Satu - Pregnant

1400 Words
Dua bulan kemudian. *** Akhir-akhir ini Re merasa kalau dirinya tak enak badan, kadang mual, tidak bisa mencium bau yang menyengat, dan juga ia sudah telat dua bulan. Wanita itu pun langsung ke apotek untuk membeli tespek, berharap dugaannya salah, ia tidak mungkin hamil, tidak mungkin hanya sekali melakukan bisa langsung jadi, tetapi setelah diingat-ingat bahwa ia melakukan hal itu ketika masa suburnya, dan berdasarkan hasil browsing di internet kemungkinan hamil amat besar. Setelah pulang dari apotek, ia langsung pulang dan mengeceknya dengan segera. Dengan perlahan Re melihat alat tes kehamilan itu dan ternyata garis dua biru, apa yang ia duga ternyata membuahkan hasil. Re memukul perutnya yang masih datar, ini adalah kesalahan yang fatal, andai saja ia lebih bisa menahan dirinya saat itu pasti semuanya tidak akan seperti ini. Nasi telah menjadi bubur, tidak ada gunanya menyesali yang telah terjadi. Ia pun segera keluar dari kamar mandi, tujuannya sekarang adalah kantornya Kerl, ia harus meminta pertanggungjawaban laki-laki itu, biar bagaimana pun juga anak yang dikandungannya ini adalah darah daging Kerl. Apa kata orang tuanya dan orang-orang di kampung kalau tahu Re hamil di luar nikah? Pasti orang-orang akan beranggapan buruk tentang pergaulannya di Ibukota. Ia belum memberitahu orang tuanya kalau saat ini ia sudah dipecat dan belum mempunya pekerjaan pengganti. Setelah sampai di kantor, Re langsung ke ruangan Kerl, dan di depan ruangan itu sudah ada sekretaris baru ternyata. "Maaf, Bu, tidak bisa asal langsung masuk," ujar wanita itu saat mencegat Re yang hendak masuk ke ruangan Kerl. Re menajamkan matanya, ia tidak suka kalau dirinya dilarang-larang seperti ini, apalagi oleh sekretaris baru yang bahkan belum tentu lebih baik dari dirinya. "Bisa diam enggak? Saya ada urusan sama bos kamu, mending kamu duduk dengan benar. Paham?" Belum sempat sekretaris itu mengeluarkan suara, Re langsung membuka pintu tanpa mengetuk terlebih duhulu, dan sang sekretaris itu pun ikut masuk, ia minta maaf kepada atasannya itu karena tidak dapat menahan perempuan itu untuk masuk. "Maaf, Pak, saya tadi sudah melarang dia masuk." Kerl mengangguk. "Tidak apa-apa." Sekretaris itu pun permisi untuk kembali ke mejanya. Re mengeluarkan alat tes kehamilan dari dalam tasnya dan ia lempar ke mantan atasannya itu. Kerl pun melihat benda itu, dan matanya membulat sempurna saat melihat garis dua biru di sana, ia masih ingat kalau saat itu ia khilaf memasukkan spermanya ke dalam, ia lupa untuk menyemburnya keluar karena terlalu menikmati, dan ia pun lupa memakai alat pengaman. Namun, ia masih tidak menyangka hasil perbuatan hanya sekali bisa langsung hamil, apa dirinya dan Re sesubur itu? Kerl meletakkan benda itu di atas meja, lalu menatap Re dengan tatapan datar. "Kamu hamil? Dan mau minta pertanggungjawaban saya? In your dream, Sayang. Ingat, saya punya istri yang sangat saya cintai, saya tidak mungkin mengkhianati, kalau kamu ingin saya bertanggung jawab, oke sayang akan tanggung jawab, tapi bukan menikahi kamu, karena saya tidak pernah menyukai kamu, Renashila. Bentuk pertanggung jawaban saya adalah saya akan membiayai anak itu dari sekarang sampai dia besar nanti." Re terkekeh pelan mendengar ucapan Kerl yang benar-benar tidak punya hati. "Bapak Kerl yang terhormat, pertama bukan pertanggung jawaban seperti itu yang saya inginkan, saya ingin Bapak menikahi saya, anak ini butuh sosok ayah, dan saya tidak ingin dipandang buruk oleh masyarakat karena hamil di luar nikah. Kedua, apa kata orang tua saya kalau tahu saya merantau ke Jakata justru dihamili oleh mantan bosnya? Bapak enak tinggal bikin, sedangkan saya yang harus menanggung beban ini sendirian? Di mana hati nurani Bapak sebagai manusia? Di mana hati nurani Bapak sebagai ayah dari anak yang saya kandung?" Kerl mengacak rambutnya frustasi. "Gugurkan saja, maka semuanya akan beres, oh atau kamu uang? Sebutkan nominalnya, seratus juta? Satu miliar? Satu triliun? Atau berapa? Cepat sebutkan, Renashila Kanaya. Saya tahu yang ada di otak kamu, kamu sengaja menggoda saya, biar saya menikahi kamu, dan kamu bisa menyandang status Nyonya Grissham, agar kehidupan kamu naik derajat, iya kan? Kamu tidak ada bedanya dengan wanita-wanita yang ada di kehidupan saya dulu, Re." Re semakin kesal karena Kerl benar-benar tidak tahu diri, jelas-jelas dulu dia yang memancing duluan. "Oh pura-pura amnesia? Lupa siapa yang mulai duluan? Begini ya, Bapak Kerl yang terhormat, kalau Bapak tidak mau bertanggung jawab saya akan temui Ibu Elleana dan saya akan ceritakan semuanya ke dia." Re pun meraih alat tes kehamilan itu dan saat dirinya mau keluar dari ruangan, tiba-tiba Kerl menahan tangannya. "Kamu ingin saya menikahi kamu, kan? Baiklah, kita nikah siri, jangan sampai ada yang tahu pernikahan kita, apalagi istri saya," ujar Kerl dengan enteng, tidak ada satupun perempuan yang mau menikah dengan cara seperti itu, apalagi Re mempunyai impian agar pernikahannya dihadiri oleh ribuan tamu undangan dan semua orang memberikan selamat atas pernikahannya, bukan dengan cara sembunyi-sembunyi seperti ini. "Tidak, bukan cara seperti itu yang saya inginkan. Saya tetap mau menikah secara resmi, walaupun saya hanya istri kedua, saya tidak mau dianggap wanita simpanan," tegas Re yang semakin membuat Kerl bingung. Pasalnya, Elleana yang merupakan perempuan yang ia nikahi satu tahun lalu itu benar-benar tidak mentolerir pengkhianatan dan ia tidak mau dimadu. Sebelum menikah, mereka sudah berpacaran selama satu tahun, jadi ia sudah cukup mengenal istrinya. "Re! Kamu paham apa yang saya omongkan? Saya mempunyai seorang istri yang amat saya cintai, saya tidak bisa meninggalkan dia! Kamu paham apa yang saya katakan?!" Re mengangguk. "Lalu Bapak mau korbankan anak kita? Bapak mau korbankan saya untuk keegoisan Bapak? Kalau saya tidak hamil, saya juga tidak akan datang ke sini untuk minta pertanggung jawaban, Bapak menghamili sa—" Tiba-tiba pintu terbuka dan seorang wanita cantik yang elegan berdiri di ambang pintu. "Siapa yang menghamili siapa?" Ia cukup terkejut karena kedatangannya langsung disambut oleh perkataan yang membuatnya mengernyitkan dahi. Elleana melihata sesuatu yang ada di genggaman Re. Ia pun langsung merampasnya dan memperhatikan baik-baik tanda dua garis biru yang terpampang nyata. "Ini punya kamu, Re?" Re hanya diam, sedangkan Kerl sudah frustasi dengan kedatangan istrinya di saat yang tidak tepat. Keterdiaman Re dan Kerl membuat Elleana paham sekarang, tanpa mereka menjawab, ia sudah bisa mengambil kesimpulan bahwa Kerl menghamili Re, mantan sekretarisnya. Re bekerja dengan Kerl selama tiga tahun, jauh sebelum ia menjalin hubungan dengan Kerl, dan selama ini hubungan Elleana dan Re cukup baik, bahkan ia telah menganggpa bahwa Re ini seperti adiknya sendiri. Elleana menyeka air matanya yang tiba-tiba terjatuh, lalu ia melayangkan sebuah tamparan keras ke wajah Re. "Salah saya apa, Re? Apa selama ini perlakuan saya tidak menyenangkan sampai kamu merebut suami saya? Saya tidak pernah mengambil apa yang kamu punya, tapi kenapa kamu mau mengambil apa yang saya punya?" Kata merebut itu sangat tidak pantas untuk diberikan kepada Re, ia memang menyukai Kerl, tetapi bukan berarti ia ingin menjadi pengganggu rumah tangga orang. "Kata merebut sama sekali tidak pantas untuk disandangkan kepada saya, sebelum Ibu menuduh, sebaiknya bertanya terlebih dahulu siapa yang salah atas semua ini." Elleana tersenyum tipis. "Saya percaya sama kata-kata ini, tidak ada kucing yang menolak kalau dikasih ikan, saya rasa kamu sangat paham dengan istilah itu." Elleana paham bagaimana sifat suaminya ini, ia adalah laki-laki yang tidak bisa mengendalikan nafsunya jika sudah menginginkan sesuatu harus sampai tuntas. Dan ia tipe yang tidak menerima pengkhianatan apa pun bentuknya. "Sepertinya Ibu masih belum paham," ujar Re dengan sarkas. "Baiklah, saya akan menceritakan semuanya." "RE!" bentak Kerl yang sama sekali tidak dipedulikan oleh Re. Re pun langsung menceritakan semuanya kepada Elleana, ia harus tahu cerita yang sebenarnya, ia memang bersalah dalam hal ini, tetapi semua ini bukan murni kesalahannya. *** Elleana syok saat mendengar cerita dari dari Re, ia pun langsung menoleh ke arah suaminya. Ia berharap kalau apa yang dikatakan oleh perempuan ini adalah hoax. "Kerl, apa benar yang dikataka sama Re?" Kerl menggeleng. "Itu semua bohong, aku juga tidak tahu kenapa dia datang ke sini dan mengatakan bahwa hasil di tespek itu adalah perbuatanku, padahal aku sama sekali tidak pernah menyentuhnya, kamu tahu kan, aku pecat dia karena bekerja di sini tidak profesional, bisa saja dia memanfaatkan tespek itu utuk menyandang Nyonya Grissham dan menggeser kamu sebagai istriku." Re yang mendengar penuturan Kerl langsung menangis dan ia berlari keluar ruangan, ia benar-benar tidak menyangka bahwa kesalahan semalam bisa berakibat fatal seperti ini, ia tidak tahu harus seprti apa? Apa ia harus siap menanggung malu atas perbuatannya? Apa ia sanggup menjawab ketika anaknya tumbuh besar dan bertanya tentang ayahnya? Semuanya begitu rumit dan sangat membingungkan, kalau bisa memutar kembali waktu, ia tidak akan mau melakukan hubungan terlarang itu dengan suami orang. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD