Bab 1
Suasana di sebuah rumah sakit begitu kacau balau karena baru saja menerima korban kecelakaan, Bus pariwisata yang mengalami rem blong dan masuk ke jurang.
Keadaan rumah sakit menjadi riuh dan ramai. Terdengar suara tangisan dan teriak yang membuat situasi semakin ruwet dan kacau. Terlihat seorang pria mengenakan pakaian jubah putih berlari langsung masuk ke ruangan IGD, dengan sigap pria tersebut segera menangani para korban kecelakaan Bus pariwisata itu. Cukup banyak pasien yang ditangani oleh pria tersebut sebelum kemudian keadaan mulai tenang walau isak tangis dan rintihan kesakitan masih sesekali terdengar tetapi semuanya sudah bisa terkendali.
"Akhirnya selesai juga Dok," ucap perawat yang membantu pria itu sedari tadi. Rupanya pria tersebut adalah seorang dokter.
"Iya akhirnya selesai juga, untung saja semua bisa kita tangani," sahut pria tersebut.
Sesaat kemudian pria itu melangkahkan kakinya menuju ke ruang kerjanya di rumah sakit itu.
Setelah melepaskan jas putih yang dipakainya lalu menaruh stetoskopnya di atas meja, pria itu lalu duduk di kursinya sampai menarik napas lega.
Dimas Anggara dokter umum berusia empat puluh tahun , Dimas mempunyai seorang istri bernama Dian Rahayu berusia tiga puluh tujuh tahun, seorang wanita Sunda yang lembut. Kehidupan rumah tangga mereka begitu bahagia dan harmonis apalagi mereka telah mempunyai seorang anak perempuan cantik berusia lima tahun.
Istri Dimas seorang guru yang mengajar di sebuah SMU swasta. Akhir-akhir ini Dimas merasa kehidupan rumah tangga terasa begitu menjenuhkan, kejenuhan setelah pernikahan tujuh tahun.
Dimas menikah dengan Dian karena saling cinta dan setelah berpacaran dua tahun, Dimas lalu memberanikan diri untuk melamar Dian karena waktu itu juga usia mereka sudah matang dan sudah siap untuk berumah tangga sehingga setelah merasa cocok Dimas melamar Dian dan diterima wanita itu.
Bagi Dimas, Dian lah wanita pertama baginya dan pria itu juga lelaki pertama bagi Dian. Hubungan suami istri antara mereka awalnya terasa canggung tetapi seiring waktu, rasa canggung hilang dan semua terasa baik-baik saja sampai kemudian akhirnya mereka mempunyai anak perempuan bernama Angel, gadis kecil kesayangan mereka berdua.
Walaupun begitu akhir- akhir ini Dimas merasa ada kejenuhan di dalam dirinya. Kehidupan seks dengan Dian terasa hambar, memang istrinya tidak pernah menolak Dimas setiap pria itu mengajaknya berhubungan intim dan seks rutin di lakukan oleh Dimas karena terus terang Dimas lelaki yang menyukai seks tetapi Dian istrinya adalah seorang wanita yang kolot dalam seks.
Satu-satunya posisi ketika mereka melakukan hubungan intim hanya dengan istrinya di bawah dan berbaring diam sampai Dimas akhirnya mendapatkan kepuasan. Awalnya Dimas menganggap itu terjadi karena Dian istrinya merasa malu tetapi setelah tujuh tahun pernikahan dan hanya melakukan posisi tersebut membuat Dimas jenuh. Pria itu merasa seperti bercinta dengan patung.
Gairah yang tadinya menggebu-gebu seketika padam ketika melihat istrinya pasif dan hanya menerima apa yang dilakukan oleh Dimas saja.
Sering kali Dimas mengutarakan keinginannya kepada Dian istrinya, meminta wanita itu agar lebih aktif dan tidak perlu malu tetapi tetap saja Dian seakan tidak mampu melakukannya, malah Dimas merasa istrinya seperti tertekan ketika di minta melakukan hal-hal nakal, ketika mereka sedang berduaan sehingga membuat Dimas akhirnya tidak tega dan kembali mereka ke titik awal. Dimas akui kepuasan masih di dapatnya tetapi ada sesuatu yang kurang membuat hubungan intim antara dirinya dan Dian istrinya terasa hambar.
Dimas melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul sepuluh malam, seharusnya ini sudah waktunya dirinya pulang ke rumah tetapi entah kenapa malam ini pria itu merasa enggan untuk cepat pulang malah bermalas-malasan di ruang praktiknya di sebuah rumah sakit swasta.
Pintu Dimas di ketuk dari luar, ketika Pria itu akhirnya memutuskan untuk bersiap pulang. Dimas terlihat mengerutkan keningnya, bingung kenapa bisa pintunya diketuk padahal setahu Dimas, tidak ada yang tahu bila dirinya masih di ruang praktiknya. Perawat yang biasa membantunya saja sudah pulang sedari tadi.
Ketukan di pintu kembali terdengar membuat Dimas akhirnya memutuskan untuk mengetahui siapa orang di balik pintu tersebut, pria itu mendekati pintu dan memutar gagang pintu untuk membukanya.
Seraut wajah yang dikenalnya berdiri di depan pintu dan tersenyum.
"Malam Dokter Dimas," ucap wanita cantik di depan Dimas.
"Malam Dokter Indri, ada apa ?, " Tanya Dimas bingung sekaligus penasaran.
Indri adalah rekan sejawatnya, sesama dokter. Wanita itu juga telah bersuami dan mempunyai dua orang anak. Suaminya seorang pengusaha.
Hubungan Dimas dengan Indri lumayan akrab karena mereka rekan kerja dan dulu Dimas sering membantu Indri ketika wanita itu kebetulan koas di rumah sakit tempat Dimas praktik. Umur Indri lebih muda dari Dimas lima tahun tetapi terus terang Dimas merasa Indri wanita yang pintar menjaga penampilannya. Walaupun wanita itu telah mempunyai anak tetapi tubuh Indri masih terlihat kencang dan seksi apalagi wanita itu senang menggunakan pakaian ketat dan pas di tubuhnya. Bagi Dimas rekannya itu wanita yang modis.
"Saya tadi lewat terus melihat lampu di ruang kerja Dokter Dimas masih menyala jadinya saya penasaran," jelas Indri sambil tersenyum lebar.
"Iya, seperti yang dokter Indri tahu tadi ada kecelakaan Bus sehingga kepulangan saya tertunda, saya hanya melepaskan lelah sebentar. Ini saya baru saja berniat untuk pulang," kata Dimas ramah.
"Dokter Indri belum pulang ?
"Berarti kita sama Dok karena sekarang ini saya juga baru mau pulang," jawab Indri.
"Kalau begitu mari kita sama-sama keluar ," ajak Dimas.
"Sebentar saya ambil tas saya dulu," ujar Dimas lalu kembali masuk ke ruangannya dan meninggalkan Indri yang masih berdiri di depan pintu.
Sesaat kemudian Dimas keluar dari ruang praktiknya setelah menutup pintu , kedua rekan sesama dokter itu melangkah perlahan-lahan menuju ke pintu keluar rumah sakit. Suasana rumah sakit sudah terlihat sepi hanya beberapa orang petugas saja yang masih ada.
"Dokter Indri malam begini baru pulang memang tidak di cariin suami" tanya Dimas setelah mereka lama diam.
"Suami saya sudah biasa Dok, risiko punya istri Dokter," jawab Indri lembut.
"Bawa mobil sendiri ?"
"Iya Dokter, bawa mobil sendiri."
"Tidak takut bawa mobil sendiri ?" Tanya Dimas kembali.
"Sudah biasa."
Tanpa terasa mereka sampai di parkiran mobil. Suasana parkiran malah lebih sepi lagi. Cahaya dari lampu yang berada di parkiran remang-remang.
"Biar saya antar sampai ke tempat mobil Dokter Indri di parkir," ucap Dimas.
"Makasih Dok, " sahut Indri, wanita itu lalu melangkah mendahului Dimas membuat pria itu melangkah dibelakangnya. Tanpa sadar mata Dimas tertuju pada goyangan pinggul Indri yang begitu menggoda.
Pria itu menelan ludahnya ketika merasa tenggorokannya kering. Udara malam yang dingin malah membuat darah Dimas terasa panas. Gairahnya bangkit hanya dengan melihat goyangan pinggul Indri yang begitu seksi lebih seksi dari pada istrinya Dian.
Dimas menggeleng kepalanya berusaha menghilangkan pikiran nakal yang hinggap di kepalanya. Berusaha menghilangkan pikiran gila yang meracuni otaknya sehingga membuat Dimas membayangkan hal yang tidak-tidak terhadap Indri.
"Nah, kita sudah sampai. Terima kasih Dok" ucap Indri sambil membuka pintu mobil miliknya.
"Eh, iy.. iya.. sama-sama," jawab Dimas gelagapan.
"Kalau begitu saya pulang dulu ya Dokter Dimas."
"Iya, hati-hati di jalan Dok," sahut Dimas.
Dimas masih berdiri memandangi mobil Indri yang menjauhinya, meninggalkan area rumah sakit. Pria itu lalu mengusap wajahnya sendiri berusaha menghilangkan pikiran nakalnya dan melangkah menuju ke mobilnya.