Newcomer

1694 Words
            Tidak terasa waktu cepat sekali berlalu. Banyak kegiatan yang kami lakukan dalam 1 hari. Bermain bowling, kafe, karaoke hingga bermain di game corner. Mereka orang-orang yang menyenangkan, apalagi Tian dan Arya. Mereka ada duo konyol, ada saja tingkah dari mereka yang membuatku tak berhenti tertawa.             “ah, sepertinya sudah malam. Aku harus pulang..” ujarku menghentikan mereka yang hendak menuju taman kota.             “sudah mau pulang? Tapi ini belum terlalu malam Giselle” tanya Tian.             “ya, aku sedikit capek” jawabku jujur.             “kalau begitu biar kuantar pulang,” Tian dan Arya bicara bersamaan.             “hei, aku yang menawarinya duluan!” protes Tian             “aku yang duluan, kamu ngikutin aku!” Arya tak mau kalah             “Giselle, maaf aku gak bisa anterin kamu pulang. Rumah Kiana agak jauh dari sini. Aku harus mengantarnya dulu.” Sela Rio.             “gak apa-apa Rio. Ini cukup dekat dari rumahku. Kamu antar saja Kiana sampai rumah,” ucapku tersenyum pada Kiana. “Maaf Giselle” ucap Kiana sedih. Aku menggelengkan kepala lalu memeluk Kiana.             “Giselle, kau memilih siapa? Aku atau Tian?” Arya melempar pilihan padaku sambil mengedipkan matanya. Aku terkekeh melihatnya.             “Arya, kau antar Tian saja. Aku bisa pulang sendiri. Sampai jumpa,” ucapku tersenyum sambil melambaikan tangan menjauh. Aku masih mendengar teriakan mereka dibelakang memanggil namaku. Mereka heboh sekali. Aku sepetinya menyukai mereka.             “biar aku yang nganterin” Daniel berlari meninggalkan teman-temannya untuk menyusulku.             Aku sedang berjalan menju terminal bus, tiba-tiba saja ada tangan yang menarikku. Tubuhku tidak siap dengan kejutan dan hampir saja aku mengayunkan tasku ke wajah seseorang.             “Daniel? Ada apa menyusulku?” tanyaku heran karena Daniel menyusulku cukup jauh.             “aku antar kamu pulang” tawarnya             “gak perlu. Aku bisa naik bus..” tolakku halus             “sebagai permintaan maafku tadi yang udah salah paham sama kamu. Please?” mohonnya padaku. Aku sebenarnya gak mau ngerepotin Daniel nganterin aku pulang. Toh, naik bus Cuma 10 menit aja. Tapi dia menyusul dari taman  tadi ke tempatku berada sekarang. Merasa tak enak kalau menolaknya.             “oke. Maaf ngerepotin ya,”             “gak apa-apa, tunggu disini ya. Aku ambil mobilku dulu,” ujarnya sambil berbalik. Aku mengangguk sambil memperhatikannya berlari kecil kearah parkiran dekat taman. Lagi-lagi aku merasa tak enak karena membuatnya bolak-balik kesana kemari. Tak lama kemudian, dia sudah datang di depanku.            “ayo, masuklah ke mobilku,”katanya dibalik kaca mobil yang diturunkan sedikit. Dengan cepat ku menghampirinya lalu masuk kedalam mobilnya.            “Giselle, maaf aku tadi menuduhmu” ucapnya tiba-tiba.             “gak apa-apa. aku tau kok,” jawabku sambil berbisik. Mendengar jawabanku yang sedikit gak nyambung, ia melirikku sekilas. Ia hanya tersenyum kecil melihatku yang berusaha untuk membuka mata.             “kayaknya kamu capek banget ya” gumam Daniel.             “Giselle, setelah ini belok mana? Apa lurus saja?” tanya Daniel sambil sedikit menaikkan suaranya. Aku yang nyaris tertidur langsung tersentak bangun. Segera ku mengerjap-ngerjapkan mataku. “setelah lewat jalan ini lurus saja. Rumahku keempat dari kanan,” jawabku sambil bersiap-siap.             “oke,”responnya.             “makasih ya Daniel udah mau repot-repot anterin aku,” kataku sambil membuka pintu mobil. Belum, sempat kubuka pintu, Daniel menarik tanganku lagi. Aku menatapnya heran. apa menarik tangan adalah hobinya??         “emm, bisakah aku meminta nomor ponselmu?” ucapnya penuh harap. Aku mengernyitkan dahiku. “untuk apa?”         “kita sekarang teman kan? Kamu aja tadi tukeran nomor dengan Tian dan Aryai,” bujuknya. “untuk lebih dekat lagi,” tambahnya. Dia memohon melalui tatapannya.         “oh, oke” ucapku. Siapa yang tidak luluh dengan tatapan yang menggemaskan itu. Setelah kita bertukar nomor. Aku mengucapkan selamat malam padanya dan dia kembali melajukan mobilnya setelah melihatku masuk kedalam rumah. Aku langsung masuk kedalam kamar dan tidak menghiraukan ibuku yang memanggilku. Badanku sudah lelah menghadapi ocehan ibuku saat ini. Ku memilih untuk segera berbaring di kasur sambil menatap langit-langit. Mencoba mencerna yang sudah terjadi hari ini. Tiba-tiba hpku berbunyi. Ternyata sebuah pesan masuk dari Daniel.             Daniel             ‘Hei,sudah tidur’ 21:42             ‘belum’ 21:42             Daniel             ‘Lagi ngapain sekarang’?21:43             ‘Lagi tiduran aja. Kanu udah sampai rumah?’21:45             Daniel             ‘Udah. Baru aja nyampai’ 21.45             .... `           Daniel             ‘Besok kuliah sampai jam berapa? Ketemu yuk?’ 21:47             .... ....             ...             Sudah lebih dari 5 menit tapi Yura belum juga membalas pesanku. Apa dia udah tidur ya? batinku.             Daniel             ‘selamat tidur Yura’21:56             ‘Mimpi indah’ 21:56 ***             Drrrt... drrrt... drrt... drrt             Handphone ku terus bergetar sejak tadi. Ku meraba-raba meraaih ponselku di nakas. Kuangkat telpon tanpa melihat siapa yang yang menelponku.             “halo” ucapku parau             “Gis!kau bolos kuliah Mr. Choi?” teriak suara disebrang sana.             “Anna, kelas Mr,Choi jam 10 kan? Sekarang masih pagi”             “kamu gak baca chat grup?! Jamnya dimajukan jadi jam 8”             “apa?!”             “Tinggal 10 menit lagi Gis. Jangan sampai terlambat. Kamu tahu Mr. Choi gak suka mahasiswa yang lambat.” Aku langsung menutup telponku dan langsung menuju kamar mandi. Aku mandi cepat dan mengambil baju secara asal dari lemariku. Begitu selesai kusambar tas dan langsung berlari kebawah. Ibuku yang sedang menata sarapan di meja melihatku terburu-buru. “Giselle, kamu gak sarapan dulu!” teriak ibuku dari dari dapur.         “aku udah telat ke kampus! Teriakku dari jauh. Kudengar ibuku meneriakan sesuatu. Aku gak tahu apa itu. Konsentrasiku sekarang adalah berlari ke kampus. Aku gak mungkin menunggu bus, karena pemberangkatan selanjutnya aku harus menunggu sekitar 20 menit lagi. Berjuanglah kakiku... ***              Hosh..hosh.. sedikit lagi aku hampir sampai ruangan kelas. Aku juga sudah mencapai batasku berlari.             BRAK! Kubuka pintu kelas dengan agak keras. Semua mata terkejut melihatku. Kulihat sekeliling kelas, sepertinya Mr. Choi memang belum datang, aku merasa sangat lega. Aku berjalan kearah Anna lalu duduk di sebelahnya.             “kamu hampir aja terlambat,” ucap Anna lega sambil mengambil tisu dalam tasnya lalu mengelap keringatku.             “Mr. Choi.. hh.. malah.. belum datang,” ucapku masih tersengal-sengal.             “tunggu satu menit lagi. Mr.Choi kan terkenal dengan manusia tepat waktu,” balas Anna.             Dan benar saja. Tak lama setelah aku masuk, Mr.Choi menyusul masuk kedalam dengan membawa dua orang lelaki dibelakangannya.             “selamat pagi semua,” sapa Mr.Choi sambil mengedarkan pandangannya. Kami semua balas menjawab salamnya.             “kali ini kita kedatangan dua mahaiswa baru di jurusan kita. Silakan perkenalkan diri kalian,” ucap Mr.Choi pada dua orang baru.             “Hai, aku Kevin Sebastian,” ucapnya sambil tersenyum ramah. Para perempuan di kelasku mulai heboh melihat senyuman lelaki yang bernama Kevin itu. Well, senyumannya memang sangat manis dan dia juga lumayan tampan. Dia pasti bakal jadi rebutan para wanita disini.             “aku Christian Pranatya,” ucapnya sambil tersenyum lalu mengedipkan sebelah matanya. Sontak seisi kelas berteriak histeris karena perlakuan orang itu. Hmph, dia sepertinya tipe playboy. Matanya tiba-tiba bertemu mataku. Ia tersenyum kearahku. Ditatap seperti itu membuat salah tingkah, aku segera mengalihkan pandanganku kearah lain.             “cukup. Silakan kalian cari tempat duduk. Waktuku sudah terbuang 3 menit untuk mengajar,” sela Mr.Choi. Mereka cepat-cepat ke arah tempat duduk mereka. Kevin duduk di sebelah Anna, sedangkan Christian persis berada di belakangku.             Kelas Mr.Choi berlangsung dengan sangat membosankan. Ditambah lagi dengan bisik-bisikan dan cekikikan perempuan di belakangku membuatku semakin tidak berkonsentrasi. Sekali aku memelototi mereka, namun mereka malah memelototiku. Aku merasa kesal sendiri. Aku menekan pulpenku kasar keatas buku. Aku sangat berharap kelas Mr.Choi segera selesai. Untungnya, ketika aku berharap seperti itu, Mr.Choi menyudahi kelasnya karena beliau ada urusan lain.             Aku menghela napas lega karena bisa terlepas dari kebosananku. Namun tiba-tiba, Kevin si murid baru, menyela aku dan Anna.             “anu, bisakah kalian mengantarku ke kafetaria? Aku lapar karena belum sarapan?” ujarnya sambil tersenyum malu-malu. Ya Tuhan, senyumnya benar-benar melelehkan, batinku dalam hati. Kulihat Anna membuka mulutnya lebar-lebar melihat senyum Kevin. Aku menyikut lengan Anna agar dia sadar.             “iya. Aku bisa anterin kamu kemanapun Kevin!” jawab Anna senang. “iya kan Gis? Kita anterin Taehyung keliling kampus?” tanyanya lagi padaku.             “Hah!” kagetku. Keliling kampus, gak salah. Tadi pagi aku udah lari maraton ke kampus, sekaranga harus nganterin keliling kampus yang luasnya tiga kali lapangan bola?! Bisa copot kakiku. Pekikku dalam hati.            “gak harus keliling kampus. Cuma ke kantin aja,” ralat Kevin.             “ayo,” balasku lega. Syukurlah bukan untuk keliling kampus.             “kamu juga ikut kan Chris? eh?” Kevin heran karena Chris sudah tidak ada dibelakang. Dia sudah berjalan lebih dulu dengan diikuti beberapa perempuan. Kami sudah berada di Kantin dengan makanan masing-masing di meja. Kevin orang yang cukup ramah dan baik. sesekali, pandangan iri mengarah tempatku berada. Beberapa perempuan juga menghampiri meja kami untuk sekadar menyapa Kevin. Aku merasa kasihan pada Kevin yang merasa gak nyaman karena banyak orang yang menganggunya makan.             “kau disini Kev. Aku mencarimu kemana-mana,” suara itu datang menghampiri. Chris mendatangi meja kami dengan diikuti satu perempuan.             “kau yang pergi duluan CHRIS, kau pergi kemana tadi”ucap Kevin dengan mulut penuh makanan. Tapi Chris tidak menjawab Kevin. Ia malah tersenyum kearah perempuan yang ada disebelahnya.             “terima kasih udah nganterin aku, cantik” Chris mengecup kilas bibir perempuan yang mengantarnya. Perempuan tersebut tersipu malu sekaligus kegirangan.             “tidak apa-apa. Kalau butuh aku, telpon aja,” ucapnya genit pada Chris. Ia kemudian pergi menjauh.             “Kau dari mana Chris?” tanya Kevin lagi.             “aku habis bemain di taman belakang dengannya,” jawabnya santai sambil mencomot makanan milik Kevin.             “waaah, sejak hari pertama kita kau sudah dapat satu,”             “tentu, dia sepertinya juga lumayan. Aku akan mengajaknya lagi nanti malam. Kau ikut Tae?”             “sepertinya tidak malam ini. Aku ada urusan”             Chris lalu menatap kearahku dan Anna.             “kalian teman Kevin?” tanya Chris pada kami berdua.             “ya. Kami baru saja berteman. Aku Anna” ucap Anna sambil tersenyum pada Chris. Sedangkan aku tidak menjawab dan fokus pada makananku. Merasa ditatap seseorang, aku mendongakan kepalaku. Ia menuntut jawaban dariku.             “apa?” tanyaku ketus. Chris tersenyum menyeringai             “aku yakin kita belum berkenalan sebelumnya,” balas Chris masih tersenyum             “Giselle,” singkatku, jelas dan padat.             “Giselle!” tiba-tiba ada yang berteriak memanggil namaku. Kulihat kearah pintu kantin Kiana melambaikan tangan sambil mendekatiku.             “Waaah! Siapa dua lelaki tampan ini? Jadi yang mana pacar pertamamu Giselle?” Kiana antusias melihatku duduk bersama dua orang tampan. Segara kutarik tubuh Kiana dan membekap mulutnya.             “ahahaa.. kamu ngomong apa sih Kian,” aku berusaha mengalihkan pembicaraan, tapi sepertinya terlambat. “pacar pertama? Jadi kamu belum pernah pacaran Giselle?” Kevin melotot kaget. Ia tidak menyangka jika Giselle, yang dia yakin seumuran dengannya belum pernah pacaran. Aku memanyunkan bibirku. Aku gak mau semua orang tahu kalau aku belum pernah pacaran sama sekali. Aku mendelik marah kearah Kiana yang dibalasnya dengan cengiran bersalah. “tidak sama sekali. Aku temannya sejak SMP. Dan belum pernah melihatnya pacaran dengan siapapun,” tambah Anna dengan polosnya. Aku hanya semakin menundukkan wajahku. “menarik sekali” sahut Chris yang tersenyum padaku. Aku bergidik melihat senyumannya. Entah apa arti senyumannya itu. Firasatku itu bukan hal yang baik.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD