2. MINERVA

1599 Words
Kepalanya beberapa kali terantuk jendela saat mobil yang ditumpanginya melewati jalan bebatuan. Gadis itu merenggut sambil menatap kearah luar jendela. Suasana hatinya sedang sangat kacau dan dia kesal. Seorang wanita paruh baya yang duduk di kursi penumpang di depannya melihat ke belakang, menatapnya dengan ekspresi khawatir. "Ayolah, Minerva. Kota ini tidak terlalu buruk. Kamu akan punya kamar besar dan banyak mainan!" hibur wanita paruh baya itu yang merupakan ibu dari seorang gadis berusia 10 tahun bernama Minerva. Minerva masih membuang muka. Mendengus kesal, "aku tidak butuh ruangan besar dan banyak mainan jika aku tidak punya teman untuk bermain!" Soora-ibu Minerva menghela napasnya. "Ayah berjanji kita akan kembali ke rumah kita sebelumnya setelah pekerjaan ayah disini selesai, bagaimana?" "Pekerjaan ayah selesai itu kapan tepatnya? Aku tidak ingin diberikan harapan palsu seperti sebelumnya!" Ayah dan ibu Minerva tertawa bersamaan, "Kenapa? Kenapa kalian tertawa? Benar, kalian berbohong padaku lagi!" Minerva cemberut sampai pipi tembamnya menggembung. "Tidak sayang, kami tidak berbohong kali ini. Kita akan kembali setelah pekerjaan ayahmu selesai. Kamu bisa bermain bersama teman-teman mu lagi." Mata bulat Minerva berbinar, dengan senyum merekah di bibirnya. Minerva beranjak dari tempat duduknya, menghampiri ibunya. "Benarkah?" Ibu Minerva mengangguk membuat Soora berteriak kegirangan. Minerva mencium pipi ibunya dan ayahnya bergantian. "Terimakasih ayah, ibu!" Tidak lama mobil mereka sampai di sebuah rumah tua yang besar. Dari luar terlihat jika rumah itu tidak terawat dan menyeramkan. Minerva menatap rumah besar dihadapnnya dengan takut. Minerva bersembunyi di belakang tubuh ibunya."Ibu... Apa kita akan tinggal disini?" Ibunya mengangguk, sedangkan ayahnya-George mengangkut koper dan barang-barang lainnya keluar dari mobil. Minerva meremas baju ibunya, "Aku tidak mau tinggal disini bu. Rumahnya menyeramkan, Minerva takut. Ada hantunya bu." Soora-ibu Minerva tertawa, "Tidak ada yang namanya hantu, sayang." Soora menggandeng tangan anaknya, membawa Minerva masuk kedalam rumah baru mereka. Minerva menyeret kakinya, tampak sangat enggan masuk kedalam perkarangan rumah. Kepalanya melirik ke kanan-kiri, melihat halaman rumah yang luas dan menyeramkan baginya. "Buu... aku ingat, ini seperti rumah yang ada di film horor yang kemarin ku tonton! Aku tidak mau masuk!" Soora tidak mendengarkan ucapan anaknya yang terus merengek tidak mau masuk kedalam rumah. Soora membuka pintu besar rumah itu, refleks Minerva memejamkan matanya. "Uhh... Sedikit berdebu. Mungkin kita harus memanggil seseorang untuk membantu ku membersihkan debu-debu ini." Mata Minerva perlahan terbuka. Matanya membesar, mulutnya terbuka lebar, "Tutup mulut mu, Minerva! Atau kamu akan memakan debu." Mendengar perkataan ibunya, Minerva kembali menutup mulutnya. Tatapannya pun beredar, melihat isi rumah yang ternyata diluar perkiraannya. Isi dari rumah besar yang tampak usang itu ternyata sangat mewah dan besar. Minerva memekik kegirangan. "Wahh!!! Aku tinggal diistana!" teriak Minerva. Minerva langsung berlari masuk kedalam, berkeliling, melihat setiap ruangan yang ada di rumah besar itu. Soora menggelengkan kepalanya melihat kelakuan putri semata wayangnya. Soora beranjak, membantu George-suaminya untuk memindahkan barang-barang dari jalan kedalam rumah baru mereka. Soora langsung merapihkan barang-barangnya dan membersihkan rumah. Minerva datang menghampiri kedua orang tuanya dengan berlari wajahnya terlihat sangat bersemangat dan senang, "Ayah!! Ibu!! Aku ingin kamar paling besar di sebelah sana! Kamarnya ada balkon dan jendela kaca... Sangat keren!" kata Minerva sambil menunjuk-nunjuk lantai atas, tempat dimana kamar itu berada dengan jari telunjuknya. Soora tersenyum lembut, "Tentu saja sayang, kamar itu milik mu!." "Terimakasih ibu!!".Teriak Minerva gembira, Minerva segera mengambil kopernya dan membawanya ke lantai dua, dimana kamarnya berada. Ibu dan ayah Minerva saling berpandangan, "Sepertinya dia tidak akan meminta kembali selama beberapa bulan karena kamar barunya." Kata Ayah Minerva, keduanya tertawa. Minerva mengeluarkan semua barang-barangnya dari dalam koper dan menatanya di kamar barunya. Dia tidak sadar karena terlalu asik merias kamar. Begitu ibunya memanggilnya untuk makan malam. Barulah Minerva sadar jika dia sudah menghabiskan banyak waktu untuk menghias kamarnya bahkan dia belum selesai menghiasnya. Mungkin besok Minerva akan melanjutkannya. Minerva turun dari kamarnya menuju meja makan, disana sudah tersedia banyak makanan kesukaan Minerva, seperti puding mangga, jus alpukat dan daging ayam panggang. Minerva duduk di salah satu bangku meja makan. Mereka berdoa lebih dulu sebelum makan. Setelah berdoa dengan tidak sabarnya Minerva melahap makanannya. "Apa kamu senang disini, Minerva?" Minerva mengangguk semangat menjawab pertanyaan Soora. "Ya!" "Mulai besok kamu akan sekolah, sebelumnya ibu sudah mendaftarkan mu di sekolah dekat sini." Minerva mengangguk dengan semangat. "Kalau begitu cepat habiskan makanan mu dan pergi tidur. Apa ibu harus menyanyikan lagu lullaby?" Soora menggoda anaknya. "Tidak! Aku sudah terlalu besar untuk itu." kata Minerva sambil merengut. Soora tertawa pelan, "Baiklah, bayi besar ibu." Setelah selesai makan malam, Minerva langsung menuju kamar. Minerva mandi dan mengganti pakaiannya, setelah itu dia berbaring di tempat tidurnya bersiap untuk tidur. Dia telah mematikan lampu kamar. Minerva menarik selimut hingga dadanya. Matanya menatap langit-langit ruangan yang dipenuhi dengan lampu kuning yang menggambarkan bintang dan bulan yang sangat indah dari lampu tidur. "Semoga besok aku mendapatkan teman di sekolah." gumam Minerva sebelum menutup matanya dan tertidur. *** Minerva bangun sangat pagi, bahkan orang tuanya pun belum bangun. Mungkin karena mereka lelah setelah melewati perjalanan yang panjang dan merapihkan barang-barang yang tidak sedikit. Minerva mandi saat fajar dan berpakaian. Kemudian dia turun untuk menyiapkan sarapan, dengan memanggang roti dan membuat pancake dengan adonan di lemari es yang dibuat Soora sebelum tidur kemarin. Usai membuat roti panggang dan pancake, Minerva menaruhnya di atas meja. Tidak lama kemudian Soora datang ke meja makan dengan wajah terkejut. "Wah ... Kamu memasak semua ini?" Minerva mengangguk bangga, meski bisa memasak, Minerva jarang pergi ke dapur bahkan hanya untuk merebus air. Namun hari ini ia tiba-tiba berinisiatif membuat sarapan, membuat Soora terkejut. "Aku terlalu bersemangat hari ini. Jadi tidak sadar bangun sangat pagi." jawab Minerva. Soora mengambil beberapa selai yang dimilikinya di lemari es dan menaruhnya di atas meja, lalu mengambil beberapa piring dan membuatkan s**u hangat untuk Minerva, kopi untuk suaminya George dan teh panas untuk dirinya sendiri. Minerva duduk di kursi meja makan menunggu George, ayahnya datang. Setelah George datang dan ikut duduk di kursi meja makan. Mereka mulai sarapan bersama. "Terima kasih sudah membantu ku memasak sarapan untuk kami, Minerva." Minerva mengangguk, "Apa ibu mau mengantarku ke sekolah? Aku belum tahu jalan di sekitar kota." tanya Minerva ragu dan malu-malu. "Tentu saja aku akan mengantarmu kesekolah!" Minerva tersenyum senang. "Terima kasih bu!" *** Di dalam kastil jauh di dalam hutan, Lucien duduk di singgasana, matanya melihat ke bawah ke tempat kerumunan orang berkumpul sambil membungkuk padanya. "Alpha, izinkan kami memperkenalkan diri kami. Nama saya Hanon Kane. Saya adalah beta baru dari The Depcrest Moon." Seorang pria bertubuh kekar, tinggi berkulit sawo matang dan berambut coklat berbicara. "Nama saya Benett Feivel, saya Gamma baru dari The Depcrest Pack, dan orang-orang di belakang saya adalah para warriors The Depcrest Pack." pria berambut hitam sekarang yang bergiliran berbicara, lalu menunjuk ke kerumunan di belakangnya. Warna kulit dan postur tubuh mereka hampir sama. Mereka kulit berwarna kecokelatan dan memiliki tubuh berotot yang mereka dapatkan setelah latihan keras yang mereka lakukan setiap hari. "Nama saya Charity Lingercia. Saya adalah seorang Delta yang baru. Saya juga merupakan warriors terbaik." Seorang wanita di tengah kerumunan melangkah maju dan memperkenalkan dirinya. Lucien mengangguk samar dengan wajahnya yang masih datar. Tatapannya beralih pada wanita paruh baya di depan barisan terakhir. "Nama saya Ifyn Surghes. Saya adalah kepala pelayan. Dibelakang saya adalah para pelayan yang bekerja di kastil The Depcrest Moon." Mereka memperkenalkan diri dengan kepala tertunduk karena mereka merasakan aura mengintimidasi yang terpancar dari kekuatan Lucien yang luar biasa. Lucien mengangguk, "Untuk beta, aku ingin kamu memastikan kehidupan para penduduk terjamin. Pedagang, buruh maupun warga biasa, Pemberian bantuan akan dikirimkan. Setelah kamu memberikan rincian keperluan dan biayanya padaku. Setelah tempat Alpha kosong untuk waktu yang cukup lama, perekonomian disini pasti memburuk. Aku akan memberikan dana pribadi ku untuk menyeimbangkan perekonomian." Kepala Hanon mengangguk cepat, "Baik Alpha, terima kasih atas kebijaksanaanya." "Gamma Benett, benar kan?" "Ya, Alpha." Jawab Benett dengan sigap dan lantang. "Aku akan memodali keperluan latihan dan biaya hidup para warriors untuk beberapa bulan ini, jadi latihlah para warriors dengan benar. Mereka yang bergabung dan mengabdi pada The Depcrest Pack akan di tanggung biaya kehidupannya dan keluarganya." "Baik Alpha, suatu kehormatan untuk saya bisa menjadi bagian The Depcrest Pack." "Setelah perekonomian stabil, kita akan menarik pajak para pedagang dan buruh untuk di alokasi pada para pekerja di kastil dan kebutuhan para warriors. Untuk jumlah pajak, akan di diskusikan lagi nanti." "Baik, Alpha." "Sekarang kalian pergilah." ucap Lucien yang membuat mereka melongo tidak percaya. Mereka kira perkenalan dan rapatnya akan berjalan memakan waktu yang panjang. "Maaf?" Hanon memberanikan diri untuk mendongak melihat kearah Lucien. Ia tercengang saat melihat raut wajah Lucien. Lucien memiliki wajah yang sangat tampan. Garis rahang yang kuat, bibir yang seksi, alis tebal, bulu mata yang lentik, mata tajam dan hidung yang mancung. Tapi bukan itu yang membuat Hanon tercengang sampai tidak bisa menggerakan tubuhnya. Selain karena ura mengintimidasi dan dominan yang sangat kuat. Mata tajam dan dingin milik Lucien terlihat begitu hampa dan lelah. Lucien menyandarkan kepalanya pada tangannya, melihat kearah kerumanan dibawahnya dengan datar tanpa ekspresi. Merasa ditatap seseorang, Lucien mengalihkan pandangannya, saat matanya dan mata Hanon-beta baru The Depcrest Pack bertemu. Dengan cepat Hanon mendudukan kepalanya. Mendadak tubuh terasa kaku dan tidak bertenaga hanya karena tatapan Lucien. Saat itu Hanon sadar dengan perbandingan kekuatan Lucien dan dirinya yang bagaikan langit dan bumi. "Apa ada yang perlu kita bahas lagi?" Lucien kembali bertanya. Suaranya terdengar begitu tenang, tajam dan dingin. Suara Lucien selalu membuat yang mendengarnya merinding ketakutan. Mereka semua menjawab serentak, "Tidak, Alpha. Terima kasih atas kebijaksanaannya." Lucien bangkit dari duduknya. Berjalan perlahan dan tenang meninggalkan suasana. Setelah beberapa saat Lucien telah meninggalkan singgasana, auranya masih terasa sangat kuat disana. 3 menit setelahnya, mereka baru sanggup pergi dari tempat mereka dengan cepat dan tertib. To Be Continue
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD