempuan sedang duduk diatas pangkuan lelaki saling berpelukan. Bajunya terbuka memperlihatkan bra miliknya. Pinggangnya dipeluk oleh lelaki tersebut, sedangkan sebelah tanganya berada di p****t perempuan itu.      Mereka melihat kearahku, terkejut karena tertangkap basah. CHRISTIAN! Aku melihat wajah lelaki itu ternyata memnag Chris. Mata kami saling bertemu. Aku langsung pergi meninggalkan mereka, keluar dari perpustakaan. Aku berjalan cepat menuju ruang kelas. Aku akan menunggu kelas selanjutnya disana saja. Ketika sampai area loker, seseorang mearik tanganku dan kurasakan tubuhku menabrak loker.     “aww,” rintihku kesakitan. Kurasakan dua tangan berada disebelahku. Memenjarakanku diantara loker dan tubuhnya.     “kenapa kau lari?” tanyanya parau.     “minggir Chris. Aku mau lewat,” ketusku. Mata kami bertatapan cukup dekat. Aku bahkan bisa merasakan napasnya diwajahku.     “dilihat dari dekat, kau cantik juga”     Chris menatap wajahku lekat. Menatap mataku, lalu pandangan matanya turun ke bibirku kemudian menatap mataku lagi.     “jadilah pacarku” bisiknya. “aku bisa membuatmu merasakan kenikmatan yang belum pernah kau rasakan,” ia mengelus pipiku lalu menyentuh bibirku ke ibu jarinya.     “aku gak sudi jadi pacarmu,” jawabku tegas     “sok jual mahal, heh,”balasnya sambil menyeringai.     “minggir,” kali ini aku berusaha mendorongnya menjauh. Namun nihil, kekuatanku tak sebanding dengan tubuhnya. “kubilang minggir” ucapku lagi dengan mendorong keras. Ia meraih tanganku dan menahan di kedua sisi.     “aku akan jadi yang pertama untukmu, aku bisa jamin itu” ucapnya percaya diri     “jangan harap aku mau denganmu playboy!”     “mau bertaruh denganku? Akan kubuat kau jatuh cinta denganku”     “tidak akan pernah!” jawabku sambil menendang kakinya keras. Chris melepaskan tanganku dan mengerang kesakitan. Kugunakan kesempatan ini berlari.     Aku bersembunyi di toilet wanita. Takut kalau Chris masih mengejarku. Oh gosh, apa-apaan itu barusan, wajah kami dekat sekali. Kupegang dadaku, berusaha menenangkan detak jantungku yang bertalu-talu. “Tenanglah jantungku, aku belum mau mati muda karena kau berdetak begitu kencang. Kenapa efek Chris bisa seperti ini padaku,” ucapku pelan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD