BAB 3

1457 Words
Harap hati makan dengan tenang dan damai siang ini, Garka malah terus menerus mencebik kan bibir nya. Alis tebal nya menukik tajam. Tak lupa helaan nafas dalam juga tak henti nya terhembus membuat Dami diam-diam terkekeh kecil. Garka duduk menyender ke tembok dengan kedua tangan terlipat di depan d**a. Pandangan nya menatap malas makanan di hadapan nya tanpa selera. Jika bukan karena rengekan Dami dan Ilo untuk meminta nya ke kantin kelas sepuluh, mana mau ia repot-repot ke sini. Cukup di lorong tadi saja ia risih dengan pandangan lapar dari semua perempuan. Sungguh menyebal kan. "Udah sih, Ka. Sekali-kali kita makan di kantin kelas sepuluh. Cari wajah baru gitu. Bosen gue tiap hari ketemu cewek senior mulu." Aldi yang posisi nya duduk di sebelah Dami lantas memukul tengkuk nya membuat cowok itu teraduh kencang. "Itu sih lo yang mau. Modus. Dasar playboy cap kampak." "Lo juga setuju-setuju aja tadi gue ajak." Dami tak mau kalah. Ia mencomot kentang goreng di piring Ilo. "Kentang gue!" "Minta satu." "Tapi lo ngambil nya lima bangsul!!" Dami terkekeh. "Sekalian." "t*i lo!!" Dami tertawa terbahak-bahak sambil menggebrak meja membuat perhatian yang sedari tadi terarah ke meja mereka kini semakin menjadi. "Dam, diem lo!! Gak liat apa muka-muka yang pengen makan lo idup-idup?" Aldi menunjuk wajah Garka dan Aiden dengan dagu nya membuat Dami meringis pelan lalu menyatukan kedua tangan di depan d**a. "Maaf Pak Ketua. Maaf Pak jutek." "Bacot!!" ucap Garka dan Aiden berbarengan. Dami cemberut lalu menyenderkan tubuh nya ke bangku kantin dengan kedua tangan terlipat di depan d**a. "Dede ngambek nih," ucap Dami dengan nada imut-imut b*****t. "Jijik, Dam!" hardik Ilo. "Bukan temen gue." lagi-lagi dua orang sepaket yang sama-sama dingin itu berbicara berbarengan. Dami semakin menekuk wajah nya. Tidak ada yang membela nya jika ia di bully seperti ini. Wajar saja, karena biasa nya ia yang mem-bully. "Rasain lo!!" Aldi dan Ilo mentertawakan Dami dengan sepenuh hati. Tawa kedua nya sangat menyita perhatian adik kelas terutama perempuan. Berbagai pasang mata menatap mereka berlima kagum plus terpana. Kapan lagi bisa melihat kelima pentolan SMA Garuda sedekat ini kan? Apalagi yang menurut kabarnya mereka sangat dikagumi di sekolah ini.  "Den. Mata lo bisa rusak. Simpen laptop lo. Makan." Aiden mengangguk lalu menutup laptop nya langsung. Ia tidak bisa membantah perkataan Garka karena aura intimidasi yang di keluarkan laki-laki itu cukup membuat bulu kuduk siapapun merinding seketika. Bahkan Ilo, Damian, dan Aldi yang sedari tadi becanda pun meneguk ludah nya saat mendengar suara rendah Garka yang membuat siapapun langsung patuh tanpa pikir panjang. Untung nya, Garka tidak menggunakan kelebihan nya ini untuk hal negatif. Ia selalu berbicara panjang dan dengan nada rendah untuk mengingat kan sahabat-sahabat nya terhadap kebaikan. Untuk itulah Aiden, Damian, Ilo, dan Aldi betah bersahabatan dengan Garka. Garka cukup tau diri untuk tidak melarang Aiden yang sudah kecanduan parah dengan game online. Namun, ia selalu memperingati Aiden jika sudah sangat terlewat batas. Ia tahu masa lalu Aiden menjadikan nya seperti ini. Jadi, Garka membiarkan nya asalkan Aiden masih ingat kesehatan diri nya sendiri. Suasana makan di meja lima pengurus utama Geng Zeus ini mendadak hening. Selalu saja seperti itu jika Sang Ketua sudah berbicara mengeluarkan taring nya. Membuktikan bahwa Garka bukan orang sembarangan. Jika mengusik hidup nya, siap-siap untuk tersiksa. Dami si pelawak Geng ini pun berinisiatif mencair kan suasana. Ia berdehem kencang sambil mengedarkan pandangan nya ke penjuru kantin yang berdominasikan anak kelas sepuluh. "CEWEK!!" Sontak saja semua perempuan di kantin itu menoleh. Kesempatan ini tak di sia-sia kan oleh Dami, Aldi, dan juga Ilo. Mereka bertiga menampil kan senyum tebar pesona membuat pekikkan terdengar samar. Sedangkan dua orang dengan ekspresi datar itu hanya diam menikmati makanan nya tanpa repot-repot untuk melirik siapapun. "Lo udah ada target?" tanya Aldi tanpa menatap Dami. Kedua nya tengah meneliti satu-satu wajah perempuan di sana. "Belum. Gue perlu analisis dulu." "Gaya lo t*i! Analisis apaan. Lo cewek model Bu Dori aja demen." Ilo tertawa tergelak. Tawa Ilo itu yang paling lucu di antara mereka membuat Aldi dan juga Dami ikut tertawa. Bahkan, Garka dan juga Aiden pun sekarang tengah mati-matian menahan tawa nya. "Gue kok ketawa gara-gara denger suara ketawa lo, Abilo," ucap Dami yang di angguki oleh Aldi. Ilo menghentikan tawa nya lalu mendelik. "Yeh, si dodol." Benar kan Dami adalah pencair suasana? Dia memulai semua nya dengan baik. **** "Duh itu ketawa mereka merdu banget ya. Pengen deh jadi bagian dari mereka. Bisa duduk bareng mereka." Anin terkekeh lalu mengaduk sedotan jus nya. "Mimpi lo, Ri." Kedua nya terkekeh. Meskipun baru berteman, agak nya Riri dan Anin itu sudah klop apalagi dalam urusan bergosip. Berbeda dengan Keyra yang sejak tadi menampil kan muka malas karena yang sedari tadi di bahas adalah kakak kelas mereka saja. Keyra menyeruput jus alpukat yang tersisa sedikit hingga tandas. Tangan nya terulur mengambil tisu di dalam saku seragam nya untuk ia gunakan mengelap bibir dan juga tangan nya. Suatu kebiasaan yang tak pernah Keyra lewat kan. "Gue ke kelas duluan, ya." Riri menahan tangan Keyra yang hendak bangun menjadikan perempuan berkucir kuda itu duduk kembali. "Eh, kenapa?" "Bosen. Pengap juga," ucap nya jujur. Anin mendengus. "Kebiasaan dia tuh, kalau di kantin cuma sebentar dan dia gak pernah bahas masalah cowok. Palingan yang di bahas dia itu rumus lagi." Keyra terkekeh. "Rumus kan cinta mati gue." "Sama dong kayak temen sebangku gue sekarang. Dia juga dulu satu SMP sama gue, malah satu kelas. Cuman beda bangku. Dia mirip banget kayak Keyra. Dia cuek banget. Nama nya Mona." Riri menatap Keyra. "Kalau nanti lo ke kelas terus ada cewek yang lagi baca buku Fisika, itu Mona. Tolong lo bilangin ke dia abis ini gue gak langsung ke kelas dulu, gue mau ke ruang guru buat ngasih fotocopi akte." "Okey," ucap Keyra sambil mengacungkan kedua jempol nya. Ia mengayunkan kaki nya menuju keluar kantin dengan pandangan lurus menghiraukan beberapa siulan yang di tujukan pada nya. "KEYRA!! DI TAS GUE ADA s**u COKLAT TITIPAN BUNDA LO!!" Keyra menutup mata nya dengan wajah merah malu. Ia tidak berbalik badan dan malah mempercepat laju langkah nya. Ia malu mendengar suara cempreng Anin yang membuat seisi kantin menatap mereka berdua. Dari dulu sampai sekarang, memang Anin itu sangat ceria dan bersemangat. Bahkan saking semangat nya, kadang-kadang Keyra harus memasang muka tembok bila berjalan berdampingan dengan Anin. "KEYRA LO DENGER GAK??!!" Ingat kan Keyra sekali lagi bahwa Anin adalah sahabat nya. Jika tidak, mungkin sudah ia lempar kan ke jurang terdalam di muka bumi ini. Keyra mengangkat jempol tangan nya ke udara tanpa berbalik. Detik selanjut nya ia berlari karena merasa berbagai tatapan terarah kepada nya. Mampus!! **** Keyra masuk ke kelas nya dan terkejut saat melihat seorang perempuan tengah duduk di bangku seorang diri. Kelas hening karena di sana hanya ada dirinya dan juga perempuan yang tengah membaca buku fisika itu tanpa mengalihkan sedetik pun pandangan nya. Tunggu. Buku Fisika?? "Lo... Mona ya?" Perempuan itu sedikit terkejut lalu berdehem pelan. Pandangan nya menatap lurus ke arah Keyra. "Iya. Lo tau dari mana?" Keyra tersenyum manis lalu duduk di samping Mona. Tangan nya terulur kedepan. "Gue Keyra. Gue tau lo dari Riri. Salam kenal ya." Senyum canggung di lempar kan Mona. Ia menjabat tangan Keyra dengan tangan gemetar. "Iya." "Riri bilang, dia belum mau ke kelas. Kata nya mau ngasih fotocopian akte nya ke ruang guru," ucap Keyra yang hanya di balas anggukkan kaku dari Mona. Terlihat dari gelagat nya, Keyra hafal betul orang seperti ini. Ia sudah paham di luar kepala karena ia sering menjumpai orang yang mempunyai sikap sama persis seperti Mona. "Lo punya fobia ngobrol sama orang asing ya?" tebakkan Keyra membuat Mona membelalakkan mata nya. Ia mengalihkan pandangan nya lagi kepada buku agar menghindari tatapan itu. Keyra tersenyum hangat sembari mengusap lembut bahu Mona yang bergetar. "Gak papa. Lo tenang aja, gue bakal jadi temen yang baik buat lo. Gak usah takut, Okey?" Mona menatap kembali Keyra lalu mengangguk pelan. Ia menghembuskan nafas nya dan tersenyum menatap Keyra. "Makasih," ucap nya pelan. Jika melihat dan mendengar perkataan Keyra, itu mengingat kan Mona kepada sosok Almarhum Kakak perempuan nya yang meninggal karena kecelakaan pesawat. Dulu, Kakak nya lah yang selalu menenang kan nya jika fobia nya muncul. Kehadiran Keyra membuat Mona seakan memiliki kembali figur seorang Kakak meskipun mereka seangkatan. Sikap dewasa dan hangat Keyra membuat nya nyaman. "Kenapa gak ke kantin?" tanya Keyra membuyarkan lamunan nya tentang Almarhum Kakak nya. "Banyak orang asing," ucap nya pelan. Keyra mengangguk paham. Ia melirik buku yang ada di depan Mona. "Lo suka fisika?" "Iya." "Gue suka nya kimia sama matematika," ucap Keyra dengan antusias. "Lo tau? Gue berasa hidup kalau udah liat rumus-rumus. Cinta mati gue dah tuh," lanjut nya sambil tertawa geli. Mona ikut terkekeh. "Orang bilang pelajaran menghitung itu susah. Padahal, mereka itu salah. Yang susah itu bikin rumus nya. Kita kan enak ya, rumus udah ada tinggal ngitung. Gak usah pusing-pusing bikin rumus lagi." Mona tersenyum. Satu hal yang ada pada diri Keyra yang membuat Mona kagum. Ia perempuan hebat. Di saat semua orang memilih pergi menghindari nya karena kaku dan aneh, Keyra justru memilih terus mengobrol dengan nya seakan mereka sudah lama berteman. Keyra memang gadis yang luar biasa. "Lo suka olahraga?" Mona menggeleng. "Gue lemah di olahraga." "Nanti gue ajarin," ucap Keyra lalu terkekeh. Mona lagi-lagi tersenyum. "Iya."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD